Kamis, 22 Desember 2011
TEKNIK KULTUR JARINGAN
Do you like this story?
LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN
“STERILISASI
DAN PENANAMAN EKSPLAN KENTANG”
DISUSUN OLEH :
Muhammad Ali Alfi
E1J010089
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perbanyakan tanaman
mengunakan organ generatif maupun vegetatif konvensional biasanya tidak
ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan bibit yang banyak juga
menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang sangat tinggi. Selain itu
perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah tersendiri (Sihachakr et al.,
1996). Umumnya tanaman mudah diserang penyakit baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur yang menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas
produksi.
Untuk itu, diperlukan suatu teknologi alternatif yang
dapat mempercepat penyediaan bibit bagi masyarakat luas. Dalam hal ini teknik
kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat
ditempuh karena teknik ini dapat memperbanyak bibit dalam jumlah banyak,
relatif cepat, dan seragam (Supriati, dkk., 2006).
Dalam upaya
perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro, diperlukan adanya
kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), balk jenis
maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut diperlukan untuk mencapai keberhasilan
baik dalam upaya pembentukan tunas maupun pembentukan akar pada eksplan yang ditanam.
Keragaman
genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas
unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan
plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan
persilangan. Sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber gen yang
ada sehingga teknologi lainnya perlu diterapkan (Hutami, dkk., 2006). Bioteknologi tanaman pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu kultur in vitro dan rekombinasi DNA. Perbaikan genetik
tanaman melalui kultur in vitro dapat dilakukan melalui beberapa cara,
antara lain peningkatan keragaman somaklonal, penyelamatan embrio, fertilisasi in
vitro, kultur haploid, dan fusi protoplas (hibridisasi somatik) (Mariska, dkk.,
2006)
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada
dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu
stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku
tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah
satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang
lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
Hussey dan Stacey (1981) mendapatkan laju perpanjangan dan
penebalan batang, jumlah buku, dan morfologi tunas mikro dipengaruhi oleh
panjang hari, intensitas cahaya dan suhu. Batang tunas mikro kentang yang
terbentuk semakin tebal dan pendek apabila semakin lama penyinaran. Batang yang
tebal dan pendek lebih muda disubkultur daripada batang yang panjang dan kurus.
Selain itu, menurut Roca, Espinoza, Roca, dan Bryan (1978), serta Thorton dan
Knutson (1986) lama penyinaran yang dipergunakan untuk perbanyakan tunas mikro
kentang adalah 16 jam per hari.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
J Mengetahui cara pembuatan media tanam
kultur jaringan.
J Mengetahui cara perbanyakan stek mikro
kentang guna mendapatkan propagul kentang unggul bermutu bebas penyakit.
J Mengetahui cara sub kultur tunas mikro kentang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum,
dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia .
Sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan
vitamin yang cukup tinggi, kentang dapat menggantikan bahan panganm karbohidrat
yang berasal dari beras, gandum, atau jagung tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Di Indonesia kentang dikelompokkan dalam komoditas sayuran,
dan merupakan salah satu komoditas yang mendapat prioritas dalam program
penelitian dan pengembangan sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program
diversifikasi pangan, komoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan (Asandhi, 1996;
Sahat, 1996).
Kultur
jaringan merupakan tehnik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel,
jaringan, atau organ dalam kondisi aseptic secara in-vitro. Teknik ini
dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan
dengan kandungan nutrisi lengkap dengan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta
kondisi ruang kultur yang suhu pencahayaannya terkontrol. Perkembangan teknik
kultur jaringan tanaman berpijak pada satu konsep dasar yang disebut
totipotensi, yaitu suatu sifat dari sel-sel tanaman yang pada kondisi sesuai
mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman utuh.
Aplikasi teknologi kultur
jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama
pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak
setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar Internasional baik segi
kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera
dikembangkan melalui kultur jaringan (Mariska, dkk., 2004).
“Faktor yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro telah dilaporkan antara lain: spesies
tanaman, tekanan osmotik pada medium (konsentrasi sukrosa), intensitas cahaya,
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada medium (Lai et al. 2000,
Prahardini dan Sudaryono 1992, Sunyoto et al. 2002). Menurut Ritchie dan
Hodges (1993) komposisi media merupakan kondisi yang penting dalam kultur
tanaman secara in vitro. Komponen media meliputi unsur hara makro,
mikro, sumber karbon, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Setiap genotipe tanaman
memiliki respon pertumbuhan yang berbeda meskipun ditumbuhkan pada media kultur
yang sama, demikian juga dengan sumber eksplan tanaman sehingga diperlukan
optimasi kondisi yang sesuai untuk masing-masing genotype dan sumber eksplan.
hampir semua tanaman yang berasal dari kultur jaringan karena lapisan kutikula
pada daun masih tipis, stomata belum berfungsi secara normal, serta hubungan
jaringan pembuluh batang dan akar yang belum sempurna” (Damayanti et.
al., 2007).
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada
dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu
stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku
tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah
satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang
lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah
bahan kimia penyusun media MS-0, stek mikro kentang yang sudah steril, alcohol,
aquades steril dan spritus.
Alat yang dipakai antara lain : peralatan gelas
(gelas piala, Erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, labu takar, petridish, timbangan analitik, pH meter, hot
plate, autoclave, botol kultur, aluminium foil, (Laminar Airflow Cabinet) LAC,
handsprayer, peralatan tanam (pinset, gunting, scapel + mata scapel), kertas
saring dan ruang kultur (rak kultur, thermometer, dan AC).
3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang kami lakukan pada acara ini
adalah sebagai berikut :
1.
Pembuatan Media MS:
J Meyiapkan bahan kimia penyusun media MS.
J Membuat larutan stok bahan kimia tersebut
sesuai dengan petunjuk cara pembuatan larutan stok.
J Memipet larutan stok sesuai dengan kebutuhan media siap pakai
(misalnya per 1 liter media siap pakai).
J Mengukur pH sekitar 5,8-6, setelah itu
tambahkan agar sebanyak 7-8 gr/L.
J Memasak media tersbut sampai mendidih,
lalu dibagikan kedalam botol kultur yang sudah steril sebanyak 20 ml per botol.
J Mengautoclavekan media tersebut selama 20-30 menit agar media tanam
tersebut steril.
J Menginkubasikan media tersebut minimal 3 hari sebelum tanam.
2.
Penanaman / sub kultur:
J Penanaman dilakukan didalam LAC.
J Menyeterilkan peralatan tanam, petridish dan kertas saring dalam
oven suhu 100 0C selama minimal 1 jam.
J Setiap botol ditanam ditanam 10 stek mikro 1 ruas.
J Menutup kembali botol dengan rapat supaya botol tetap steril.
J Menyimpan botol yang sudah ditanam pada rak-rak dalam ruang kultur.
3.
Pengamatan.
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali selama 4 minggu mulai
dari saat penanaman (MST) terhadap peubah-peubah sebagai berikut:
J Saat tumbuh tunas.
J Jumlah tunas per botol.
J Jumlah ruas per botol.
J Jumlah daun per botol.
J Tinggi tunas tertinggi.
J Saat tumbuh akar.
J Jumlah akar per botol.
J Panjang akar terpanjang.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pegamatan
Data Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kentang di Sub Kulturkan
Peubah
|
Minggu Setelah Tanam (MST)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|
Saat tumbuh tunas
Jumlah tunas perbotol
Jumlah daun perbotol
Saat tumbuh akar
Jumlah akar perbotol
Panjang akar terpanjang
Tinggi tunas tertinggi
|
√*
2*
8*
√*
6*
± 4 *cm
± 6 *cm
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi.
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanggal penanaman :
12 Desember 2009
Pengamatan pertama tanggal 19 Des 2009.
Pengamatan ke dua tanggal 28 Januari 2010
Keterangan :
* : Media terkontaminasi ditumbuhi jamur, mulai
dari media pada dinding kultur. Warna jamur putih
keabuan berbentuk gumpalan-gumpalan putih keabuan.
4.2
Pembahasan
Aplikasi
teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan
keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman
dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang
cukup tinggi.
Tanaman kentang adalah tanaman yang
sangat mudah untuk dikulturkan karena dari setiap ruas batang kentang akan
tumbuh akar-akar seingga tanaman ini mudah tumbuh pada media tanam yang
digunakan. Dari hasil pengamatan yang kami lakukan dari percobaan dapat
diketahui bahwa pada awalnya pertumbuhan tanaman kentang sangat begus, semua
variable yang diamati semuanya tumbuh dan berkembang dengan baik. Tapi media terkontaminasi oleh jamur mulai
dari media pada dinding kultur. Warna jamur putih keabuan berbentuk
gumpalan-gumpalan putih keabuan. Sedangkan planlet kentang tidak kontam. Pada
botol ke dua pertumbuhan kentang pada minggu pertama sangat baik dan tidak
terjadinya kontaminasi.
Pada pengamatan selanjutnya,
semua planlet kentang mati dan terkontaminasi oleh jamur. Semua permukaan media
telah ditumbuhi jamur. Tanaman kentang yang berada dalam botol kultur akhirnya
mati semua diperkirakan sejak minggu kedua.
Penyebab kematian dan
terkontaminasinya planlet kentang oleh jamur, kemungkian tersebesar adalah saat
penutupan dengan plastic penutup tidak semuanya rapat sehingga mungkin ada
pengkontaminan yang masuk dan menyerang eksplan sehingga tanaman juga mati. Dan juga karena media yang kurang steril karena hamper semua praktikan
medianya mterkontaminasi. Selain itu juga tidak adanya cahaya di ruang tanam
karena listrik di Laboratorium Agronomi mengalami kerusakan selama hampir 1
minggu. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung.
BAB
V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
J Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu
sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
J Pada awalnya pertumbuhan tanaman kentang sangat bagus hal ini bisa
dilihat dari pertumbuhan semua variable yang baik. Tetapi sayangnya media pada
pengamatan minggu pertama sudah terserang oleh jamur.
J Media harus benar-benar steril. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung dan eksplan kita akan terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Maharijaya,
Awang. 2008. Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/.
22 Desember 2008.
Marlin, Usman. K.J.S, dan Atra
Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bengkulu,
UNIB.
Rahmadhaniar, Yetti.
2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu
Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com 22 Desember 2008
DAFTAR PUSTAKA
Maharijaya, Awang. 2008.
Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/.
22 Desember 2008.
Marlin, Usman. K.J.S, dan Atra
Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bengkulu,
UNIB.
Rahmadhaniar, Yetti.
2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu
Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com 22 Desember 2008
LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN
“AKLIMATISASI
KENTANG”
DISUSUN OLEH :
OUKE PURNAMASARI
E1A006026
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2009
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbanyakan tanaman
mengunakan organ generatif maupun vegetatif konvensional biasanya tidak
ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan bibit yang banyak juga
menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang sangat tinggi. Selain itu
perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah tersendiri (Sihachakr et al.,
1996). Umumnya tanaman mudah diserang penyakit baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur yang menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas
produksi.
Untuk itu, diperlukan suatu teknologi alternatif yang
dapat mempercepat penyediaan bibit bagi masyarakat luas. Dalam hal ini teknik
kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat
ditempuh karena teknik ini dapat memperbanyak bibit dalam jumlah banyak,
relatif cepat, dan seragam (Supriati, dkk., 2006).
Dalam upaya
perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro, diperlukan adanya
kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), balk jenis
maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut diperlukan untuk mencapai
keberhasilan baik dalam upaya pembentukan tunas maupun pembentukan akar
pada eksplan yang ditanam.
Untuk mendapatkan umbi mikro
kentang yang bermutu dalam waktu yang relatif pendek perlu pemberian zat
pengatur tumbuh pada media, karena pembentukan umbi mikro secara in vitro tergantung
dari nisbah zat tumbuh pendorong dan penghambat pengumbian. Nisbah ini dapat
dilakukan dengan pemberian pendorong, mengurangi penghambat, atau kombinasi
keduanya. Zat penghambat tumbuh yang berperan dalam pengumbian
diantaranya adalah coumarin dan aspirin, sedangkan zat pendorongnya adalah
sitokinin (Sakya,
dkk., 2002).
1.2 Tujuan
Membandingkan pengaruh bahan kimia
dalam menekan pertumbuhan eksplan tanaman kentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum,
dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia .
Sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan
vitamin yang cukup tinggi, kentang dapat menggantikan bahan panganm karbohidrat
yang berasal dari beras, gandum, atau jagung tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Di Indonesia kentang dikelompokkan dalam komoditas sayuran,
dan merupakan salah satu komoditas yang mendapat prioritas dalam program
penelitian dan pengembangan sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program
diversifikasi pangan, komoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan (Asandhi, 1996;
Sahat, 1996).
Kultur
jaringan merupakan tehnik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel,
jaringan, atau organ dalam kondisi aseptic secara in-vitro. Teknik ini
dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan
kandungan nutrisi lengkap dengan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang
kultur yang suhu pencahayaannya terkontrol. Perkembangan teknik kultur jaringan
tanaman berpijak pada satu konsep dasar yang disebut totipotensi, yaitu suatu
sifat dari sel-sel tanaman yang pada kondisi sesuai mempunyai kemampuan untuk
beregenerasi menjadi tanaman utuh.
Aplikasi teknologi kultur
jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama
pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak
setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar Internasional baik segi
kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan
melalui kultur jaringan (Mariska, dkk., 2004).
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang
bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan
merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah
zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena
mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ.
Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik perlu ditambahkan
karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk
pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel,
dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi auksin yang biasa
digunakan adalah 0,01 – 10 ppm
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan
bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan
dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas unggul yang mampu
bersaing di pasar internasional baik segi kualitas maupun kuantitas dan
jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan.
Pada umumnya produksi bibit melalui teknik kultur jaringan memerlukan beberapa
tahapan, yaitu tahap pertunasan, tahap elongasi, tahap pengakaran, dan tahap
aklimatisasi. Pada setiap tahap diperlukan nisbah antara zat pengatur tumbuh
sitokinin terhadap auksin yang berbeda. (George dan Sherington 1984; Hobir et
al. 1993). Pada tahap multiplikasi tunas, zat pengatur tumbuh sitokinin
lebih banyak berperan dibandingkan dengan auksin. Sebaliknya untuk memicu
terjadinya inisiasi dan proliferasi akar, maka akan lebih banyak ditekankan
pada penggunaan zat pengatur tumbuh auksin (Mariska,
dkk., 2004).
Dalam kultur in vitro laju regenerasi
jaringan dapat ditingkatkan melalui pengaturan formulasi media. Daya regenerasi
yang tinggi pada tahap pertunasan sangat diperlukan dalam teknik perbanyakan in
vitro. Berdasarkan jumlah kelipatan tunas (multiplikasi) yang dapat
dihasilkan dari setiap periode subkultur, jumlah planlet yang dapat dihasilkan
pada satuan waktu tertentu dapat diperkirakan (Pennell 1987). Selanjutnya
dikatakan bahwa semakin banyak dan semakin cepat tunas dihasilkan maka semakin
tinggi tingkat efisiensi yang dapat dicapai
Naphthalene
Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media
tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA).
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang
disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil
IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan
tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh
enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi (Mariska,
dkk., 2004).
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam
mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan
kalus salah satunya adalah kinetin yang dapat merangsang pembentukan akar dan
pembentukan tunas. Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan
kalus, maka dalam media tanam perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi
kedua zat ini mempengaruhi pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur
jaringan dan organ. Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering
mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan
kalus atau organogenesis (Wulandari, dkk., 2004)
Produksi bibit
atau benih merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengembangan
suatu jenis tanaman. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan pemulia
tanaman jumlahnya terbatas, sedangkan bibit tanaman yang dibutuhkan petani
jumlahnya sangat banyak. Dengan demikian, sejak suatu varietas dilepas sampai
varietas tersebut dapat ditanam petani waktunya cukup lama. Untuk pengadaan
bibit secara besar-besaran dalam waktu yang singkat akan sulit dicapai dengan
pemakaian teknik konvensional biasa. Untuk itu, diperlukan cara dan metode baru yang dapat mengatasi masalah yang ada dalam peningkatan
efisiensi produksi tanaman. Salah satu teknologi alternatif yang banyak
digunakan saat ini adalah teknologi kultur jaringan.
Dalam memproduksi tanaman kultur jaringan tahapan yang
paling akhir dilakukan aklimatisasi tanamn kentang. Aklimatisasi adalah
kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan
hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: stek mikro tanaman kentang
yang telah berakar sepanjang 1-2 cm. Bahan kimia yang diperlikan adalah pasir,
tanah, pupuk NPK, larutan hara Murashige and Skoog (MS), dan pestisida (Agrept,
Benlate). Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi pinset panjang,
polibag, ember, aqua cup, pisau kecil, dan timbangan.
3.2 Cara Kerja
- Mengeluarkan stek mikro yang telah berakar dari botol dengan menggunakan pinset panjang.
- Membersihkan sisa agar dengan hati-hati agar tidak ada akar yang terputus dengan cara mencuci akar tersebut di air.
- menyiapkan aqua cup berisi media steril campuran tanah dan pupuk kandang dengan prbandingan 1:1 (w\w). dilubangi dasar aqua cup dengan paku kecil.
- menyiapkan larutan media MS dengan menimbang unsure hara makro dan unsure hara mikro MS. Diencerkan larutan MS dimaksud 10 x.
- siram media di aqua bcup dengan unsure hara MS hingga mencapai kapasitas lapang.
- menutup aqua cup yang berisi stek mikro dengan aqua cup yang lain. Merapatkan dua mulut aqua cup dengan stepler dan selotip.
- menempatkan
tanamn di bawah rumah kaca dengan tingkat naungan 50%.
- pada
hari ke-7, dibuat satu lubang di aqua cup penutup. Pada hari ke-10, dibuat
satu lubang di aqua cup penutup.
- siapkan larutan garam media MS dengan factor pengeceran 20x
- menyiram
tanaman tiap 2 hari dengan larutan garam MS berkekuatan 1/20x hingga
tanaman berumur 21 hari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pegamatan
Data Tabel Hasil Pengamatan Aklimatisasi Kentang (Solanum tuberosum)
Peubah
|
Minggu Setelah Tanam (MST)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|
Jumlah daun
Terbentuk akar
Tinggi tanaman
Jumlah umbi
Diameter umbi
Bobot basah umbi
|
–
√
–
0
0
0
|
–
√
–
0
0
0
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanggal penanaman :
12 Desember 2008
Pengamatan pertama tanggal 19 des 2008.
Pengamatan ke dua tanggal 7 Januari 2009
4.2
Pembahasan
Aplikasi
teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan
keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman
dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang
cukup tinggi. Dalam memproduksi tanaman kultur jaringan tahapan
yang paling akhir dilakukan aklimatisasi tanamn kentang. Aklimatisasi adalah
kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan
hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Pada kegiatan ini banyak hal
yang sangat menentukan keberhasilan dari aklimatisasi suatu tanaman yang paling
utama adalah perawatan. Aspek ini sangat penting karena dengan perawatan yang
intesif maka kita akan mengetahui kondisi yang sesuai untuk tanaman yang kita
aklimatisasikan, selain itu dengan perawatan yang baik maka tanaman
aklimatisasi akan terjaga dan tidak kuatir serangan hama dan penyakit atau
kekurangan hara.
Selain itu kita juga harus
mengetahui media apa yang sesuai untuk tanaman yang kita aklimatisasikan,
karena media juga sangat berperan dalam mensuplai hara atau udara. Media tumbuh
yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak
menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat
hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah
harganya. Untuk pertumbuhan tanaman kentang, kemasaman media (pH) yang baik
berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi
bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang
sesuai. Karena begitu pentingnya media ini maka kita harus memperhatikan bahan
ini.
Dari pengamatan yang telah
dilakuakan didapat hasil yaitu bahwa pada planlet yang dipotong-potong dan
sebelum di tanaman di media pasir direndam terlebih dahulu dengan larutan B.
Pada pengamatan minggu pertama tanaman masih hijau tidak tumbuh tunas maupun
akar. Tanaman yang hidup hanya 4 dan yang satunya mati. Pada pengamatan
selanjutnya yaitu pada minggu ke-3 setelah tanam potongan planlet tersebut mati
dan terkontaminasi oleh jamur, dan cuma satu yang hidup. Tanaman yang hidup
akarnya tumbuh dan banyak, sedangkan tunas tidak terbentuk. Kematian tanaman
disebabkan oleh tanaman tersebut sudah dari awal sebelum diaklimatisasi sudah
terkontaminasi dengam jamur, sehingga tumbuhnya tidak optimal, dan akhirnya
terkontaminasi. Tanaman yang hidup tersebut menggambarkan bahwa sebelum ditama
di media pasir direndam dengan larutan NAA dari golongan auksi. Seperti yang
kita ketahui bahwa auksin bekerja memacu pembentukan akar/kalus. Berbeda halnya
dengan kinetin yang merupakan golongan dari sitokinin, yang fungsinya
berkebalikan dengan kerja auksi, yaitu memacu pertumbuhan tunas.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
J Larutan yang digunakan sebelum penanaman
adalah NAA golonga auksin. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan kalus/akar
dan tunas tidak terbentuk.
J Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini yaitu auksi dan sitokinin
sering mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik
pertumbuhan kalus atau organogenesis
J Media harus benar-benar steril. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung dan eksplan kita akan terkontaminasi.
This post was written by: Franklin Manuel
Franklin Manuel is a professional blogger, web designer and front end web developer. Follow him on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Responses to “TEKNIK KULTUR JARINGAN”
25 Januari 2017 pukul 23.07
sudah pernah praktek sampai lahan belum mas
Posting Komentar