Kamis, 22 Desember 2011

TEKNIK KULTUR JARINGAN



LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK KULTUR JARINGAN


STERILISASI DAN PENANAMAN EKSPLAN KENTANG






DISUSUN OLEH :

Muhammad Ali Alfi
E1J010089


  
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2011




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perbanyakan tanaman mengunakan organ generatif maupun vegetatif konvensional biasanya tidak ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan bibit yang banyak juga menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang sangat tinggi. Selain itu perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah tersendiri (Sihachakr et al., 1996). Umumnya tanaman mudah diserang penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur yang menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas produksi.
Untuk itu, diperlukan suatu teknologi alternatif yang dapat mempercepat penyediaan bibit bagi masyarakat luas. Dalam hal ini teknik kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat ditempuh karena teknik ini dapat memperbanyak bibit dalam jumlah banyak, relatif cepat, dan seragam (Supriati, dkk., 2006).
Dalam upaya perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro, diperlukan adanya kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), balk jenis maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut diperlukan untuk mencapai keberhasilan baik dalam upaya pembentukan tunas maupun pembentukan akar pada eksplan yang ditanam.
Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan persilangan. Sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber gen yang ada sehingga teknologi lainnya perlu diterapkan (Hutami, dkk., 2006). Bioteknologi tanaman pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu kultur in vitro dan rekombinasi DNA. Perbaikan genetik tanaman melalui kultur in vitro dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain peningkatan keragaman somaklonal, penyelamatan embrio, fertilisasi in vitro, kultur haploid, dan fusi protoplas (hibridisasi somatik) (Mariska, dkk., 2006)
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena (1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
Hussey dan Stacey (1981) mendapatkan laju perpanjangan dan penebalan batang, jumlah buku, dan morfologi tunas mikro dipengaruhi oleh panjang hari, intensitas cahaya dan suhu. Batang tunas mikro kentang yang terbentuk semakin tebal dan pendek apabila semakin lama penyinaran. Batang yang tebal dan pendek lebih muda disubkultur daripada batang yang panjang dan kurus. Selain itu, menurut Roca, Espinoza, Roca, dan Bryan (1978), serta Thorton dan Knutson (1986) lama penyinaran yang dipergunakan untuk perbanyakan tunas mikro kentang adalah 16 jam per hari.

1.2  Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
J  Mengetahui cara pembuatan media tanam kultur jaringan.
J  Mengetahui cara perbanyakan stek mikro kentang guna mendapatkan propagul kentang unggul bermutu bebas penyakit.
J  Mengetahui cara sub kultur tunas mikro kentang.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia. Sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan vitamin yang cukup tinggi, kentang dapat menggantikan bahan panganm karbohidrat yang berasal dari beras, gandum, atau jagung tersebut untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Di Indonesia kentang dikelompokkan dalam komoditas sayuran, dan merupakan salah satu komoditas yang mendapat prioritas dalam program penelitian dan pengembangan sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program diversifikasi pangan, komoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan (Asandhi, 1996; Sahat, 1996).
Kultur jaringan merupakan tehnik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptic secara in-vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dengan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu pencahayaannya terkontrol. Perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berpijak pada satu konsep dasar yang disebut totipotensi, yaitu suatu sifat dari sel-sel tanaman yang pada kondisi sesuai mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman utuh.
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar Internasional baik segi kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan (Mariska, dkk., 2004).
“Faktor yang mempengaruhi regenerasi tanaman secara in vitro telah dilaporkan antara lain: spesies tanaman, tekanan osmotik pada medium (konsentrasi sukrosa), intensitas cahaya, dan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada medium (Lai et al. 2000, Prahardini dan Sudaryono 1992, Sunyoto et al. 2002). Menurut Ritchie dan Hodges (1993) komposisi media merupakan kondisi yang penting dalam kultur tanaman secara in vitro. Komponen media meliputi unsur hara makro, mikro, sumber karbon, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Setiap genotipe tanaman memiliki respon pertumbuhan yang berbeda meskipun ditumbuhkan pada media kultur yang sama, demikian juga dengan sumber eksplan tanaman sehingga diperlukan optimasi kondisi yang sesuai untuk masing-masing genotype dan sumber eksplan. hampir semua tanaman yang berasal dari kultur jaringan karena lapisan kutikula pada daun masih tipis, stomata belum berfungsi secara normal, serta hubungan jaringan pembuluh batang dan akar yang belum sempurna” (Damayanti et. al., 2007).
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena (1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.


BAB III

METODOLOGI


3.1 Bahan dan Alat                          
Bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah bahan kimia penyusun media MS-0, stek mikro kentang yang sudah steril, alcohol, aquades steril dan spritus.
Alat yang dipakai antara lain : peralatan gelas (gelas piala, Erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, labu takar,  petridish, timbangan analitik, pH meter, hot plate, autoclave, botol kultur, aluminium foil, (Laminar Airflow Cabinet) LAC, handsprayer, peralatan tanam (pinset, gunting, scapel + mata scapel), kertas saring dan ruang kultur (rak kultur, thermometer, dan AC).

3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang kami lakukan pada acara ini adalah sebagai berikut :
1.      Pembuatan Media MS:
J  Meyiapkan bahan kimia penyusun media MS.
J  Membuat larutan stok bahan kimia tersebut sesuai dengan petunjuk cara pembuatan larutan stok.
J  Memipet larutan stok sesuai dengan kebutuhan media siap pakai (misalnya per 1 liter media siap pakai).
J  Mengukur pH sekitar 5,8-6, setelah itu tambahkan agar sebanyak 7-8 gr/L.
J  Memasak media tersbut sampai mendidih, lalu dibagikan kedalam botol kultur yang sudah steril sebanyak 20 ml per botol.
J  Mengautoclavekan media tersebut selama 20-30 menit agar media tanam tersebut steril.
J  Menginkubasikan media tersebut minimal 3 hari sebelum tanam.
2.      Penanaman / sub kultur:
J  Penanaman dilakukan didalam LAC.
J  Menyeterilkan peralatan tanam, petridish dan kertas saring dalam oven suhu 100 0C selama minimal 1 jam.
J  Setiap botol ditanam ditanam 10 stek mikro 1 ruas.
J  Menutup kembali botol dengan rapat supaya botol tetap steril.
J  Menyimpan botol yang sudah ditanam pada rak-rak dalam ruang kultur.
3.      Pengamatan.
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali selama 4 minggu mulai dari saat penanaman (MST) terhadap peubah-peubah sebagai berikut:
J  Saat tumbuh tunas.
J  Jumlah tunas per botol.
J  Jumlah ruas per botol.
J  Jumlah daun per botol.
J  Tinggi tunas tertinggi.
J  Saat tumbuh akar.
J  Jumlah akar per botol.
J  Panjang akar terpanjang.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil Pegamatan
Data Tabel Hasil Pengamatan Tanaman  Kentang di Sub Kulturkan
Peubah
Minggu Setelah Tanam (MST)
I
II
III
IV
Saat tumbuh tunas
Jumlah tunas perbotol
Jumlah daun perbotol
Saat tumbuh akar
Jumlah akar perbotol
Panjang akar terpanjang
Tinggi tunas tertinggi
√*
2*
8*
√*
6*
± 4 *cm
± 6 *cm
Tanaman mati dan media terkontaminasi.
Tanaman mati dan media terkontaminasi
Tanaman mati dan media terkontaminasi

Tanggal penanaman                : 12 Desember 2009
Pengamatan pertama tanggal 19 Des 2009.
Pengamatan ke dua tanggal 28 Januari 2010
Keterangan :
*    :  Media terkontaminasi ditumbuhi jamur, mulai dari media pada dinding kultur. Warna jamur putih keabuan berbentuk gumpalan-gumpalan putih keabuan.

4.2  Pembahasan
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
Tanaman kentang adalah tanaman yang sangat mudah untuk dikulturkan karena dari setiap ruas batang kentang akan tumbuh akar-akar seingga tanaman ini mudah tumbuh pada media tanam yang digunakan. Dari hasil pengamatan yang kami lakukan dari percobaan dapat diketahui bahwa pada awalnya pertumbuhan tanaman kentang sangat begus, semua variable yang diamati semuanya tumbuh dan berkembang dengan baik. Tapi media terkontaminasi oleh jamur mulai dari media pada dinding kultur. Warna jamur putih keabuan berbentuk gumpalan-gumpalan putih keabuan. Sedangkan planlet kentang tidak kontam. Pada botol ke dua pertumbuhan kentang pada minggu pertama sangat baik dan tidak terjadinya kontaminasi.
Pada pengamatan selanjutnya, semua planlet kentang mati dan terkontaminasi oleh jamur. Semua permukaan media telah ditumbuhi jamur. Tanaman kentang yang berada dalam botol kultur akhirnya mati semua diperkirakan sejak minggu kedua.
Penyebab kematian dan terkontaminasinya planlet kentang oleh jamur, kemungkian tersebesar adalah saat penutupan dengan plastic penutup tidak semuanya rapat sehingga mungkin ada pengkontaminan yang masuk dan menyerang eksplan sehingga tanaman juga mati. Dan juga karena media yang kurang steril karena hamper semua praktikan medianya mterkontaminasi. Selain itu juga tidak adanya cahaya di ruang tanam karena listrik di Laboratorium Agronomi mengalami kerusakan selama hampir 1 minggu. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung.





BAB V

PENUTUP


5.1  KESIMPULAN
J  Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
J  Pada awalnya pertumbuhan tanaman kentang sangat bagus hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan semua variable yang baik. Tetapi sayangnya media pada pengamatan minggu pertama sudah terserang oleh jamur.
J  Media harus benar-benar steril. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung dan eksplan kita akan terkontaminasi.
























DAFTAR PUSTAKA

Maharijaya, Awang. 2008. Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/. 22 Desember 2008.

Marlin, Usman. K.J.S, dan Atra Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bengkulu, UNIB.

Rahmadhaniar, Yetti. 2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com 22 Desember 2008
 
DAFTAR PUSTAKA

Maharijaya, Awang. 2008. Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/. 22 Desember 2008.

Marlin, Usman. K.J.S, dan Atra Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bengkulu, UNIB.

Rahmadhaniar, Yetti. 2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com 22 Desember 2008

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK KULTUR JARINGAN


AKLIMATISASI KENTANG





DISUSUN OLEH :

OUKE PURNAMASARI
E1A006026





PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2009
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perbanyakan tanaman mengunakan organ generatif maupun vegetatif konvensional biasanya tidak ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan bibit yang banyak juga menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang sangat tinggi. Selain itu perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah tersendiri (Sihachakr et al., 1996). Umumnya tanaman mudah diserang penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur yang menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas produksi.
Untuk itu, diperlukan suatu teknologi alternatif yang dapat mempercepat penyediaan bibit bagi masyarakat luas. Dalam hal ini teknik kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat ditempuh karena teknik ini dapat memperbanyak bibit dalam jumlah banyak, relatif cepat, dan seragam (Supriati, dkk., 2006).
Dalam upaya perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro, diperlukan adanya kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), balk jenis maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut diperlukan untuk mencapai keberhasilan baik dalam upaya pembentukan tunas maupun pembentukan akar pada eksplan yang ditanam.
Untuk mendapatkan umbi mikro kentang yang bermutu dalam waktu yang relatif pendek perlu pemberian zat pengatur tumbuh pada media, karena pembentukan umbi mikro secara in vitro tergantung dari nisbah zat tumbuh pendorong dan penghambat pengumbian. Nisbah ini dapat dilakukan dengan pemberian pendorong, mengurangi penghambat, atau kombinasi keduanya. Zat penghambat tumbuh yang berperan dalam pengumbian diantaranya adalah coumarin dan aspirin, sedangkan zat pendorongnya adalah sitokinin (Sakya, dkk., 2002).

1.2  Tujuan
Membandingkan pengaruh bahan kimia dalam menekan pertumbuhan eksplan tanaman kentang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum, dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia. Sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan vitamin yang cukup tinggi, kentang dapat menggantikan bahan panganm karbohidrat yang berasal dari beras, gandum, atau jagung tersebut untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Di Indonesia kentang dikelompokkan dalam komoditas sayuran, dan merupakan salah satu komoditas yang mendapat prioritas dalam program penelitian dan pengembangan sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program diversifikasi pangan, komoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan (Asandhi, 1996; Sahat, 1996).
Kultur jaringan merupakan tehnik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptic secara in-vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dengan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu pencahayaannya terkontrol. Perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berpijak pada satu konsep dasar yang disebut totipotensi, yaitu suatu sifat dari sel-sel tanaman yang pada kondisi sesuai mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman utuh.
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar Internasional baik segi kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan (Mariska, dkk., 2004).
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ. Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik perlu ditambahkan karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi auksin yang biasa digunakan adalah 0,01 – 10 ppm
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar internasional baik segi kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada umumnya produksi bibit melalui teknik kultur jaringan memerlukan beberapa tahapan, yaitu tahap pertunasan, tahap elongasi, tahap pengakaran, dan tahap aklimatisasi. Pada setiap tahap diperlukan nisbah antara zat pengatur tumbuh sitokinin terhadap auksin yang berbeda. (George dan Sherington 1984; Hobir et al. 1993). Pada tahap multiplikasi tunas, zat pengatur tumbuh sitokinin lebih banyak berperan dibandingkan dengan auksin. Sebaliknya untuk memicu terjadinya inisiasi dan proliferasi akar, maka akan lebih banyak ditekankan pada penggunaan zat pengatur tumbuh auksin (Mariska, dkk., 2004).
Dalam kultur in vitro laju regenerasi jaringan dapat ditingkatkan melalui pengaturan formulasi media. Daya regenerasi yang tinggi pada tahap pertunasan sangat diperlukan dalam teknik perbanyakan in vitro. Berdasarkan jumlah kelipatan tunas (multiplikasi) yang dapat dihasilkan dari setiap periode subkultur, jumlah planlet yang dapat dihasilkan pada satuan waktu tertentu dapat diperkirakan (Pennell 1987). Selanjutnya dikatakan bahwa semakin banyak dan semakin cepat tunas dihasilkan maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang dapat dicapai
Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA). Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi (Mariska, dkk., 2004).
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus salah satunya adalah kinetin yang dapat merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas. Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan kalus, maka dalam media tanam perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi kedua zat ini mempengaruhi pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan dan organ. Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau organogenesis (Wulandari, dkk., 2004)
Produksi bibit atau benih merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengembangan suatu jenis tanaman. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan pemulia tanaman jumlahnya terbatas, sedangkan bibit tanaman yang dibutuhkan petani jumlahnya sangat banyak. Dengan demikian, sejak suatu varietas dilepas sampai varietas tersebut dapat ditanam petani waktunya cukup lama. Untuk pengadaan bibit secara besar-besaran dalam waktu yang singkat akan sulit dicapai dengan pemakaian teknik konvensional biasa. Untuk itu, diperlukan cara dan metode baru yang dapat mengatasi masalah yang ada dalam peningkatan efisiensi produksi tanaman. Salah satu teknologi alternatif yang banyak digunakan saat ini adalah teknologi kultur jaringan.
Dalam memproduksi tanaman kultur jaringan tahapan yang paling akhir dilakukan aklimatisasi tanamn kentang. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. 



BAB III

METODOLOGI


3.1 Bahan dan Alat                          
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: stek mikro tanaman kentang yang telah berakar sepanjang 1-2 cm. Bahan kimia yang diperlikan adalah pasir, tanah, pupuk NPK, larutan hara Murashige and Skoog (MS), dan pestisida (Agrept, Benlate). Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi pinset panjang, polibag, ember, aqua cup, pisau kecil, dan timbangan.

3.2 Cara Kerja
  1. Mengeluarkan stek mikro yang telah berakar dari botol dengan menggunakan pinset panjang.
  2. Membersihkan sisa agar dengan hati-hati agar tidak ada akar yang terputus dengan cara mencuci akar tersebut di air.
  3. menyiapkan aqua cup berisi media steril campuran tanah dan pupuk kandang dengan prbandingan 1:1 (w\w). dilubangi dasar aqua cup dengan paku kecil.
  4. menyiapkan larutan media MS dengan menimbang unsure hara makro dan unsure hara mikro MS. Diencerkan larutan MS dimaksud 10 x.
  5. siram media di aqua bcup dengan unsure hara MS hingga mencapai kapasitas lapang.
  6. menutup aqua cup yang berisi stek mikro dengan aqua cup yang lain. Merapatkan dua mulut aqua cup dengan stepler dan selotip.
  7. menempatkan tanamn di bawah rumah kaca dengan tingkat naungan 50%.
  8. pada hari ke-7, dibuat satu lubang di aqua cup penutup. Pada hari ke-10, dibuat satu lubang di aqua cup penutup.
  9. siapkan larutan garam media MS dengan factor pengeceran 20x
  10. menyiram tanaman tiap 2 hari dengan larutan garam MS berkekuatan 1/20x hingga tanaman berumur 21 hari.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1  Hasil Pegamatan
Data Tabel Hasil Pengamatan Aklimatisasi Kentang (Solanum tuberosum)
Peubah
Minggu Setelah Tanam (MST)
I
II
III
IV
Jumlah daun
Terbentuk akar
Tinggi tanaman
Jumlah umbi
Diameter umbi
Bobot basah umbi
0
0
0
0
0
0
Tanaman mati dan media terkontaminasi
Tanaman mati dan media terkontaminasi

Tanggal penanaman                : 12 Desember 2008
Pengamatan pertama tanggal 19 des 2008.
Pengamatan ke dua tanggal 7 Januari 2009

4.2  Pembahasan
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Dalam memproduksi tanaman kultur jaringan tahapan yang paling akhir dilakukan aklimatisasi tanamn kentang. Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Pada kegiatan ini banyak hal yang sangat menentukan keberhasilan dari aklimatisasi suatu tanaman yang paling utama adalah perawatan. Aspek ini sangat penting karena dengan perawatan yang intesif maka kita akan mengetahui kondisi yang sesuai untuk tanaman yang kita aklimatisasikan, selain itu dengan perawatan yang baik maka tanaman aklimatisasi akan terjaga dan tidak kuatir serangan hama dan penyakit atau kekurangan hara.
Selain itu kita juga harus mengetahui media apa yang sesuai untuk tanaman yang kita aklimatisasikan, karena media juga sangat berperan dalam mensuplai hara atau udara. Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah harganya. Untuk pertumbuhan tanaman kentang, kemasaman media (pH) yang baik berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Karena begitu pentingnya media ini maka kita harus memperhatikan bahan ini.
Dari pengamatan yang telah dilakuakan didapat hasil yaitu bahwa pada planlet yang dipotong-potong dan sebelum di tanaman di media pasir direndam terlebih dahulu dengan larutan B. Pada pengamatan minggu pertama tanaman masih hijau tidak tumbuh tunas maupun akar. Tanaman yang hidup hanya 4 dan yang satunya mati. Pada pengamatan selanjutnya yaitu pada minggu ke-3 setelah tanam potongan planlet tersebut mati dan terkontaminasi oleh jamur, dan cuma satu yang hidup. Tanaman yang hidup akarnya tumbuh dan banyak, sedangkan tunas tidak terbentuk. Kematian tanaman disebabkan oleh tanaman tersebut sudah dari awal sebelum diaklimatisasi sudah terkontaminasi dengam jamur, sehingga tumbuhnya tidak optimal, dan akhirnya terkontaminasi. Tanaman yang hidup tersebut menggambarkan bahwa sebelum ditama di media pasir direndam dengan larutan NAA dari golongan auksi. Seperti yang kita ketahui bahwa auksin bekerja memacu pembentukan akar/kalus. Berbeda halnya dengan kinetin yang merupakan golongan dari sitokinin, yang fungsinya berkebalikan dengan kerja auksi, yaitu memacu pertumbuhan tunas.






BAB V

PENUTUP


5.1  KESIMPULAN
J  Larutan yang digunakan sebelum penanaman adalah NAA golonga auksin. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan kalus/akar dan tunas tidak terbentuk.
J  Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini yaitu auksi dan sitokinin sering mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau organogenesis
J  Media harus benar-benar steril. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung dan eksplan kita akan terkontaminasi.








1 Responses to “TEKNIK KULTUR JARINGAN”

Unknown mengatakan...
25 Januari 2017 pukul 23.07

sudah pernah praktek sampai lahan belum mas


Posting Komentar