Kamis, 22 Desember 2011
PENERAPAN PERTANIAN BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
Do you like this story?
PENERAPAN PERTANIAN BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN
PANGAN
PENERAPAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN
UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
Latar Belakang Masalah
Pendekatan dan praktek pertanian konvensional yang dilaksanakan di
sebagian besar negara maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia
merupakan praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial
dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi
teknologi, penanaman benih/varietas tanaman unggul secara seragam spasial dan
temporal, serta ketergantungan pada masukan produksi dari luar yang boros
energi tak terbarukan, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia (pupuk dan
pestisida), dan alat mesin pertanian. Secara teoritis dan perhitungan ekonomi
penerapan pertanian konvensional dianggap sebagai alternatif teknologi yang
tepat untuk menyelesaikan masalah kekurangan pangan dan gizi serta ketahanan pangan
yang dihadapi penduduk dunia.
Setelah sekitar setengah abad kita menerapkan dan mengembangkan
pertanian konvensional, sederetan daftar panjang dampak negatif telah
dilaporkan dan dikemukakan oleh berbagai lembaga, peneliti dan perseorangan
pada aras internasional, nasional dan lokal. Berbagai dampak ekologi, ekonomi,
sosial, budaya dan kesehatan masyarakat semakin meragukan masyarakat dunia akan
keberlanjutan ekosistem pertanian dalam menopang kehidupan manusia pada masa
mendatang. Pendekatan pragmatis peningkatan produksi pangan jangka pendek
cenderung mendorong dan meningkatkan praktek pengurasan dan eksploitasi
sumberdaya alam secara besar-besaran dan terus menerus sehingga mengakibatkan
semakin menurunnya daya dukung lingkungan pertanian dalam menyangga
kegiatan-kegiatan pertanian.
Bila kebijakan dan praktek pertanian yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan petani yang masih bertumpu pada kebijakan dan praktek
konvensional, akan membahayakan masa depan petani, lingkungan pertanian,
masyarakat, bangsa negara serta dunia. Kebijakan dan praktek pertanian
konvensional harus diubah menjadi kebijakan dan praktek pertanian berkelanjutan
yang bertujuan memenuhi kebutuhan produk pertanian dan pangan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan produk pertanian dan pangan generasi masa
mendatang.
Dampak Pertanian Konvensional
Beberapa dampak samping pendekatan dan penerapan pertanian
konvensional antara lain:
·
Peningkatan
erosi permukaan, banjir dan tanah longsor.
·
Penurunan
kesuburan tanah.
·
Kehilangan
bahan organik tanah.
·
Salinasi
air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah.
·
Peningkatan
pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida,
limbah domestic.
·
Eutrifikasi
badan air.
·
Residu
pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di lingkungan dan makanan yang
mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar.
·
Pemerosotan
keanekaragaman hayati pertanian, hilangnya kearifan tradisional dan budaya
tanaman local.
·
Kontribusi
dalam proses pemanasan global.
·
Peningkatan
pengangguran.
·
Penurunan
lapangan kerja, peningkatan kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di
pedesaan.
·
Peningkatan
kemiskinan dan malnutrisi di pedesaan.
·
Ketergantungan
petani pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia.
Penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap permulaan mampu
meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian
efisiensi produksi semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak
samping yang merugikan. Bila kita terapkan prinsip ekonomi lingkungan dengan
menginternalisasikan biaya lingkungan dalam perhitungan neraca ekonomi suatu
usaha dan program pembangunan pertanian maka yang diperoleh pengusaha dan
negara adalah kerugian besar. Perhitungan GNP dan GDP yang dilakukan Pemerintah
saat ini sebenarnya tidak realistis. Sayangnya biaya lingkungan jarang
dimasukkan sepenuhnya dalam perhitungan neraca usaha dan pertumbuhn ekonomi
nasional.
Agenda 21 Komitmen Pertanian Berkelanjutan
Dadar akan dampak samping Pertanian Konvensional masyarakat
lingkungan global sudah lama menyepakati penerapan dan pengembangan konsep
Pertanian Berkelanjutan atau Sustainable Development sebagai realisasi
Pembangunan Berkelanjutan pada sektor Pertanian dan Pangan. Agenda 21 merupakan
agenda berbagai program aksi pembangunan berkelanjutan yang disepakati oleh
para pemimpin dunia di KTT Bumi Rio de Janeiro tahun 1992. Chapter 14 Agenda 21
berjudul Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) merinci
berbagai konsep dan program aksi Pertanian Berkelanjutan yang perlu dilaksanakan
oleh semua negara .
Menurut Agenda 21 konsep keberlanjutan merupakan konsep yang
multidimensional termasuk didalamnya pencapaian tujuan ekologi, sosial dan
ekonomi. Antara 3 dimensi ini terdapat kaitan dan ketergantungan yang sangat
erat. Penguatan kelayakan dan kehidupan ekonomi di pedesaan merupakan dasar
untuk penyediaan cara-cara untuk mempertahankan fungsi sosial dan lingkungan
mereka. Menjaga kualitas lingkungan juga merupakan prasyarat atau prakondisi
yang diperlukan bagi pengembangan potensi ekonomi jangka panjang di pedesaan.
Integritas ekologi dan nilai lansekap pedesaan dapat merupakan daerah pedesaan
sebagai kawasan wisata dan tempat hidup yang tenang dan menyenangkan sehingg
dapat menarik investor untuk menanamkan modal.
Keberlanjutan pembangunan merupakan keberlanjutan peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat/penduduk tempat mereka berada dan hidup termasuk dalamnya ketersediaan berbagai jenis pangan yang cukup dan bermutu. Ketahanan pangan harus dilihat dari konteks peningkatan kualitas hidup penduduk dan lingkungan hidup di pedesaan. Pearce et al. (1994) menyatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) mempunyai makna dan tujuan yang lebih luas daripada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainable economic growth.
Tujuan-tujuan ekonomi, sosial dan ekonomi pada tingkat tertentu dapat bersinergi. Namun pada kondisi-kondisi tertentu di lapangan, ketiga-tiganya dapat saling bersaing dan kurang saling mendukung. Apabila hal ini terjadi, konsep keberlanjutan mengarah pada diperlukannya keseimbangan yang benar antara 3 dimensi tersebut. Pilihan-pilihan kebijakan perlu ditetapkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan masing-masing dimensi yang saling berkaitan.
Keberlanjutan pembangunan merupakan keberlanjutan peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat/penduduk tempat mereka berada dan hidup termasuk dalamnya ketersediaan berbagai jenis pangan yang cukup dan bermutu. Ketahanan pangan harus dilihat dari konteks peningkatan kualitas hidup penduduk dan lingkungan hidup di pedesaan. Pearce et al. (1994) menyatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) mempunyai makna dan tujuan yang lebih luas daripada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainable economic growth.
Tujuan-tujuan ekonomi, sosial dan ekonomi pada tingkat tertentu dapat bersinergi. Namun pada kondisi-kondisi tertentu di lapangan, ketiga-tiganya dapat saling bersaing dan kurang saling mendukung. Apabila hal ini terjadi, konsep keberlanjutan mengarah pada diperlukannya keseimbangan yang benar antara 3 dimensi tersebut. Pilihan-pilihan kebijakan perlu ditetapkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan masing-masing dimensi yang saling berkaitan.
Pada tahun 2002, sepuluh tahun setelah KTT Bumi Rio kembali
pemimpin-pemimpin dunia menghadiri KTT Bumi-10 di Johannesburg untuk
mengevaluasi pelaksanaan Agenda 21. Hasil evaluasi FAO terhadap pelaksanaan
Agenda 21 tentang SARD, memperlihatkan banyak negara (termasuk Indonesia) yang
belum melaksanakan berbagai kebijakan dan program SARD yang telah disepakati
dan ditandatangani di Rio tahun 1992.
Sebagai kesimpulan KTT Bumi-10 tetap sepakat bahwa Agenda 21 tetap valid dan relevan dilaksanakan sebagai agenda dunia pembangunan berkelanjutan pada era milenium ini. KTT Johannesburg menghasilkan Deklarasi dan Rencana Implementasi Johannesburg yang memberi penguatan pada program-program strategis (Agenda 21) dari deklarasi-deklarasi sebelumnya. KTT mengakui keterkaitan Pembangunan Berkelanjutan dengan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perdagangan global, teknologi informasi dan yang lain melalui Millenium Development Goals (MDGs). Lembaga-lembaga dunia telah menetapkan bahwa pada tahun 2015 dunia harus sudah bebas dari kelaparan dan kekurangan pangan.
Sebagai kesimpulan KTT Bumi-10 tetap sepakat bahwa Agenda 21 tetap valid dan relevan dilaksanakan sebagai agenda dunia pembangunan berkelanjutan pada era milenium ini. KTT Johannesburg menghasilkan Deklarasi dan Rencana Implementasi Johannesburg yang memberi penguatan pada program-program strategis (Agenda 21) dari deklarasi-deklarasi sebelumnya. KTT mengakui keterkaitan Pembangunan Berkelanjutan dengan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perdagangan global, teknologi informasi dan yang lain melalui Millenium Development Goals (MDGs). Lembaga-lembaga dunia telah menetapkan bahwa pada tahun 2015 dunia harus sudah bebas dari kelaparan dan kekurangan pangan.
Pengertian Pertanian Berkelanjutan
Banyak definisi mengenai Pertanian Berkelanjutan dikemukakan oleh
lembaga, pakar atau persorangan. Menurut FAO yang disebut Pertanian
Berkelanjutan adalah setiap prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang
bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara lingkungan dapat
dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara
sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan dengan
pendekatan holistik. Menurut Thrupp (1996) Pertanian Berkelanjutan sebagai
praktek-praktek pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi
menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung-jawabkan yang secara
skematis digambarkan oleh Gambar 1. Pertanian Berkelanjutan merupakan sistem
usaha tani yang mampu mempertahankan produktivitas, dan kemanfaatannya bagi
masyarakat dalam waktu yang tidak terbatas. Sistem demikian harus dapat mengkonservasikan
sumberdaya, secara sosial didukung, secara ekonomi bersaing, dan secara
lingkungan dapat dipertanggungjawabkan.
Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO Agricultural Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian, struktur dan prosesnya untuk memperkuat/ dan memberikan sokongan pada produksi pangan dan keamanan pangan. (Ukabc, 2007) Ekosistem dengan kenekaragaman tinggi lebih stabil dan tahan gocangan, risiko terjadinya kerugian finansial lebih kecil, dapat mengurangi dampak bencana kekeringan dan banjir, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan kendala alam lainnya. Diversifikasi juga dapat mengurangi cekaman ekonomi akibat peningkatan harga pupuk, pestisida dan input-input produksi lainnya. Ketahanan Pangan merupakan salah satu tujuan utama Pertanian Berkelanjutan.
Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO Agricultural Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian, struktur dan prosesnya untuk memperkuat/ dan memberikan sokongan pada produksi pangan dan keamanan pangan. (Ukabc, 2007) Ekosistem dengan kenekaragaman tinggi lebih stabil dan tahan gocangan, risiko terjadinya kerugian finansial lebih kecil, dapat mengurangi dampak bencana kekeringan dan banjir, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan kendala alam lainnya. Diversifikasi juga dapat mengurangi cekaman ekonomi akibat peningkatan harga pupuk, pestisida dan input-input produksi lainnya. Ketahanan Pangan merupakan salah satu tujuan utama Pertanian Berkelanjutan.
Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan
Secara konseptual maupun historikal konsep Ketahanan Pangan
merupakan bagian utama konsep Pertanian Berkelanjutan. Agenda 21 menyatakan
bahwa Tujuan utama program Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan
(SARD) adalah meningkatkan produksi pangan dengan cara yang berkelanjutan serta
memperkuat ketahanan pangan. Dalam Pertanian Berkelanjutan peningkatan produksi
pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dilaksanakan secara berkelanjutan
dengan dampak yang seminimal mungkin bagi lingkungan hidup, kesehatan
masyarakat serta kualitas hidup penduduk di pedesaan. Program ini meliputi
berbagai kegiatan mulai dari prakarsa pendidikan, pemanfaatan insentif ekonomi,
pengembangan teknologi yang tepat guna hingga dapat menjamin persediaan pangan
yang cukup dan bergizi, akses kelompok-kelompok rawan terhadap persediaan
pangan tersebut, produksi untuk dilempar ke pasar, peningkatan pekerjaan dan
penciptaan penghasilan untuk mengentaskan kemiskinan, serta pengelolaan
sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan.
Peningkatan produksi pangan harus dilakukan dengan cara-cara yang
berkelanjutan tidak mengurangi dan merusak kesuburan tanah, tidak meningkatkan
erosi, dan meminimalkan penggunaan dan ketergantungan pada sumberdaya alam yang
tidak terbarukan, mendukung kehidupan masyarakat pedesaan yang berkeadilan,
meningkatkan kesempatan kerja serta menyediakan kehidupan masyarakat yang layak
dan sejahtera, mengurangi kemiskinan dan kekurangan gizi, tidak membahayakan
kesehatan masyarakat yang bekerja atau hidup di lahan pertanian, dan juga
kesehatan konsumen produk-produk pertanian yang dihasilkan, melestarikan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lahan pertanian dan pedesaan serta
selalu melestarikan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, memberdayakan
dan memandirikan petani dalam mengambil keputusan pengelolaan lahan dan usaha
taninya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sendiri, memanfaatkan dan
melestarikan sumber daya lokal dan kearifan masyarakat tradisional dalam mengelola
sumber daya alam.
Pendekatan Lintas Sektor
Secara eksplisit dan legal, kebijakan dan keputusan politik
Pemerintah c.q. Departemen Pertanian mengenai Pertanian Berkelanjutan belum
jelas dan tegas. Berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang telah diputuskan
dan dijadwalkan oleh Agenda 21 tidak banyak yang kita laksanakan di lapangan.
Penyebab utama adalah penerapan pendekatan sektoral yang sampai saat ini masih
diikuti dan diterapkan secara ketat oleh jajaran birokrasi Pemerintah dan
lembaga-lembaga non pemerintah. Pendekatan parsial atau fraksional yang
menyederhanakan masalah selalu kita lakukan dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang timbul, termasuk masalah lingkungan hidup yang sangat
kompleks dan multidimensi.
Agenda 21 dianggap sebagai agenda pembangunan lingkungan hidup
maka yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Agenda 21 adalah Kementerian
Lingkungan Hidup bukan Departemen Pertanian dan departemen-departemen lainnya.
Pendekatan yang egosektoral tersebut yang mengakibatkan banyak komitmen
Indonesia pada banyak konvensi dan kesepakatan internasional tidak dapat
dilaksanakan secara penuh di lapangan. Pendekatan egosektoral tersebut juga
yang menyebabkan dalam era persaingan global saat ini, Indonesia selalu
ketinggalan dan belum memperlihatkan komitmen tinggi terhadap berbagai
kesepakatan global. Konsep Pembangunan Berkelanjutan termasuk Pertanian
Berkelanjutan mengharuskan kita meninggalkan pendekatan egosektoral serta
menerapkan dan mengembangkan pendekatan terpadu, lintas sektoral dan lintas
disiplin ilmu.
Seandainya Indonesia sesuai dengan komitmennya melaksanakan semua rekomendasi, kegiatan dan agenda yang ditetapkan oleh Agenda 21 tahun 1992, kemungkinan besar berbagai carut marut produksi pangan dan ketahanan pangan yang kita alami saat ini tidak terjadi. Disarankan agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan pertanian lainnya (industri, swasta, petani, NGO, akademisi, peneliti, dll) mempelajari kembali Agenda 21 khususnya Chapter 14 tentang SARD serta menyepakati untuk segera memperbarui komitmen kita melaksanakan semua kebijakan dan program SARD pada semua aras keputusan, mulai dari tataran kebijakan sampai tataran pelaksanaan lapangan.
Seandainya Indonesia sesuai dengan komitmennya melaksanakan semua rekomendasi, kegiatan dan agenda yang ditetapkan oleh Agenda 21 tahun 1992, kemungkinan besar berbagai carut marut produksi pangan dan ketahanan pangan yang kita alami saat ini tidak terjadi. Disarankan agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan pertanian lainnya (industri, swasta, petani, NGO, akademisi, peneliti, dll) mempelajari kembali Agenda 21 khususnya Chapter 14 tentang SARD serta menyepakati untuk segera memperbarui komitmen kita melaksanakan semua kebijakan dan program SARD pada semua aras keputusan, mulai dari tataran kebijakan sampai tataran pelaksanaan lapangan.
Departemen Pertanian dan
Pangan
Tebalnya dinding-dinding sektor pertanian dan ketahanan pangan
khususnya diurusi oleh banyak sektor dan subsektor atau oleh beberapa
departemen dan lembaga non departemen, semakin menyulitkan koordinasi dan
keterpaduan. Sistem pengelolaan ketahanan pangan menjadi tidak efektif dan efisien,
banyak pemborosan, tumpang tindih dan ketidak-paduan. Departemen Pertanian saat
ini tugas utamanya terutama dalam peningkatan produksi tanaman pangan on farm
namun urusan penyediaan dan distribusi pangan dilaksanakan oleh lembaga lain
(Bulog). Urusan perdagangan domestik dan internasional dilaksanakan oleh
Departemen Perdagangan. Masalah pencemaran lingkungan pertanian merupakan
urusan Kementerian LH, masalah mutu dan keamanan pangan sebagian diurui oleh
Badan POM dan masih banyak kasus ketidakpaduan lainnya.
Pertanian dan pangan sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga diusulkan untuk waktu mendatang kedua bidang atau urusan tersebut dikelola oleh satu lembaga Pemerintah, baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Di tingkat pusat lembaga tersebut adalah Departemen Pertanian dan Pangan atau Departemen Pangan dan Pertanian . Di tingkat daerah adalah Dinas Pertanian dan Pangan atau Dinas Pangan dan Pertanian .. Lembaga ini yang mengurusi pertanian dan pangan sejak dari hulu sampai hilir, dari penyiapan lahan sampai pengolahan dan pemasaran dan perdagangn hasil pertanian.
Pertanian dan pangan sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga diusulkan untuk waktu mendatang kedua bidang atau urusan tersebut dikelola oleh satu lembaga Pemerintah, baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Di tingkat pusat lembaga tersebut adalah Departemen Pertanian dan Pangan atau Departemen Pangan dan Pertanian . Di tingkat daerah adalah Dinas Pertanian dan Pangan atau Dinas Pangan dan Pertanian .. Lembaga ini yang mengurusi pertanian dan pangan sejak dari hulu sampai hilir, dari penyiapan lahan sampai pengolahan dan pemasaran dan perdagangn hasil pertanian.
Ketahanan Pangan Lokal
Indonesia dikaruniai Tuhan dengan keanekaragaman hayati,
ekosistem, budaya yang sangat tinggi, satu lokasi berbeda dari lokasi-lokasi
lainnya. Kemampuan dan keberadaan biodiversitas pertanian lokal harus
dimanfaatkan dan dikembangkan guna meningkatkan dan mempertahankan ketahanan
pangan dari aras lokal, daerah dan nasional. Penyeragaman kebijakan,
rekomendasi dan praktek pertanian konvensional yang diberlakukan untuk semua
kondisi lokal tidak tepat untuk mendukung peningkatan kualitas hidup
masyarakat, termasuk peningkatan ketahanan pangan. Teknologi pertanian yang
diterapkan harus disesuaikan dengan kemampuan kondisi lokal dalam menopang
penerapan suatu teknologi. Berbagai teknologi dan kearifan lokal yang
dikembangkan dan diterapkan masyarakat lokal termasuk dalam meningkatkan
produksi dan kualitas pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki kualitasnya.
Bila setiap masyarakat lokal dapat meningkatkan ketahanan pangannya sesuai
dengan kondisinya masing-masing, secara agregatif ketahanan pangan nasional
yang lebih mantap dan berjangka panjang akan tercapai.
Untuk itu diperlukan kemauan politik dan komitmen pemerintah yang kuat terhadap penerapan konsep pertanian berkelanjutan. Sektor pertanian seharusnya menjadi sektor andalan pembangunan di Indonesia mengingat lebih dari 60% penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan bergantung dari sektor pertanian. Seharusnya dunia Industri yang mendukung konsep pembangunan pertanian secara berkelanjutan sesuai dengan karakternya yang beranekaragam, bukan sebaliknya pembangunan pertanian yang mengikuti pendekatan industrial yang cenderung pada keseragaman dan efisiensi produksi.
Untuk itu diperlukan kemauan politik dan komitmen pemerintah yang kuat terhadap penerapan konsep pertanian berkelanjutan. Sektor pertanian seharusnya menjadi sektor andalan pembangunan di Indonesia mengingat lebih dari 60% penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan bergantung dari sektor pertanian. Seharusnya dunia Industri yang mendukung konsep pembangunan pertanian secara berkelanjutan sesuai dengan karakternya yang beranekaragam, bukan sebaliknya pembangunan pertanian yang mengikuti pendekatan industrial yang cenderung pada keseragaman dan efisiensi produksi.
Pemberdayaan Petani
Petani yang seharusnya menjadi pelaksana dan subyek utama
pembangunan pertanian di Indonesia saat ini sedang dalam keadaan yang tidak
berdaya, tidak mandiri dan sangat tergantung pada pihak-pihak lain.
Ketergantungan mereka terutama dengan program dan bantuan Pemerintah, dengan
dunia swasta dalam memperoleh input produksi seperti benih, pupuk dan
pestisida, dengan para tengkulak dalam penyediaan uang tunai. Mereka tidak
mampu menentukan apa yang harus mereka lakukan. Program-program pemerintah
pusat dan pemerintah daerah cenderung semakin meningkatkan ketergantungan
mereka pada pemerintah. Karena ketergantungan dan ketidakberdayaan tersebut
berbagai potensi manusiawi petani seperti inisiatif, kreativitas, inovasi,
kearifan lokal menjadi semakin menghilang dan tidak berkembang. Berbagai
kendala dan keterbatasan yang ada pada petani kita seperti, kualitas SDM,
kepemilikan lahan dan modal, akses terhadap pasar dan informasi mengakibatkan
petani tetap dalam posisi menjadi obyek pembangunan bukan sebagai subyek dan penentu
pembangunan pertanian.
Semua pihak terutama Pemerintah dan dunia swasta agar menerima,
mengakui, menghargai dan memfasilitasi hak petani untuk mandiri dan berdaya
dalam mengambil keputusannya sendiri. Merekalah yang paling tahu apa yang
diperlukan dan paling baik dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup mereka dalam kondisi sosial budayanya masing-masing.. Tentang
program pemberdayaan petani di pedesaan Agenda 21 membuat Bab khusus yaitu
Chapter 32 dengan judul " Strengthening the role of farmers"
atau Memperkuat Peran Petani.
Petani melalui berbagai organisasi swadaya petani menuntut agar
mereka ikut serta dalam setiap pengambilan keputusan tentang bagaimana tanaman
pangan dibudidayakan, diolah, diperdagangkan dan bagaimana manfaat yang
diperoleh dari sistem pangan dunia/nasional/lokal dapat di bagikan secara adil.
Kecenderungan dan keinginan kelompok-kelompok petani mandiri seluruh dunia
(termasuk Indonesia) tersebut bertujuan untuk mengubah konsep Ketahanan Pangan
(Food Security) yang dianggap berorientasi pada kepentingan pemerintah
menjadi konsep Kedaulatan Pangan (Food Sovereignity) perlu ditanggapi
Pemerintah secara arif bijaksana.
Permasalahan yang kita hadapi sekarang masih sangat sedikit petani
Indonesia yang telah sadar dan mampu menuntut hak kedaulatan pangan yang mereka
inginkan. Sebagian besar petani pangan masih terkukung dan tercekam dlam
ketidakberdayaannya sehingga mereka hanya menunggu uluran dan inisiatif
pihak-pihak lain terutama pemerintah. Merka tidak mampu keluar dari cekaman
ketidakberdayaan tersebut atas usahanya sendiri.
Pemerintah dan pihak-pihak lain termasuk pihak swasta dan Perguruan Tinggi perlu membantu dan memfasilitasi usaha-usaha untuk mendorong kemandirian petani dan kelompok tani dengan metode pendidikan dan pelatihan petani yang sesuai dan efektif. Dari pengalaman Indonesia dan negara-negara berkembang lain dalam melaksanakan pelatihan petani secara partisipatori melalui sistem Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang benar, maka kemandirian, profesionalisme dan kepercayaan diri petani dapat dihidupkan dan dikembangkan kembali. Dengan petani yang mandiri dan profesional serta berani mengambil keputusan dalam menerapkan konsep Pertanian Berkelanjutan, ketahanan pangan lokal dan nasional yang mapan dan berlanjut dapat dicapai.
Pemerintah dan pihak-pihak lain termasuk pihak swasta dan Perguruan Tinggi perlu membantu dan memfasilitasi usaha-usaha untuk mendorong kemandirian petani dan kelompok tani dengan metode pendidikan dan pelatihan petani yang sesuai dan efektif. Dari pengalaman Indonesia dan negara-negara berkembang lain dalam melaksanakan pelatihan petani secara partisipatori melalui sistem Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang benar, maka kemandirian, profesionalisme dan kepercayaan diri petani dapat dihidupkan dan dikembangkan kembali. Dengan petani yang mandiri dan profesional serta berani mengambil keputusan dalam menerapkan konsep Pertanian Berkelanjutan, ketahanan pangan lokal dan nasional yang mapan dan berlanjut dapat dicapai.
Kesimpulan dan Saran
- Praktek
pertanian konvensional yang boros energi tak terbarukan di samping
membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat juga tidak mencapai
sasaran ketahanan pangan secara mantap dan berlanjut.
- Pertanian
Berkelanjutan adalah pertanian yang layak ekonomi, secara lingkungan dapat
dipertanggungjawabkan, secara sosial diterima, berkeadilan, dan secara
sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan secara
holistik.
- Ketahanan Pangan
yang berkelanjutan merupakan tujuan utama Pembangunan Berkelanjutan.
Ketahanan pangan dengan memanfaatkan keanekaragaman pertanian lokal akan
membentuk ketahanan pangan nasional yang mantap dan berjangka panjang.
- Indonesia
seharusnya konsisten dengan komitmennya dalam melasanakan semua program
yang terinci dalam dokumen Agenda 21, termasuk tentang Pertanian
Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan.
- Untuk mengurangi
ketidakpaduan antar sektor yang menangani pertanian dan pangan diusulkan
pembentukan Departemen Pertanian dan Pangan.
- Semua pihak
terkait agar memberikan perhatian, dukungan dan dorongan dalam usaha
pemberdayaan petani serta menempatkan posisi mereka sama dan sejajar
dengan pihak-pihak lain, sebagai pelaksana dan penentu keputusan program
peningkatan produksi pertanian termasuk ketahanan pangan.
Daftar Acuan
United Nations, 1997. Earth Summit Agenda 21. The United Nations
Programme of Action from Rio. 297 pp.
Pierce,D.A., Markandya and E.B. Barbier, 1994. Blueprint for a
Green Economy/ Earthscan Publ.Ltd. London, 192 pp.
Thrupp, L.A. (ed),1996. New Partnerships for Sustainable
Agriculture. World Resource Institute New York. 136 pp.
UKabc, 2007. Agricultural Biodeiversity for Food and Livelihood
Security and Food Sovereignity, Didownload dari http://www.ukabc.org/ pada
4/10/2007.
This post was written by: Franklin Manuel
Franklin Manuel is a professional blogger, web designer and front end web developer. Follow him on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “PENERAPAN PERTANIAN BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN”
Posting Komentar