Selasa, 19 November 2013


TANAH 

            Tanah merupakan suatu hasil proses alam yang terdiri dari fase padat, cair dan gas dengan ketebalan bervariasi dari beberapa cm hingga beberapa m yang menyelimuti  permukaan bumi. Tanah juga merupakan sumberdaya alam yang berperan  sangat  penting bagi kehidupan manusia seperti  tempat berpijak, mendirikan bangunan serta memenuhi berbagai kebutuhan manusia seperti misalnya kebutuhan yang berasal dari flora  dan fauna  yang hidup diatasnya untuk memenuhi kebuhuan pangan, sandang, bahan baku industri, obat-obatan,  perumahan, dll.  Hingga saat ini belum ada sumberdaya alam selain tanah  yang mampu menggantikan fungsi  tanah dalam menghasilkan kebutuhan manusia yang berasal dari tanah.
            Tanah yang menutupi permukaan bumi kita ini mempunyai tingkat kemampuan yang tidak sama untuk  dikembangkan  sebagai lahan  pertanian. Tingkat kemampuan ini dipengaruhi  oleh banyak faktor antara lain : sifat fisik tanah (tekstur, ketebalan solum, keadaan batuan),  kondisi  topografi (kemiringan lereng, panjang lereng), drainase, keadaan genangan air, dan bahaya banjir. 
Setiap jenis penggunaan tanah harus sesuai dengan tingkat kemampuannya,  dan dalam pengelolaannya tanah harus diperlakukan sesuai dengan syarat-syarat dan cara-cara tertentu  yang diperlukan agar tanah tidak cepat menjadi rusak.  Faktor-faktor yang sering  menimbulkan kerusakan tanah adalah akibat erosi,  pengurasan zat hara dizone perakaran karena terangkut panen,  berkurangnya tingkat kandungan bahan organik dalam tanah karena tidak adanya pengembalian bahan organik ke dalam tanah, dan akumulasi senyawa-senyawa kimia yang besifat beracun dalam tanah.
 Di Indonesia,  akibat  ketidakmengertian ataupun kelalaian  manusia dimasa lampau, jika  dilihat dari segi penggunaan dan pengeloaan tanah tanpa  memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas telah mengakibatkan timbulnya kerusakan tanah dan berkembangnya  lahan kritis yang cukup serius.  Pada tahun 1980,  luas lahan kritis di Indonesia diperkirakan  telah mencapai 39 juta ha dari 190 juta ha luas daratan Indonesia dan diperkirakan laju pertambahannya 1-2 % setiap tahunnya (Arsyad, 1985). 
 Jika diperhatikan faktor pembatas atau penghambat tersebut di atas, maka luas  lahan  yang potensial untuk dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian di permukaan bumi kita ini sangat terbatas  artinya luas lahan yang tidak potensial  jauh melebihi jumlah luas lahan yang potensial.   Jika   tanah   yang  potensial ini   terus-menerus mero-sot kesuburannya akibat kesalahan dalam pengelolaannya,  tidak mustahil luasnya semakin berkurang  karena  berubah menjadi tanah yang tidak subur, tanah tandus, tanah terlantar, tanah kritis, kondisi ini pasti akan mengancam kehidupan manusia di atas permukaan bumi  kita ini. 
            Uraian dalam bab ini merupakan dasar pokok dalam mempelajari bab-bab selanjutnya  dan apabila  saudara sudah selesai  membaca  bab ini diharapkan saudara dapat “menjelaskan macam-macam kerusakan tanah dan faktor- faktor penyebabnya dengan baik”.

1.      1   Fungsi tanah
Tanah mempunyai fungsi yang berbeda-beda  tergantung latar belakang atau minat  orang yang memandangnya.  Seorang insinyur tambang, misalnya memandang tanah sebagai sesuatu  yang harus disingkirkan, disini mereka memandang tanah berfungsi sebagai suatu penghalang bagi mereka untuk mendapatkan hasil tambang yang mereka inginkan.  Seorang pembuat batu bata memandang tanah sebagai sesuatu yang bisa dipindahkan, dicampur  dengan air, diinjak hingga membentuk pasta lalu dicetak menjadi batu bata, tanah pasir tidak berarti bagi mereka, disini mereka memandang tanah berfungsi sebagai bahan baku pembuatan batu bata.  Seorang petani memandang tanah sebagai hamparan lahan yang dapat dibajak, dicangkul, dibalik, diinjak dan dapat ditanami dengan komoditas pertanian, jadi mereka memandang tanah berfungsi sebagai media produksi  pertanian dan lain sebagainya.  Ilmu tanah  memandang tanah melalui dua konsep (Arsyad, 1985), yaitu: 1) pedologi, 2) edaphologi,Purwowidodo (1991 dalam  Gusmara, 2002)  menambah satu konsep, yaitu : 3) ilmu tanah keteknikan (rekayasa). 
Pedologi merupakan kajian tanah yang memandang tanah sebagai  hasil proses bio-fisiko kimia yang   menyatakan bahwa tanah merupakan suatu tubuh alam  mandiri  mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan bahan induk yang ada dibawahnya. Pada dasarnya konsep ini tidak mengkaji fungsi tanah tetapi  memfokuskan dari sisi asalusul, proses pembentukan, isi kandungan, perkembangan dan  penyebarannya.Dari konsep ini timbul spesialis ilmu fisika, kimia, biologi, mineralogi, genesis dan klasifikasi tanah.
 Edaphologi merupakan kajian tanah yang memandang tanah sebagai habitat  flora dan fauna  dengan lima  fungsi utama  yaitu sebagai: sumber zat  hara   bagi   tanam
an,  tempat berdiri dan akar tanaman berjangkar,  gudang zat  hara dan air tersimpan,  penyedia zat hara dan air bagi tanaman,  tempat zat hara dan air ditambahkan. 
Ilmu tanah keteknikan (rekayasa) atau enginering soil science  memandang tanah dari  sisi aspek non pertanian.  Pakar tanah keteknikan memandang tanah sebagai bahan–bahan yang lepas yang berada di atas bahan induk dan mereka tertarik pada pengetahuan bagiamana tanah akan bereaksi sebagai bahan rekayasa jika diberi  beban.  Menurut pengertian ini tanah berfungsi sebagai prasarana fisik untuk menempatkan  bangunan. Tiga watak tanah yang menjadi perhatian mereka, yaitu : 1) ketahanan suatu massa tanah terhadap perubahan volume sebagai akibat perubahan beban, 2) kemampuan suatu massa tanah menahan gaya geser atau pemindahan lateral dalam keadaan terkena beban, dan 3) perubahan massa tanah jika terkena pengaruh perubahan volume dan ciri-ciri geseran, atau akibat adanya perubahan kadar air.  Watak lain yang lebih spesifik menjadi perhatian mereka adalah gradasi, kerapatan jenis, kelengasan, konsistensi, kerapatan massa, dan ketahanan tanah terhadap gaya penetrasi. 
            Pada pembahasan selanjutnya fungsi tanah yang akan  dibicarakan  dalam kaitannya dengan KTA  adalah konsep edaphologi yang memandang tanah berfungsi sebagai habitat bagi flora dan fauna.  Konsep ini dapat mengidentifikasi dan menjelaskan kenapa terjadi perbedaan produktivitas  dan kemampuan penggunaan tanah, mengembangkan cara-cara meningkatkan produktivitas tanah, memelihara kelestarian tanah dan memperbaiki tanah yang rusak. 

1.      2   Kerusakan tanah
Sebagimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tanah merupakan sumberdaya alam dapat  berfungsi sebagai habitat bagi flora dan fauna  dengan lima fungsi utama. Kelima fungsi tersebut bisa berkurang bahkan habis samasekali disebabkan kerusakan tanah.  Diantaranya ada yang mudah diperbaharui, semntara  yang lainnya sulit bahkan samasekali tidak dapat diperbaharui.  Kehilangan fungsi pertama karena kekurangan zat hara  dapat diatasi melalui pemupukan, namun hilangnya fungsi kedua memerlukan waktu yang lama, perlu waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk pemulihannya.  
Kerusakan tanah dapat digolongkan kedalam kerusakan secara fisik, kimia dan biologi.  Kerusakan secara fisik, yaitu :  kerusakan struktur,  pemadatan ; kerusakan kimia yaitu : kehilangan zat hara di zone perakaran,  terakumulasinya senyawa beracun; kerusakan  biologi : berkurangnya aktivitas biota tanah akibar berkurangnya bahan organik. 
Kerusakan struktur tanah dan pemadatan tanah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti curah hujan, hewan, mesin-mesin yang beroperasi di atas tanah, erosi, pengolahan tanah dan penggusuran tanah.  Pengaruh hujan biasanya hanya terbatas pada lapisan atas  dari profil tanah, sementara lapisan dibawahnya masih tetap pada tingkat kepadatan semula.  Kepadatan tanah yang disebabkan  oleh hewan dan mesin dapat menjangkau lapisan yang lebih dalam hingga kedalaman 40 cm (Hermawan, 2001).  Kepadatan yang disebabkan oleh erosi pada tanah yang dengan solum dangkal dan berlereng  menyebabkan lapisan top soil terkelupas, sementara lapisan  bahan induk terungkap
Dua faktor pengolahan tanah yang berpengaruh terhadap kerusakan tanah yaitu, frekuensi pengolahan tanah dan kedalaman pengolahan tanah.  Frekuensi pengolahan tanah yang terlalu sering menyebabkan  kerusakan struktur tanah dan aerasi tanah.  Pengolahan tanah terlalu dalam menyebabkan  pembalikan dan pencampuran tanah dengan tanah lapisan bawah (subsoil) yang tidak  subur.  Pada kebanyakan tanah yang belum terganggu, ketebalan top soil yang subur sekitar 7-20  cm  sehingga kedalaman olah tanah melebihi kedalaman top soil ini dapat mengganggu perkembangan perakaran.
 Cara lain kerusakan tanah secara fisik adalah disebabkan oleh  penggusuran tanah di lalan-lahan tambang dan sebagainya.  Massa tanah dalam jumlah besar dikeruk, didorong dan ditumpuk di atas top soil di lokasi sekitarnya, akibatnya top soil  di loksi  ini terkubur jauh di bagian bawah. Sementara  tanah bekas gusuran terkelupas menyisakan lapisan bahan induk bahkan mungkin batuan induk yang samasekali tidak subur dan secara  keseluruahn tanah menjadi sangat rusak.  Kerusakan ini terjadi dari berbagai sebab antara lain,  bercampuraduknya massa tanah menimbulkan berbagai kerusakan  fisik maupun  kimia,  terkuburnya lapisan top soil yang subur,  terinjak alat-alat berat yang beroperasi di atas tanah dan terungkapnya bahanan induk bahkan batuan induk kepermukaan.  Penggusuran  tanah ini  umumnya terjadi di lahan-lahan tambang khususnya tambang terbuka, separti tambang batubara, emas, tembaga dan sebagainya meliputi luasan ratusan bahkan ribuan kektar. 
 Kerusakan tanah secara kimia disebabkan hilangnya secara berlebihan satu atau berepa macam zat hara  di  zone perakaran dan akumulasi senyawa-senyawa beracun di lapisan permukaan tanah.  Hilangnya zat hara dalam jumlah yang berlebihan di zone perakaran disebabkan oleh  pencucian yang intensif didorong oleh perombakan bahan organik dan pelapukan mineral yang cepat di bawah kondisi iklim tropis yang basah dan lembab,  hilangnya zat hara karena terangkut melalui panen tanpa adanya upaya pengembaliannya, dan erosi yang dipicu oleh  pembakaran tumbuhan penutup tanah dan  hutan yang berkepanjangan dan kesalahan dalam penegelolaan lahan  pertanian mempercepat pencucian dan pemiskinan secara kimia. 
Akumulasi senyawa-senyawa beracun antara lain disebabkan terungkapnya liat masam kepermukaan sebagai akibat dari pengeringan rawa di daerah dengan kandungan  asam sulfat dan unsur Fe yang tinggi,  pencucian basa-basa secara intensif dibawah kondisi iklim tropika basah dan lembab  menyisakan residu  unsur mikro Al, Fe dan Mn dalam jumlah yang berlebihan dan tidak dapat ditolerir oleh tanaman,  akumulasi garam-garam netral seperti   NaCl, CaCO3, CaMg(CO3)2  di daerah iklim kering atau di daerah-daerah tertentu seperti disepanjang pantai, gurun pasir, gunung kapur dan sebagainya.
Termasuk  kerusakan tanah secara kimia disebabkan oleh bertambahnya bahan kimia dalam  pertanian seperti pertisida (insektisida, fungisida dan herbisida) timbul kemungkinan terakumulasinya bahan tersebut yang dapat merupakan racun bagi tanaman.   Limbah indutri yang tidak terkendali baik  padat,  cair dan gas tidak tertutup kemungkinan adanya senyawa-senyawa  yang bersifat racun bagi tanaman.   
 Kerusakan tanah secara biologi akibat berkurangnya biota tanah  yang disebabkan oleh berkurangnya kandungan bahan organik karena perombakan bahan organik yang berlangsung secara intensif,  erosi yang kronis menyebabkan kehilangan lapisan top soil, tanpa adanya panambahan bahan organik ke dalam tanah, dan kebakaran hutan sepanjang tahun dapat menyebabkan pemiskinan bahan organik dan biota tanah.

1.  3   Dampak  kerusakan tanah
Kerusakan tanah secara fisik seperti rusaknya strutur tanah, pemadatan tanah, campuraduk massa tanah lapisan atas dengan lapisan bawah menyebabkan  terganggunya aerasi tanah, ketersediaan air dan zat hara, dan terbatasnya perkembangan akar  tanaman sehingga tanah tidak mampu memberi daya dukung secara normal bagi pertumbuhan tanaman dan produktivitas tanah  menjadi sangat rendah. 
Kepadatan tanah karena terungkapnya bahan induk,  campur aduk  massa tanah lapisan atas dan lapisan bawah pemulihannya jauh lebih sulit daripada kepadatan  yang disebabkan terinjak hewan dan mesin-mesin yang broperasi di atas tanah  sedangkan yang terinjak mesin penanggulangannya lebih sulit daripada terinjak hewan.   Kerusakan tanah tipe pertama di atas pemulihannya perlu usaha rehabilitasi  tanah melalui konservasi secara vegetatif, kimia dan mekanik. 
Kerusakan tanah secara kimia seperti tercucinya satu atau beberapa zat hara di zone perakaran dan terangkutnya melalui panen, akumulasi zat-zat kimia beracun pada lapisan permukaan tanah pengaruhnya tergantung tingkat kerusakannya.  Pencucuin zat hara dan  terangkutnya melalui panen relatif mudah untuk ditanggulangi, misalnya melalui pemupukan.  Akumulasi senyawa-senyawa beracun dampaknya lebih berat dan penanggulangannya lebih sulit.
 Kelebihan unsur mikro seperti Al, Fe dan Mn,  misalnya dampaknya tidak saja  bersifat langsung yaitu berupa  racun bagi tanaman, melainkan pH tanah  menjadi sangat rendah atau tanah menjadi sangat masam dengan pH kurang dari 4,5.  Kebanyakan tanaman pertanian tumbuh dan berproduksi secara normal dengan pH sekitar 5,6–6,5 (Hakim dkk. 1986). Tanah terlalu masam perlu usaha pengapuran, misalnya dengan dolomit  : CaMg(CO3)2, atau kalsit : CaCO3.
Akumulasi liat masam atau  cat clay dampknya lebih buruk  karena  oksidasi pirit (FeS2) menjadi asam sulfat menyebabkan reaksi tanah menjadi sangat masam atau pH sekitar 2-4 sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan normal.   Bertambahnya pemakaian bahan kimia dalam pertanian dalam jumlah berlebihan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, misalnya pemakaian diuron sebagai herbisida untuk pengendalian gulma pada tanaman kapas menyebabkan tergangggunya pertumbuhan salada, wortel, tomat dan mentimun yang ditanam sesudah kapas (Wadleight and Dyal, 1970 dalam Arsyad, 1985).  
Di daerah iklim tropika basah  seperti di Indonesia kerusakan tanah lebih banyak  disebabkan oleh  erosi. Kerusakan ini meliputi kerusakan secara fisik, kimia dan biologi  dengan berbagai dampak baik langsung maupun tidak langsung.   Secara  langsung, pada tanah yang terkena erosi,  tanaman atau tumbuhan tidak dapat tumbuh secara normal sehingga tanah menjadi tidak produktif dan   berkembang  menjadi   tanah kritis.   Secara tidak langsung, waduk, danau, sungai, saluran irigasi dan drainase di daerah hilir mengalami pendangkalan  akibat endapan lumpur yang hanyut terbawa air sehingga masa guna dan daya gunanya menjadi berkurang.  Dampak lainnya secara tidak langsung terjadi banjir di musim kemarau dan kerkeringan yang drastis di musim kemarau.   

RANGKUMAN

Tanah mempunyai fungsi  yang berbeda-beda tergantung pada  kepentingan dan cara orang yang memandangnya.  Ilmu tanah memandang tanah dari tiga konsep, yaitu sebagai  konsep : pedologi, edaphologi, dan ilmu tanah keteknikan (rekayasa).
Pedologi memandang tanah sebagai tubuh alam mandiri yang membahas asal-usul, genesis, bahan penyusun, perkembangan, klasifikasi dan penyebarannya. Jadi kajian pedologi  dapat dipandang sebagai ilmu tanah murni.
Edaphologi memandang tanah sebagai habitat tumbuhan dengan lima fungsi utama, yaitu : sebagai sumber zat hara, tempat berdiri dan akar berjangkar,  penyedia zat hara dan air, gudang zat hara dan air tersimpan, dan tempat zat hara dan air  ditambahkan
Dalam bidang ini tanah berfungsi sebagai habitat tumbuhan, tempat berlangsungnya kehidupan flora dan fauna  dan merupakan faktor produksi bagi pertanian.
 Ilmu tanah keteknikan memandang tanah sebagai kumpulam materi di atas batuan induk.  Yang menjadi perhatian pakar dalam bidang ini adalah  bagaimana tanah bereaksi jika diberi beban.  Jadi menurut kajian ini  tanah berfungsi sebagai bahan yang akan menerima beban untuk meletakkan  suatu pondasi bangunan.  Sifat-sifat tanah yang menjadi perhatian mereka, seperti gradasi, kerapatan jenis, kelengasan, kerapatan massa, konsistensi, ketahanan tanah terhadap gaya geser secara lateral dan penetrasi.
Kerusakan tanah digolongkan ke dalam  kerusakan  secara fisik,  antara   lain :: kerusakan struktur tanah, kepadatan tanah,  sebagai dampak dari tindakan pengolahan tanah, akibat erosi, terinjak hewan ternak dan alat-alat berat yang beroperasi di atas tanah.  Kerusakan secara kimia, misalnya : kehilangan zat hara dizone perakaran, akumulasi senyawa-senyawa beracun di lapisan atas  sebagai akibat kesalahan dalam tindakan pengelolaan tanah dan akibat erosi. Kerusakan secara biologi, seperti : berkurangnya aktivitas biota tanah karena pemiskinan tanah terhadap bahan organik disebabkan kesalahan dalam tindakan pengelolaan tanah dan akibat erosi.  
 Dampak kerusakan tanah secara fisik mengakibatkan rusaknya pori-pori tanah dan aerasi tanah, terganggunya ketersediaan air, udara dan ketersediaan zat hara menyebabkan tanaman tidak  dapat tumbuh dan berproduksi sacara normal.  Dampak kerusakan tanah secara kimia seperti berkurangnya zat hara di zone perakaran relatif mudah mudah mengatasinya, misalnya melalui pemupukan, akan tetapi kerusakan tanah akibat akumulasi senyawa-senyawa beracun memberi dampak yang jauh lebih buruk mulai dari berkurangnya produksi hingga tanaman tidak dapat berproduksi sama sekali. 
 Erosi memberi dampak yang lebih luas bagi daerah yang terkena erosi langsung di bagian hulu, jika erosi terus berlangsung maka tanah menjadi kritis.  Di daerah hilir yang terkena endapan erosi seperti : danau, waduk, sungai, saluran irigasi dan drainasi mengalami pendangkanlan sehingga daya guna dan masa gunanya menjadi berkurang, dan terjadi  banjir dimusim penghujan dan kekeringan yang drastis di musim kemarau. 

LATIIHAN

1.      Sebutkan dan jelaskan perbedaan pokok pengertian tanah menurut bidang pertanian dan non pertanian
2.      Sebutkan dan jelaskan perbedaan pokok  fungsi   tanah   menurut   konsep   pedologi,
edaphologi dan ilmu tanah keteknikan (rekayasa)
3.      Jelaskan  faktor penyebab kerusakan tanah secara fisik, kimia dan biologi tanah
4.      Sebutkan macam-mcam kerusakan tanah secara fisik, kimia dan biologi  tanah

5.      Sebutkan macam-macam dampak kerusakan tanah secara fisika, kimia dan biologi tanah.

10.11 by Muhammad Ali Alfi · 0

Selasa, 23 April 2013

HAMA UTAMA TANAMAN KELAPA DAN KELAPA SAWIT SERTA PENGENDALIANNYA




HAMA  UTAMA TANAMAN KELAPA DAN KELAPA SAWIT SERTA
PENGENDALIANNYA

A.     Hama Perusak Pucuk
1.      Kumbang nyiur (Oryctes Rhinoceros)
Ciri-ciri : bentuk kumbang dengan ukuran 20-40 mm warna hitam dengan bentuk cula pada kepala Gejala: (1) hama ini merusak tanaman yang berumur 1-2 tahun; (2) tanaman berumur 0-1 tahun, lubang pada pangkal batang dapat menimbulkan kematian titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak; (3) pada tanaman dewasa terjadi lubang pada pelepah termuda yang belum terbuka; (4) ciri khas yang ditimbulkan yaitu janur seperti digunting berbentuk segi tiga; (5) stadium yang berbahaya adalah stadium imago (dewasa) yang berupa kumbang; Pengendalian: (1) sanitasi kebun terhadap sisa-sisa tebangan batang kelapa; (2) menggunakan virus Bacullovirus oryctes dan Mettarrizium arrisophiae; (3) memberikan carbofura (furadan 3G) atau carbaryl (sevin 5G) 10/pohon dengan interval 2 bulan sekali.
2.      Kumbang sagu (Rhynchophorus ferruginous)
Ciri: imago, berbentuk kumbang dengan masa perkembangan 11-18 hari. Ciri khas nya adalah tinggal di kokon sampai keras. Gejala: merusak akar tanaman muda, batang dan tajuk, pada tanaman dewasa merusak tajuk, gerekan pada pucuk menyebabkan patah pucuk, liang gerekan keluar lendir berwarna merah coklat. Pengendalian: (1) hindari perlukaan, bila luka dilumuri ter; (2) potong dan bakar tanaman yang terserang; (3) sanitasi kebun; (4) secara kemis dengan insektisida Thiodan 35 EC 2-3 cc/liter larutan, Basudin 10 G dan sevin 85 SP pada luka dan diperkirakan ada serangan Kumbang sagu;
B.     Hama Perusak Daun
1.      Sexava sp
Ciri: belalang sempurna dengan ukuran 70-90 mm, berwarna hijau kadang-kadang coklat. Masa perkembangan 40 hari. Gejala: (1) merusak daun tua dan dalam keadaan terpaksa juga merusak daun muda, kulit buah dan bunga-bunga; (2) merajalela pada musim kemarau; (3) pada serangan yang hebat daun kelapa tinggal lidi-lidinya saja.
Pengendalian: (1) cara mekanis: menghancurkan telur dan nimfanya, menangkap belalang (di Sumatera dengan perekat dicampur Agrocide, Lidane atau HCH, yang dipasang sekeliling batang) untuk menghalangi betina bertelur di pangkal batang dan menangkap nimfa yang akan naik ke pohon; (2) cara kultur teknis: menanam tanaman penutup tanah (LCC), misalnya Centrosema sp., Calopogonium sp., dan sebagainya; (3) cara kemis: menyrmprot dengan salah satu atau lebih insektisida, seperti BHC atau Endrin 19,2 EC 2cc/liter air, menyemprotkan disekitar pangkal batang sampai tinggi 1 meter, tanah sekitar pangkal batang diameter 1,5 m 6 liter/pohon. Insektisida lain yang dapat digunakan: Sumithion 50 EC, Surecide 25 EC, Basudin 90 SC atau Elsan 50 EC; (4) cara biologis: menggunakan parasit Leefmansia bicolor tapi hasilnya belum memuaskan.
2.      Kutu Aspidiotus sp
Ciri: kutu berperisai, jantan bersayap dengan ukuran 1,5-2 betina, jantan 0,5 mm. Imago jantan berwarna merah/merah jambu dan betina berwarna kuning sampai merah. Gejala: (1) bercak-bercak kuning pada permukaan bagian bawah daun; (2) pada serangan berat daun berwarna merah keabu-abuan, tidak berkembang (tetap kecil), tidak tegak, kemudian tajuknya terkulai dan mati; (3) akibat serangan dalam waktu 2-5 tahun tidak mau berbuah. Pengendalian: menggunakan musuh alami yaitu predator Cryptognatha nodiceps Marshall atau parasit Comperiella unifasciata Ishii.
3.      Parasa lepida
Ciri: kupu-kupu berentang sayap 32-38 mm berwarna kuning emas muda, masa pertumbuhan ± 375 hari. Gejala: memakan anak-anak daun sebelah bawah setempat-setempat, tetapi tidak sampai tembus, meninggalkan bekas ketaman/gigitan yang melebar sehingga tinggal urat-uratnya serta jaringan daun atas, ulat yang tua merusak daun dari pinggir ke tengah sampai lidinya, serangan hebat tinggal lidinya dan nampak gundul. Pengendalian: (1) menggunakan musuh alami parasit ulat Apanteles parasae; (2) kepompong dapat menggunakn lalat parasit Chaetexorista javana; (3) perogolan pohon yang terserang pada masa stadium ulat atau dengan mengumpulkan kepompongnya; (4) penyemprotan dengan insektisida Dimecron 50 EC. Suprecide 10 atau menyuntik batang dengan Ambush 2 EC 2-3 cc/liter air pada stadium larva konsentrasi.
4.      Darna sp
Ciri: imago berbentuk kupu-kupu dengan rentang sayap 14-20 mm. Masa pertumbuhan 30-90 hari. Gejala: (1) pada musim kering, Meninggalkan bekas gigitan tidak teratur pada daun tua, pelepah daun terbawah terkulai; (2) daun-daun yang rusak hebat menjadi merah-sauh, kecuali pucuknya dan beberapa daun yang termuda; (3) tandan-tandan buah dan daun sebelah bawah terkulai bagaikan layu terutama kalau kering dan akhirnya bergantung kebawah di sisi batangnya. (4) buahnya gugur; (5) daun-daun mudak duduk seperti biasa, tetapi kadang-kadang mulai merah sauh. Hanya pucuknya dan daun-daun yang masih muda sekali yang utuh. Pengendalian: (1) mengadakan pronggolan daun dan kemudian membakarnya; (2) menggunakan parasit musuhnya yaitu parasit kepompong Chaetexorista javana, Ptycnomyaremota, Musca conducens; atau tabuhan-tabuhan parasit Chrysis dan Syntomosphyrum; (3) menyuntikkan pestisida Ambush 2 EC 2-3 cc/liter air atau penyemprotan pada stadium larva. Atau insektisida Agrothion 50 EC dengan konsentrasi 0,2-0.4%, Basudin 60 EC dengan konsentrasi 0,3%.
5.      Ulat Artona (Artona catoxantha)
Gejala: (1) pada helaian daun terjadi kerusakan dengan adanya lubang seperti jendela kecil; (2) jika serangan berat, tajuk tanaman kelapa nampak layu dan seperti terbakar; (3) pada bagian bawah anak daun terlihat beberapa /bekas serangan menyerupai tangga, dengan tulang daun arahnya melintang seperti anak tangga; (4) stadium berbahaya adalah larva. Pengendalian: (1) jika setiap dua pelepah terdapat 5 atau lebih stadium hidup maka perlu dilakukan penangkasan semua daun, dan ditinggalkan hanya 3-4 lembar daun termuda; (2) menggunakan tawon kemit (Apanteles artonae) yang merusak ulat atau Ptircnomya dan Cardusia leefmansi; (3) menggunakan insektisida Ambush 2 EC 5 gram/hektar melalui suntikan batang ataupun penyemprotan pada stadium larva.
C. Hama Perusak Bunga
1.      Ngengat bunga kelapa (Batrachedra sp.)
Gejala: lubang pada seludang bunga yang belum membuka, kemudian masuk ke dalam bunga jantan dan betina. Dalam waktu singkat bunga jantan menjadi kehitam-hitaman, bunga betina mengeluarkan getah dan akhirnya rontok. Pengendalian: (1) melabur lubang dengan Basudin 60 EC atau disemprot dengan BHC dengan konsentrasi 0,1%; (2) secara biologis dengan parasit Sylino sp.

2.      Ulat Tirathaba
Ciri: ulat berwarna coklat kotor bergaris memanjang pada punggungnya, berukuran 22 mm. Masa keperidiannya 12-31 hari. Gejala: (1) bunga jantan berlubang-lubang lebih banyak dari bunga betina; (2) buah yang baru kadang berlubang-lubang; (3) banyak tahi ulat; (4) bunga-bunga jantan gugur dankotoran-kotoran lain melekat menjadi satu bergumpal-gumpal kecil; (5) bongkol bunga penuh kotaoran dan berbau busuk. Pengendalian: (1) mengumpulakn bunga-bunga yang terserang dan membakarnya; (2) pemotongan mayang dan membakarnya; (3) membersihan pangkal daun kelapa dari pupa dan larva; (4) menggunakan parasit hama yaitu Telenomus tirathabae yang merusak telur 6%, Apanteles Tirathabae membinasakan ulat muda 18-40%, lalat parasit Eryciabasivulfa membunuh ulat 6-3%, parasit kepompong Melachnineumon muciallae, Trichhospilus pupivora dan Anacryptus impulsator masing-masing mempunyai daya bunuh 10%, 2 % dan 3,5 %. Sejenis cecopet yaitu Exypnus pulchripenneis memakan ulat hidup-hidup; (5) menggunakan insektisida Sevin 85 S dengan menyemprotkan pada bagian bunga dan bagian pangkal daun.
D. Hama Perusak Buah
1.      Tikus pohon, Rattus rattus roque
Ciri: hidup di tanah, pematang sawah, atau dalam rumah. Gejala: (1) buah kelapa berlubang dekat tampuknya.; (2) lubang pada sabut dan tempurung sama besarnya. Bentuk tidak rata kadang bulat, kadang melebar. Pengendalian: (1) memburu tikus, memasang perangkap atau umpan-umpan beracun; (2) sanitasi mahkota daun kelapa agar tidak menjadi sarang tikus.
2.      Tupai/ bajing, Callosciurus notatus dan C. Nigrovitatus
Gejala: (1) menggerek buah kelapa yang sudah agak tua di bagian ujung buah; (2) lubang gerakan pada bagian tempurung bulat, tapi bagian serabut tidak rata; (3) isi buah habis dimakan 2-3 hari; (4) seekor bajing merusak 1-2 buah dalam 1 bulan. Pengendalian: sama dengan pemberantasan tikus.
F. Hama Perusak Bibit
1.      Anai-anai randu, Coptotermes curvignatus.
Ciri: imago berwarna coklat-hitam (laron, kalekatu, siraru). Gejala: (1) anai-anai menyerang bibit dengan merusak sabut dari buah atau benih yang disemai. Serangan terjadi pada lahan lateris yang bertekstur pasir berlempung yang sarang; (2) bibit layu pucuknya kemudian mati. Pohon kelapa muda kadang-kadang pula mati pucuknya kemudian binasa. Pada batang sering nampak lorong anai-anai yang dibuat dari tanah, dari bawah menuju ke atas. Pengendalian:
(1) pada waktu membuat persemaian dan membuka tanah, sisa-sisa tumbuhan disingkirkan/ dibakar; (2) membuat persemaian dengan diberi lapisan pasir sungai yang bersih dan tebal. Atau campur tanah dengan BHC 10% dengan dosis 65 kg/ha sebelum menyemai; (3) lakukan seedtreatment pada benih sebelum disemai dengan Azodin.
2.      Kumbang bibit kelapa (Plesispa reichei Chap)
Ciri: imago berbentuk kumbang dengan masa keperidian 90 hari. Gejala: (1) daun bibit atau daun kelapa muda yang berumur 1-4 tahun mula-mula bergaris-garis yaitu bekas dimakan kumbang. Garis-garis bersatu menjadi lebar. Tempat-tempat tersebut membusuk atau kering; (2) daun kelapa dapat menjadi kering atau sobek-sobek seperti terkena angin kencang; (3) serangan yang hebat dapat mematikan bibit atau tanaman muda. Pengendalian: (1) pengambilan terhadap setiap stadium dengan tangan; (2) disemprot dengan Diacin 60 EC dengan dosis 1,5-2 cc/liter air; (3) berikan Furadan 3 G di polybag 2-5 gram per bibit; (4) cara biologis dengan parasit telur Oencyrtus corbetti dan Haeckliana brontispae atau tabuhan parasit larva dan kepompong Tetrastichodes plesispae.
3.      Belalang bibit kelapa, Valanga transiens
Ciri: imago berwarna merah-sauh bersemu kuning. Kakinya kekuning-kuningan. Pada kaki belakang nampak 2 bercak hitam. Pada syap belakang, ayaitu yabng cerah tidak ada warna merah pada pangkalnya. Panjang belalang jantan 37-50 mm, sedang betina 55-60 mm. Gejala: (1) gigitan yang tidak beraturan pada daun kelapa bibit yang berada dibawah 1 tahun dan yang belum terbelah; (2) untuk bibit yang daunya telah membuka tidak terlalu menderita oleh serangan ini. Pengendalian: dengan menyemprotkan basudin 60 EC atau Dimecron 50 EC.

07.56 by Muhammad Ali Alfi · 9

Senin, 22 April 2013

ARTIKEL


07.36 by Muhammad Ali Alfi · 1

Kamis, 18 April 2013


08.35 by Muhammad Ali Alfi · 0


08.26 by Muhammad Ali Alfi · 0