Kamis, 22 Desember 2011

LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN LESTASRI




LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN LESTASRI


BUDIDAYA BERBAGAI TANAMAN DENGAN METODE PENGELOLAAN LAHAN SECARA TERPADU
  


Oleh :
Muhammad Ali Alfi
 E1j010089
                   


LABORATORIUM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011




KATA PENGANTAR


Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih serta Karunia-Nya. Laporan Praktikum pertanian lestari tentang “Budidaya Berbagai Tanaman Dengan Metode Pengelolaan Lahan Secara Terpadu dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis. Mengingat pentingnya penulisan laporan ini disebabkan oleh ini merupakan laporan akhir  untuk memenuhi salah satu syarat guna memenuhi semua persyaratan dalam  proses penilaian praktikum Produksi Tanaman Pangan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak DR. Ir. Sumardi, MP, atas bimbingan beliau yang telah menyediakan waktu dan yang telah memberikan  pemikiran dalam bentuk petunjuk, arahan dan saran untuk kemudahan dalam pelaksanaan praktikum dan penyusunan laporan.

Tidak lupa penulis ucapkan kepada Ir. Edhi Turmudi, MS,  Sumiati, dan Mas Suyono, SP., serta teman-teman Angkatan 2008 dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam memberikan bantuan serta dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan ini belum sepenuhnya sempurna, oleh sebab itu  kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi perbaikan di masa yang akan datang. Meskipun dalam segala kekurangannya penulis tetap berharap  Laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.


Bengkulu        januari, 2011


Penulis




ACARA 1
PENGAWETAN KESUBURAN TANAH MELALUI PEMBUATAN TERAS BANGKU

BAB I
PENDAHULUAN

Erosi merupakan penyebab utama penurunan produktivitas laha kering, terutama yang ditanami tanaman semusim. Oleh karena itu, pemberdayaan lahan tegalan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan nasional sulit diharapkan keberlanjutannya, bila aplikasi teknik konservasi pada area ini tidak diperhatikan. Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang diakibatkan oleh proses erosi maupun pengolahan tanah yang intensif, juga seringkali menjadi penyebab penurunan produktivitas tanah tegalan. Oleh karena itu berbagai tiindakan yang dapat menekan erosi, mempertahankan/meningkatkan kadar bahan organic tanah, dan mengurangi dampak negative dari pengolahan tanah, merupakan usaha yang diperlukan dalam pelestarian lahan tegalan sebagai salah satu sumberdaya lahan pangan (Anonim, 2010).

Erosi merupakan suatu peristiwa alam yang biasa terjadi. Apabila di masa lampau pernah terjadi erosi pada suatu areal, maka akan memberikan bekas-bekas tertentu yang dapat dilihat, diamati dan diukur seperti pengikisan lapisan permukaan, pedestal, alur-alur dan parit-parit erosi serta gejala-gejala yang dapat dilihat dan diamati pada akar tanaman (Saleh, 2010).

Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran sesungguhnya merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan atau perbuatan manusia.  Pengukuran erosi tanah dilakukan untuk mengetahui jumlah tanah yang terlepas akibat hempasan air hujan, terangkut air limpasan permukaan sampai terangkut banjir (budisetya, 2006). Bahaya erosi yang menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada lahan-lahan yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 % ke atas (Kartasapoetra. 1989).
Tidak seperti lahan sawah yang dapat berfungsi sebagai filter sedimen, lahan tegalan justru sering kali berperan swbagai penghasil sedimen. Hasil pengukuran di berbagai tempat menunjukakan bahwa pada budidaya tanaman pangan semusim tanpa disertai konservasi tanah, besarnya erosi yang terjadi dapat >40 ton/ha/tahun. Erosi bukan hanya mengangkut lapisan tanah, namun juga mengangkut hara dan bahan organic, baik yang terkandung didalam tanah mauppun yang berupa input pertanian. Tanaman semusim pada lahan kering idealnya ditanam pada lereng <8%. Untuk lereng antara 8-15% hanya ditanami tanaman semusim bila  kondisi tanahnnya cukup baik. Pada tanah bersolum dangkal atau lapisan bawah permukaan terlalu padat, sebaiknya penanaman tanaman semusim dibatasi hanya pada lereng <8%. Lahan dengan tanah bersolum sedng – dalam dengan lereng 15-40%, penanaman tanaman semusim masih dapat dilakukan, namun harus dikombinasikan dengan tanaman tahunan. Proporsi tanaman tahunan harus semakin besar dengan semakin tingginya kemiringan lahan. Selain proporsi tanaman, penerapan teknik konservasi tanah juga harus dilakukan (Anonim, 2010).

Secara garis besar teknik konservasi dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu teknik konservas vegetative dan mekanik (sipil teknis). Untuk mencapai hasil yang maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, aplikasi dari kedua metode ini sebaiknya tidak dipisahkan.  Konservasi tanah vegetative merupakan semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh – tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legume yang menjalar, semak perdu atau pohon, maupun rumput – rumputan dan tumbuh – tumbuhan lainnya, serta sisa – sisa tanaman yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Manfaat lain dari metode konservasi vegetative adalah dapat mendukung system pengelolaan bahan organic, karena semua tindakan konservasi vegetative dapat berperan sebagai penghasil bahan organic.meskipun tanaman konservasi digunakan sebagai pakan ternak, tidak berarti mengubah fungsinya sebagai penghasil bahan organic bila pupuk kandanng dikembalikan kelahan, bahkan perpanjangan rantai ini akan memperbaiki kualitas bahan organic yang dihasilkan. (Anonim, 2010)

Semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah disebut sebagai metode konservasi secara sipil teknis/mekanik. Salah satu metode konservasi mekanik adalah denga pembuatan berbagai macam teras (teras bangku, teras guludan, dan teras individu), rorak,  pembuatan berbagai saluran pembuangan air, dan saluran drainase lainnya. Teras bangku merupakan metode konservasi mekanik yang telah banyak diaplikasikan oleh petani diindonesia. Metode ini sangat efektif untuk menceegah erosi dan aliran permukaan . kelemahannya tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan (Anonim, 2010)

1.1.Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui teknologi pengawetan tanah dan air pada tanah miring melalui pembuatan teras bangku.
2.      Melatih kemampuan praktikan melakukan pembuatan teras bangku.


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Alat dan Bahan
·         Rumput pakan ternak
·         Alat ukur (meteran)
·         Tali raffia
·         Cangkul
·         Sabit

2.2. Cara kerja
·         Langkah pembuatan teras dilakukan dengan memulai kerja pada bagian atas dan dilanjutkan ke bagian bawah lahan guna menghindari kerusakan teras yang sedang dibuat oleh adanya air aliran permukaan bila seandainya terjadi hujan.
·         Tanah dibagian atas digali dan ditimbun kebagian lereng bawah sehingga terbentuk bidang olah baru. Tampingan teras dibuat miring sehingga membentuk sudut 200% dengan bidang horizontal.
·         Kemiringan bidang olah berkisar antara 0% sampai 3% mengarah ke saluran teras.
·         Bagian bibir teras dan bidang tampingan tersa ditanami rumput atau legume pakan ternak.
·         Saluran pembuangan air dibuat pada sisi kanan dan kiri teras, serta teras bangku dibuat miring ke dalam.
·         Pada setap teras bangku dibuat dengan ukuran panjang 5 m dan lebar teras 2 m.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan teras umumnya pada tanah berlereng.  Tujuan utama pembuatan teras adalah untuk mengurangi panjang lereng dan kemiringan lereng serta memotong aliran permukaan. Teras sangat bermanfaat pada tanah berlereng untuk memperkecil runoff dan mencegah erosi seminimal mungkin. Teras mempunyai banyak variasi, baik dari segi bentuk, ukuran, dan fungsi.  Sesuai dengan bentuk dan fungsinya secara umun dibedakan 4  macam teras yaitu teras bangku (bench terrace), teras guludan (contour terrace), teras kridit (ridge terrace), teras datar (level terrace). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan teras adalah : lebar teras, jarak vertikal dan horizontal teras, saluran pembuangan air, dan kemiringan lereng (Busri, 2010).
 Dari hasil pembuatan teras bangku dilapangan maka dapat dimengerti bahwa lahan miring dapat juga digunakan sebagai areal pembudidayaan tanaman semusim yang cukup produktiif. Pembuatan teras bangku merupakan salah satu upaya menjaga kelestarian alam atau dengan kata lain mencegah terjadinya erosi dengan tetap menghasilkan out put yang baik. Perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah seperti yang diterapkan pada praktikum ini ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah disebut sebagai metode konservasi secara sipil teknis/mekanik. Teras bangku merupakan metode konservasi mekanik yang telah banyak diaplikasikan oleh petani Indonesia. Metode ini cukup efektif untuk mencegah erosi dan aliran permukaan pada lahan yang diusahakan. Tetapi tindakan pembuatan teras bangku mempunyai kelemah, yaitu  tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan, terutama pada lahan yang sangat curam.
Teras bangku merupakan  suatu bentuk teras yang mirip seperti bangku.  Teras ini dibuat pada kemiringan lereng sekitar 10-30 %.  Teras ini terdiri atas dasar teras disebut bidang olah.  Bidang olah ini agak miring kearah belakang sekitar 3 %, di pinggir depan dibuat pematang setinggi 30 cm, lebar 20 cm.  Diujung bagian dalam dibuat saluran sedalam 25 cm, lebar 15 cm.  Dinding teras atau bidang tegak dibuat agak condong kebelakang dengan sudut 60 %.   Jarak horizontal antara dua dinding teras disebut  horizontal interval (HI),  jarak vertikal antara 2 dasar teras disebut vertikal interval (VI). Saluran teras dibuat agak miring kearah saluran pembuangan (waterway).  Jarak antara saluran pembuangan sekitar 50-100 cm.    Ukuran lebar teras tergantung kemiringan lereng.  Semakin miring lereng semakin sempit lebar dasar teras. Beberapa hal yang perlu diperhatikan  dalam pembuatan teras adalah tanah top soil dipisahkan dengan tanah subsoil, lalu tanah top soil dikembalikan ke atas di bidang olah atau dasar teras.
Berikut adalah dokumentasi pembuatan teras bangku pada pratikum pertanian lestari.


 













 

BAB IV
KESIMPULAN
            Dari pelaksanaan praktikum ini maka dapat disimpulkan agar air yang mengalir pada permukaan tanah tidak mengalir dengan kekuatan yang merusak perlu dikendalikan.  Cara yang paling efektif mengendalikan aliran permukaan ini adalah  secara  mekanik dengan tujuan menekan  laju runoff sehingga mengalir dengan kekuatan yang tidak merusak, memperkecil volume runoff sehingga tidak terjadi   banjir yang bersifat merusak, menampung dan menyalurkan run off melalui bangunan tertentu sehingga air tidak mengalir secara liar bahkan bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Untuk memperkecil resiko kemungkinan timbulnya kerusakan tanah akibat pengolahan tanah  perlu diperhatikan hal-hal seperti keadaan tekstur, struktur dan kepadatan tanah, kadar lengas  tanah, kemiringan lereng, perlindungan tanah.



ACARA II
BAHAN ORGANIK TANAH

BAB I
PENDAHULUAN

Kangkung (Ipomoea sp.) dapat ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi.. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk kedalam famili Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih-putihan merupakan sumber vitamin pro vitamin A. Berdasarkan tempat tumbuh, kangkung dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) Kangkung darat, hidup di tempat yang kering atau tegalan, dan  2) Kangkung air, hidup ditempat yang berair dan basah (Syafri, 2010).

Petanian Organik adalah sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi kebuntuan yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Dapat dilihat, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni (biasanya un organik) di laboratorium. Pertanian organik dapat memberi perlindungan terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan produk pertanian sehingga harganya relatif stabil, serta  memiliki orientasi dan memenuhi kebutuhan hidup ke arah permintaan pasar (Syafri, 2010).

Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Duong et al. (2006) Bahan orgnik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik. Peran bahan organic yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi (Suntoro, 2003)
Bahan organic memiliki peranan penting dalam membentuk kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organic tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organic merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Bahan organic adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan dinamnis yang bersumber dari sisa tanaman dan aau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh factor biologi, fisika, dan kimia. Bahan organic tanah adalah semua jenis senyawa organic yang terdapat di dalam tanah, termauk seresah, fraksi bahan organic ringan, biomasa microorganism, bahan organic terlarut di dalam air dan bahan organic yang stabil atau humus. Bahan organic mempunyai peran penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organic bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat  - sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologi, dan sifat kimia tanah. Bahan organic merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat enting dalam pembentukan agregat tanahyang stabil (Anonim, 2010).

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan membentuk komplek lempung-logam-humus (Stevenson, 1982).
           
Bahan organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat. Mekanisme pembentukan egregat tanah oleh adanya peran bahan organik ini dapat digolongan dalam empat bentuk: (1) Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-bitir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–bagian positip dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik yang berantai panjang (polimer); (3) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil) senyawa organic berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatan hidrogen; (4) Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-bagian negative dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa organic berantai panjang (polimer) (Seta, 1987). Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam humat lebih bertanggung jawab pada pembentukkan agregat di regosol, yang ditunjukkan oleh meningkatnya kemantapan agregat tanah (Pertoyo, 1999).

Bahan organic merupakan bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organic, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relative lebih ringan. Pergerakan air secara vertical atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentukknya agregat. Pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemamfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggisecara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang (Anonim, 2010).

Jumlah bahan organic di dalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang di tanamni secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah. Untuk mempertahankan kandungan bahan organic tanah agar tidak menurun, diperlukan 8-9 ton per ha bahan organic tiap tahunnya. Pada tanah dengan drainase buruk, dimana  air berlebihan, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organic dan nitrogen tinggi dari pada tanah berdrainase baik. Disamping itu vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian (Anonim, 2010).

1.1.  Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini bertujuan untuk:
1.      Mengenali beberapa sumber bahan organic.
2.      Mengetahui pengaruh pemberian bahan organic terhadap kemampuan tanah menahan air.


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Alat dan Bahan
·      Sisa tanaman jagung
·      Pupuk kandang
·      Cangkul
·      Alat ukur
·      Cawan
·      Oven
·      Timbangan

2.2.Cara kerja
·      Petakan dibuat dengan ukuran 2 m x 2,25 m sebanyak tiga petakan dengan ketentuan:
-          O1 =  Tanpa BO
-          O2 =  BO ilalang
-          O3 =  BO pupuk kandang
·         bahan organic yang terlebih dahulu disiapkan kemudian disebarkan secara merata dengan dosis 10 t/ha.
·         Bibit kangkung cabut selanjutnya ditanam sebagai indicator keberhasilan.
·         Pada minggu ke 6 sejak pemberian bahan organic pada tanah, dilakukan pemanenan kangkung dan pengamatan kemampuan tanah menahan air dengan cara:
-          Sampel tanah seberat 100 gram diambil selanjutnya ditimbang (A)
-          Sampel tanah yang sudah diambil selanjutnya dikeringkan dengan oven hingga kering total, selanjutnya ditimbang
(B)
-          Jumlah air yang dapat diikat oleh tanah merupakan selisih A – B.
·         Hasil kangkung ditimbang (g/petak)


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Variabel pengamatan
Tanpa BO
Sisa Tananman
Pupuk Kandang
Berat
1,42
1,047
13
Pj Sulur
30,6
39,6
122.3

3.2. Pembahasan
Bahan organik dapat memberi perlindungan terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan produk pertanian sehingga harganya relatif stabil, serta  memiliki orientasi dan memenuhi kebutuhan hidup ke arah permintaan pasar. Syarat tanah sebagai media tumbuh dibutuhkan kondisi fisik dan kimia yang baik. Keadaan fisik tanah yang baik apabila dapat menjamin pertumbuhan akar tanaman dan mampu sebagai tempat aerasi dan lengas tanah, yang semuanya berkaitan dengan peran bahan organik.
Penggunaan bahan organic dalam kegiatan budidaya telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman. dari hasil penelitian Duong et al. (2006) Bahan orgnik di samping berpengaruh terhadap pasokan hara tanah juga tidak kalah pentingnya terhadap sifat fisik, biologi dan kimia tanah lainnya. Peran bahan organic yang paling besar terhadap sifat fisik tanah meliputi : struktur, konsistensi, porositas, daya mengikat air, dan yang tidak kalah penting adalah peningkatan ketahanan terhadap erosi. Dengan dilakukannya  penambahan bahan organic, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relative lebih ringan. Pergerakan air secara vertical atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentukknya agregat. Pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemamfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan.
Dari hasil pengukuran dilapangan terhadap hasil dari tanaman kangkung yang menjadi barometer pengukur tingkat produktifitas dari efektivitas pemberian 10 ton/ha tiga macam  sumber bahan oorganik tanah diperoleh sepetri yang tertera pada bagian hasil dengan pemeda yang cukup signifikan. Pada berat tanaman diperoleh tertinggi yaitu dari hasil budidaya kangkung dengan menambahkan pupuk kandang sebagai sumber bahano organic tanah dengan hasil 13 kg. Sedang berat kangkung yang diberikan bahan organic berasal dari sisa tumbuhan menunjukkan hasil tidak jauh berbeda dengan tanaman kangkung yang tidak diberi bahan organic, dengan berrat yang tidak diberi bahan organic lebih tinggi dari pada yang diberi bahan organic yang bersumber dari sisa tumbuhan  yaitu 1,42 dan 1,047.
Sehingga sumber  bahan organic yang paling tepat dan yang paling produktif dalam meningatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung adalah pupuk kandang. Sedangkan bahan organic yang bersumber dari sisa – sisa tumbuhan tidak menunjukkan peningkatan hasil dibanding dengan   control atau tanaman kangkung yang tidak diberi bahan organic, terkesan control menunjukan berat tanaman lebih tinggi dari pada kangkung yang diberi bahan organic dari sisa tanaman.Berikut gafik berat tanaman kangkung yang diberikan dua jenis sumber bahan organic.


 








Dari variable pengamatan panjang sulur yang terdapat pada kangkung, diperoleh hasil yang hampir sama dengan berat tanamana, dimana kangkung yang diberikan bahan organic yang berasal dari pupuk kandang menunjukkan hasil terbaik dibandingkan dengan yang diberikan bahan organic yang berasal dari sisa tanaman dan control (tidak diberikan apa-apa) yaitu 122,3 cm berbanding 39,6 cm dan 30,6 cm. tingkat perbedaan hasil ditunjukan pada grafik dibawah ini.








Dari kedua variable yang diamati diperoleh bahwa pemberian pupuk kandang sebagai sumber bahan organic lebih baik dibandingkan dengan pemberian bahan organic tanah yang berasal dari sisa tanaman.


BAB IV
KESIMPULAN

Dari pelaksanaan praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa bahan organic yang paling tepat untuk meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman kangkung adalah bahan organic yang berasal dari kotoran hewan atu yang dikenal dengan pupuk kandang dibandingkan dengan bahan organic yang berasal dari sisa tumbuhan.

ACARA III
PEMBENAHAN TANAH (AMELIORAN)

BAB I
PENDAHULUAN

Lahan yang mengalami degradasi (penurunan kualitas) semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik dari segi luasan maupun tingkat degradasinya. Hasil penelitian puslitbangtanak pada tahun 1997 menunjukkan di 11 provinsi di Indonesia terdapat 10,94 juta ha lahan kritis. Berdasarkan data di 11 provinsi itu, diperkirakan luas lahan kritis di seluruh wilayah Indonesia akan lebih besar lagi. Oleh karena itu dibedakan suatu usaha untuk mempercepat laju pemulihan lahan – lahan tersebut. Penggunaan bahan pembenah tanah merupakan salah satu kebijakan dalam usaha peningkatan produktivitas lahan pertanian di Indonesia, oleh sebab itu maka pemilihan bahan pembenah tanah tetap di prioritaskan pada bahan – bahan yang murah, bersifat insitu, dan terbarukan, bahan organic yang baik dapat memenuhi persyaratan tersebut (Anonim, 2010).
Secara garis besar bahan pembenah tanah dibedakan menjadi 2 yaitu : alami dan sintesis (buatan pabrik). Sedangkan berdasarkan senyawa pembentuknya juga dapat dibedakan dalam 2 kategori yakni pembenah tanah organic (termasuk hayati dan pembenah tanah an organic. Konsep penggunaan bahan pembenah tanah adalah bertujuan untuk melakukan pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran, merubah sifat hydrophobic atau hidrofilik, sehingga merubah kapasitas tanah menahan air (water holding capacity), meningkatkan kapasitas tukat kation (KTK) tanah. Beberapa bahan pembenah tanah, juga mampu menyuplai unsure hara tertentu, meskipin jumlahnya relative kecil dan sering kali tidak semua unsure hara yang terkandung dalam bahan pembenah tanah dapat segera digunakan untuk tanaman (Anonim, 2010).
Bahan mineral alami seperti zeloit juga banyak dibuktkan manfaatnya dalam memperbaiki sifat – sifat tanahjuga mempunyai KTK yang relative tinggi. Sumber zeloit di Indonesia relative banyak.  Disisi lain bahan organic tanah baik dalam bentuk pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, sisa tanaman, dan lain sebagainnya, merupakan bahan pembenah tanaha yang sudah banyak dibuktikan efektifitasnya baik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Limbah pertanian seperti blotong, skim lateks, dan lainnya juga dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahan penggunaan pembanah tanah mineral seperti zeloit berpengarut lebih baik terhadap sifat –tanah jika disertai dengan pemberian bahan organic. Oleh karena itu, bila bahan pembenah tanah akan dijadikan suatu tindakan dalam usaha peningkatan produktivitas lahan pertanian di Indonesia, maka pemilihan bahan pembenah tanah tetap diprioritaskan pada bahan – bahan yang murah, bersifat insitu, dan terbarukan, bahan organic pada dasarnya dapat memenuhi persyaratan tersebut.  Pengadaan bahan organic baik yang bersifat insitu maupun dengan memanfaatkan sumber – sumber yang ada seperti gulma harus lebih digalangkan. Pemanfaatan limbah pertanian dan lain sebagainya juga dapat dilakukan. Penggunaan bahan pembenah mineral harus diperhaikan dampak negatifnya terhadap lingkungan, serta diperhatikan pula factor ketersediaan serta jumlah mutunya. Pemanfaatan bahan pembenah tanah yang bersifat sintesis, sebaiknya dihindari karena selain dikhawatirkan akan berdampak negative terhadap lingkungan, harganya juga sering kali terlalu mahal (Anonim, 2010).
Zeolit alam merupakan senyawa aluminosilikat terhidrasi yang secara fisik dan kimia mempunyai kemampuan sebagai bahan absorpsi, penukar kation dan katalis. Di Indonesia, zeolit tennasuk salah satu bahan galian yang barn diusahakan dan dimanfaatkan. Oleh karen a itu, penelitian dan pengembangan pemanfaatan zeolit untuk berbagai keperluan masih terus dilakukan. Di dalam penelitian ini, perhatian dikhususkan terhadap kemampuan zeolit sebagai penukar kation. Di dalam pemanfaatannya dalam bidang pertanian dan perkebunan, zeolit sekarang ini telah banyak digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah, terutama tanah yang banyak mengandung pasir (kandungan lempung sedikit) dan tanah podzolik, atas dasar kapasitas pertukaran kation dan retensivitas terhadap air yang tinggi. Fungsi zeolit disini adalah sebagai bahan pemantap tanah (soil conditioner), sebagai pembawa pupuk (fertilizer carrier), pengontrol pelepasan ion NH4 + dan K+ (slow release fertilizer), dan sebagai pengontrol cadangan air. Penahanan ion NH4 + dalam struktur kristal zeolit dapat mencegah proses oksidasi ion NH/ menjadi ion NO)- oleh bakteri penitrifikasi. Selain itu juga mengontrol pemakaian pupuk jenis amonium secara berlebihan (Ir. Tushadi Madiadipoera dkk dalam pembenah tanah pdf, 2010).
Pupuk organik dan zeolit yang diberikan secara bersamaan dengan dosis yang tepat dapat mempertahankan kelembaban tanah yang lebih lama, sehingga fluktuasi suhu di sekitar perakaran sangat kecil dan suhu tidak naik drastis (suhu tanah relatif stabil) setelah air diberikan ke tanah. Tanpa pemberian zeolit maka suhu tanah di sekitar perakaran meningkat drastis yang mengakibatkan kandungan C-organik cepat teoksidasi dan ketersediaannya di dalam tanah tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi. Pengalaman membuktikan jika 100 ton pupuk kandang diberikan pada lahan masam yang didominasi mineral kaolinit untuk budidaya tanaman nenas dengan teknologi tinggi, maka dalam waktu kurang dari 6 bulan kandungan C-organik di dalam tanah turun kembali pada nilai sebelum pemberiannya yaitu < 1%, hal ini disebabkan tingkat degradasi lahannya sudah berat(Al-Jabri, 2009).

1.2. Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini bertujuan untuk:
1.      Mengenali bahan – bahan alam yang dapat dipergunakan sebagai pembenah tanah.
2.      Mengetahui pengaruh perbedaan bahan pembenah tanah terhadap kemampuan tanah menahan air.


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Alat dan Bahan
·      Pupuk kandang
·      Batang pisang
·      Cacing tanah
·      Sekam padi kasar
·      Benih Jagung
·      Cangkul
·      Alat ukur
·      Cawing
·      Oven
·      Timbangan

2.2. Cara kerja
·      Petakan disiapkan dengan ukuran 2,25 m x 2,0 m sebanyak 4 petakan dengan ketentuan:
-            P1  = Pupuk Kandang
-            P2 =  batang pisang
-            P3 =  Sekam padi kasar
-            P4 =  cacing tanah
·      Bahan pembenah tanah yang berasal dari pupuk kandang, cacing tanah, batang pisang, sekam padi kasar.
·      Bahan pembenah tanah disebarkan secara merata diatas petakan yang telah dipersiapkan dengan dosis masing – masing bahan pembenah tanah 10 ton/ha.
·      Setiap petakan ditanami jagung.
·      Dilakukan pengamatan seetiap minggunya terhadap:
-            Tinggi tanaman jagung
-            Jumlah daun
-            Setelah umur 4 minggu sejak tanam, jagung dipanen dengan dilakukan perhitungan biomasa dengan cara seluruh bagian tanaman ditimbang.
·      Kemampuan tanah menahan air dihitung dengan cara:
-            Sampel tanah diambil seberat 100 gram lalu ditimbang (A)
-            Sampel tanah kemudian dikeringkan dengan oven hingga kering total, lalu ditimbang (B)
-            Jumlah air yang dapat diikat oleh tanah merupakan selisih A – B.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Variabel Pengamatan
Pengapuran
Batang Pisang
Sekam Padi
Vermi Kompos
Tinggi (cm)
156.96
1.358.148
117.888
1.358.519
Diameter batang(mm)
20.05
22
19.4
21.963
Jumlah Tongkol
0.9629
1.07
1.03
11.852
Diameter Tongkol (cm)
4.846
3.317
3.381
61.019
Panjang Tongkol (cm)
19.33
24.74
21
30.537
Berat Tongkol (kg)
6.67
5.3
3.81
6.5

3.2. Pembahasan
            Pemberian bahan pembenah tanah adalah bertujuan untuk melakukan pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran, merubah sifat hydrophobic atau hidrofilik, sehingga merubah kapasitas tanah menahan air (water holding capacity), meningkatkan kapasitas tukat kation (KTK) tanah. Beberapa bahan pembenah tanah, juga mampu menyuplai unsure hara tertentu, meskipin jumlahnya relative kecil.
Pembenah tanaha yang sudah banyak dibuktikan efektifitasnya baik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, maupun biologi tanah. Limbah pertanian seperti blotong, skim lateks, dan lainnya juga dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah. Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahan penggunaan pembanah tanah mineral seperti zeloit berpengarut lebih baik terhadap sifat –tanah jika disertai dengan pemberian bahan organic. Oleh karena itu, bila bahan pembenah tanah akan dijadikan suatu tindakan dalam usaha peningkatan produktivitas lahan pertanian di Indonesia, maka pemilihan bahan pembenah tanah tetap diprioritaskan pada bahan – bahan yang murah, bersifat insitu, dan terbarukan, bahan organic pada dasarnya dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Dari pelaksanaan praktikum ini didapati bahwa pembenah tanah adalah salah satu cara memperbaiki dan menjaga produktivitas tanah. Pembenahan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan bahan – bahan alami yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem tanpa haru menggunakan bahan – bahan sintetis yang cenderung memberikan dampak di belakang hari.
Dari keempat bahan alami yang dapat digunakan seebagai pembenah tanah yaitu dengan memberikan dolomite/ pengapuran, dengan memberikan cincangan batang pisang, dan  sekam padi serta verni kompos, ternyata pemberian verni konpos meningkatkan hasil tanaman jagung secara keseluruhan dari variable pengamatan yang dikenakan.
Pada variable pengamatan tinggi tanaman diperoleh bahwa tanaman yang diberi perlakuan verni kompos menghasilkan tanaman yang tertinggi yaitu 1.358.519 cm. jagung yang diberikan perlakuan cincangan batang pisang sebagai bahan pembenah tanah memberikan hasil yang tidak begitu jauh berbeda hasilnyadengan perlakuan verni kompos yaitu 1.358.148 cm. sedang pada perlakuan pengapuran dan sekam padi menunjukan hasil tinggi tanaman yang kurang baik yaitu 156,96 cm dan 117.888 cm. sehingga dari segi tinggi tanaman diperoleh bahwa perlakukan verni kompos dan batang pisang dapat meningkatkan tinggi tanaman jagung.
Perlakuan pembenahan tanah dengan empat macam sumber pembenah tanah tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan dimana dari hasil pengukuran yang dilakukan ternyata terdapat perbedaan yang sangat sedikit. Pada perlakuan pengapuran diperoleh 20,05 mm, perlakuan batang pisang diperoleh 22cm, perlakuan sekam padi 19,4, serta perlakuan verni kompos 21, 963. Artinya pemberian perlakuan pembenah tanah dari ke empat macam sumber pembenah tanah memberikan pengaruh yang sama terhadap pertambahan diameter batang jagung.
Jumlah tongkol yang dihasilkan dari setiap tanaman ya ng diberikan perlakuan yang berbeda menunjukan nilai yang berbeda. Dimana pembenah tanah denga vermin kompos menghasilkan jumlah tongkol yang terbanyak yaitu 11 tongkol yang sangat berbeda dengan perlakuan lain yang menghasilkan jumlah tongkol berkisar 1 tongkol saja. Artinya pembenah tanah dengan verni kompos memberikan peningkatan jumlah tongkol terbaik pada tanaman jagung.
Sama halnya dengan jumlah tongkol, diameter tongkol yang dihasilkan dari pemberian verni kompos menunjukkan hasil terbaik yaitu 61, 019 cm yang berbeda cukup jauh dengan hasil dari diameter tongkol jagung yang dihasilkan tanaman jagung yang diberikan perlakuan yang lainnya.
Sedangkan pada panjang tongkol dan berat tongkol jagung tidak terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap pemberian perlakuak pengapuran, cincangan batang pisang, sekam padi, ataupun verni kompos. Tetapi meskipiun tidak terdapat perbedaan yang sngat jauh berbeda tetap saja verni kompos menunjukan hasil terbaik dibandingkan dengan bahan pembenah tanah lainnya.
Sehingga dari seluruh variable yang diamati menunjukan bahwa verni kompos memberikan peningkatan hasil terbaik dalam budidaya tanaman jagung, yang ditunjukaan dengan peningkattan hasil secara keseluruhan lebih baik dari pada bahan pembenah tanah yang lain (dolomite, batang pisang, serta sekam padi).
BAB IV
KESIMPULAN

Dari pelaksanaan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa sumber alami pembenah tanah yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung adalah verni kompos dibandingkan dengan sumber pembenah tanah lainnya seperti pengapuran, batang pisang, ataupun sekam padi. Ini ditunjukan dengan nilai tertinggi dari setiap variable yang diamati pada praktikum ini.


ACARA 1V
MULSA

BAB I
PENDAHULUAN

Mulsa merupakan bahan yang dapat dipakai untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma pada permukaan tanah. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah sisa tanaman seperti jerami padi, daun dan batang jagung, daun dan batang kacang tanah dan gulma (alang – alang). Fungsi mulsa adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Jika bahan mulsa organic telah melapuk dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah. (Anonim, 2010).
Mulsa dibedakan menjadi dua macam dilihat dari bahan asalnya, yaitu mulsa organik dan anorganik. Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti jerami dan alang-alang. Mulsa organik diberikan setelah tanaman /bibit ditanam. Keuntungan mulsa organik adalah dan lebih ekonomis (murah), mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah. Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang sukar/tidak dapat terurai. Contoh mulsa anorganik adalah mulsa plastik, mulsa plastik hitam perak atau karung. Mulsa anorganik dipasang sebelum tanaman/bibit ditanam, lalu dilubangi sesuai dengan jarak tanam  (Wikipedia, 2010).
Tanaman kekurangan air dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang (Purwowidodo 1983).
Mulsa berbahan dasar organic merupakan mulsa yang terdiri dari bahan organic sisa tanaman (jerami padi, batang dan daun jagung, batang dan daun kacang tanah, alang – alang), pangkasan dari tanaman pagar, daun – daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2 – 5 cm sehingga tanaman tertutup sempurna. Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapat menarik binatang tanah (cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan ketersediaan bahan organic sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organic akan membantu memperbaiki struktur tanah. Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman dari rumput – rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan organic dari tanaman leguminose. Penggunaan mulsa jerami ditujukan untuk kepentingan agronomi, yaitu mempertahankan tingkat kelembaban tanah, menjaga suhu permukaan tanah, mengurangi erosi, memperlambat pemiskinan K dan Si, meningkatkan C-Organik, Mg dan KTK, meningkatkan serapan P dan K, dan meningkatkan stabilitas agregat tanah serta translokasi N dan P. Pemberian pupuk jerami adalah salah satu upaya memanipulasi habitat dan terbukti memberikan manfaat yang positif terutama untuk membangun kembali ekosistem yang telah rusak (Anonim, 2010).
Menurut Lamont (1993) penggunaan mulsa anorganik antara lain dapat mempercepat tanaman berproduksi, meningkatkan hasil per satuan luas, efisien dalam penggunaan pupuk dan air, mengurangi erosi akibat hujan dan angin, mengurangi serangan hama dan penyakit tanaman, menghambat pertumbuhan gulma, mencegah pemadatan tanah dan mempunyai kesempatan untuk menanam pada bedengan yang sama lebih dari satu kali.
Pada system agribisnis yang intensif, dengan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi, sering digunakan mulsa plastic untuk mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan hama dan penyakit serta gulma. Lembaran plastic dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman. Jenis plastic yang digunakan biasanya plastic hitam perak (PHP). Mulsa PHP yang terdiri dari dua lapisan, yaitu berwarna perak di bagian atas dan warna hitam dbagian bawah dengan berbagai keuntungan. Warna perak pada mulsa akan memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis menjadi lebih optimal, kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi serangan penyakit, dan mengusir serangga – serangga pengganggu tanaman seperti trirps dan Aphids. Sedang warna hitam pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu diperakaran tanaman menjadi hangat. Akibatnya, perkembangan akar akan optimal, selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari menembus kedalam tanah sehingga benih – benih gulma tidak akan tumbuh. Pemasangan mulsa PHP sebaiknya dilakukan pada saat panas matahari terik agar mulsa dapat memuai sehingga menutup bedengan dengan tepat. Teknis pemasangannya cukup oleh dua orang untuk satu bedengan (Anonim, 2010).

1.2.Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui perbedaa pengaruh pemberian berbagai jenis bahan mulsa terhadap pertumbuhan timun.


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1.Alat dan Bahan
·         Plastik hitam
·         Sisa tanaman atau potongan gulma
·         Benih sawi manis dan timun
·         Cangkul
·         Alat ukur
·         Timbangan

2.2. Cara Kerja
·           Petakan dibuat dengan ukuran 2,25 m x 2,0 m sebanyak 3 petakan dengan ketentuan:
o   MI = Plasti hitam
o   M2 = Mulsa sisa tanaman atau gulma (20 tan/ha)
o   M3 = Tanpa mulsa
·         Sawi/ timun ditanam dengan jarak 25 cm x 40 cm.
·         Pada umur tanam 36 hari dilakukan pemanenan dan hasil panen perpetak ditimbang.


BAB III
PEMBAHASAN

Penggunaan mulsa merupakan suatu sistem pengelolaan tanah dimana sisa-sisa tanaman tidak dibuang keluar lahan atau dibakar, tetapi disebar atau dibenamkan ke dalam tanah.   Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dengan tepat memberikan beberapa manfaat sebagai pelindung tanah dari gaya perusak butir hujan, meningkatkan  stabilitas agregat dan porositas, mengontrol suhu tanah  dan menjaga  kelembaban, mengendalikan gulma, mengurangi laju erosi dan runoff, menambah kandungan BO dalam tanah. Ada 3 cara penempatan mulsa yaitu disebar merata pada permukaan tanah, ditempatkan pada jalur diantara tanaman, ditempatkan dalam  lajur di dalam lubang diantara baris tanaman. Waktu pemberian mulsa adalah pada akhir panen, waktu pengolahan tanah untuk persiapan musim tanam berikutnya, efektifitas penutupan tanah minimal 70 %, jumlah mulsa tergantung slope. Misalnya 1-15 % dengan mulsa 4-6 ton per ha. Agar mulsa memberi manfaat secara lebih efektif dan efisien  perlu beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1.      Tidak menambah kemasaman tanah, misalnya sisa  tanaman pinus dapat memasamkan tanah
2.      C/N rasio tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi,  sebaiknya sekitas 20-40. (Busri, 2010)
Namun pada pelaksanaan praktikum ini tidak didapatkan hasilnya. Pada awal pelaksanaan dilakukan dengan menanam sawi dengan system tanam langsung dilahan, tetapi meskipun sudah dilakukan penyulaman tiga kali tetap saja hanya ada sedikit sawi yang dapat tumbuh, itupun pertumbuhannya tidak normal. Sehingga dilakukan pergantian jenis tanaman dari sawi menjadi timun. Sama halnya dengan sawi, timun yang ditanam juga menunjukkan gejala ketidak normalan seperti sawi, hingga pada akhir masa praktikum  tidak ada yang dapat di panen sehingga diputuskan bahwa tidak dilakukan pemanenan terhadap tanaman timunnya.




ACARA V
PEEMBUATAN KOMPOS

BAB I
PENDAHULUAN

Pengelolaan tanah yang berkelanjutan berarti suatu upaya pemanfaatan tanah melalui pengendalian masukan dalam suatu proses untuk memperoleh produktivitas tinggi secara berkelanjutan, meningkatkan kualitas tanah, serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan tanah dapat ditekan seminimal mungkin sampai batas yang dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari dan dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang menurut Lai (1995) dalam Anonim (2010)

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova (1961) dalam Anonim (2010).  Sedang menurut Stevenson (1994) dalam Anonim (2010)  bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.

Kompos merupakan hasil perombakan bahan organic oleh microba dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N <20. Bahan organic yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N Karena menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi microba dikenal dengan nama bokasih. Dengan cara ini proses pembuatn kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional. Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan microba agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organic. Yang dimaksud microba disini adalah bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organic disini merupakan bahan untuk bahan baku kompos ialah jerami, sampah rumah tangga, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam – macam tergantung keadaan tempat pembuatan, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang diinginkan, macam bahan yang tersedia dan selera yang membuat (Anonim, 2010).

Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisika tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura seperti buah – buahan, tanaman hias, dan sayuran atau tanaman yang sifatnya perishable ini hamper tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga dibidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Kompos membuat rasa buah – buahan dan sayur lebih enak, lebih harum dan lebih massif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organic selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai pupuk organic saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan pupuk buatan saja seperti urea juga memberikan produktivitas yang terbatas. Namun jika keduannya digunakan saling melengkapi, akan terjadi sinergi positif. Produktifitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk tersebut secara masing – masing (Anonim, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu 1) sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan komposisi kimia, 2) tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat kesuburan, dan 3) faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperature (Anonim,2010)

1.1.Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan kompos dari sampah organic.


BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Alat dan Bahan
·         Sampah runtuhan daun yang telah kering
·         Pupuk kandang
·         Actice microorganism (EM-4)
·         Ember plastic
·         Cangkul
·         Ayakan
·         Timbangan

2.2. Cara Kerja
·         Komposter disiapkan berupa lubang dengan ukuran 75 cm x 50 cm x 50 cm.
·         Bahan organic yang berupa reruntuhan daun yang telah kering disiapkan sebanyak 3 karung (40 kg).
·         Pada dasar lubang ditaburkan secara merata pupuk kandang.
·         Pada pelakuan K1 daun kering (BO) setebal 15 cm dimasukkan kedalam lubang, lalu ditaburi dengan pupuk kandang hingga merata. Selanjutnya dimasukkan kembali daun kering setebal 15 cm kedalam lubang, dan demikian seterusnya hingga lubang pembuatan kompos penuh.
·         Pada perlakuan K2, dilakukan sama dengan apa yang dilakukan pada poin ke 4, namun setelah selesai ditaburi oleh pupuk kandang ditambahkan percikan air yang yang dipercaya dengan active microorganism (EM-4).
·         Pada perlakuan K3, dilakukan sama dengan apa yang dilakukan pada poin ke 5, akan tetapi pupuk kandang dicampur dengan kapur pertanian (perbandingan pupuk kandang dengan kapur 1:1).
·         Setelah lubang penuh (agak menggunung), kemudian lubang ditutup dengan plastic hitam.
·         Dilakukan pembalikan setiap minggu, dan ditambahkan air dengan cara dipercikkan jika kondisi calon kompos terlalu panas dan kering.
·         Setelah 4 minggu sejak dilakukan pengomposan, kompos dipanen.
·         Hasil panen kompos selanjutnya ditimbang.
·         Hal – hal yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan kompos adalah:

o   Kelembaban timbunan bahan kompos
Kegiatan dan kehidupan microbial sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.

o   Aerasi timbunan
Aerasi berhubungan erat dengan kelengasan. Apabila terlalu lembab microbial yang hidup hanya microbial anaerob saja, microbial aerobic mati atau terhambat pertumbuhannya. Sedangkan terlalu kering, udara bebas masuk ke dalam timbunan bahan yang dikomposkan umunnya menyebabkan hilangnya nitrogen relative banyak karena menguap berupa NH3.

o   Temperature harus dijaga tidak terlampau tinggi  (maksimum 600C)
Selama pengomposan sellu timbul panas sehingga bahan organic yang dikomposkan temperaturnya naik, bahkan sering temperature mencapai 600C. pada temperature tersebut microbial mati atau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperature umunya dilakukan pembalikan timbunan bakal kompos, biasanya dilakukan satu kali dalam 7 hari.

o   Suasana
Proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam – asam organic, sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi keasaman.

o   Netralisasi
Netralisasi keasaman sering dilakukan dengan menambahkan bahan pengapuran misalnya kapur, dolomite atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisir tetapi juga menambahkan hara Ca, K, dan Mg dalam kompos yang dibuat. Kadang – kadang untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas kompos, timbunan diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan microbial yang cepat memerlukan hara lain termasuk P. sebetulnya hara P disediakan untuk microbial sehingga perkembangan dan kegiatannya menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini8 juga meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos lebih tinggi dan biasa, karena residu P sukar tercuci dan tidak menguap.


 


BAB III
PEMBAHASAN

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu system kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova (1961) dalam Anonim (2010). Kompos merupakan hasil perombakan bahan organic oleh microba dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi microba dikenal dengan nama bokasih. Dengan cara ini proses pembuatn kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional. Faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik dapat dikelompokkan dalam tiga grup, yaitu  sifat dari bahan tanaman termasuk jenis tanaman, umur tanaman dan komposisi kimia,  tanah termasuk aerasi, temperatur, kelembaban, kemasaman, dan tingkat kesuburan, dan faktor iklim terutama pengaruh dari kelembaban dan temperature (Anonim,2010)
Namun dari pelaksanaan praktikum ini hingga akhir masa praktikum ini tidak diperoleh pupuk kompos, hal ini bias disebabkan oleh kesalahan pelaksanaan praktikum sehingga bahan – bahan pembentuk kompos tidak terurai secara semurna.





FIELD TRIP
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negative terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Kasumbog, 1997).
Definisi tentang sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainability) telah banyak dikemukakan oleh berbagai pihak, sehingga perlu ada persamaan persepsi di antara para pembaca buku ini mengenai istilah “berkelanjutan”. Oleh karena itu perlu adanya suatu kriteria yang disepakati bersama untuk menentukan apakah suatu sistem pola tanam yang dilaksanakan telah memenuhi tingkat berkelanjutan.1 (Van der Heide et al., 1992).
Berdasarkan kriteria yang dikemukakan Van der Heide et al.,( 1992)  suatu sistem pengelolaan tanah masam dapat dikatakan berkelanjutan atau sustainable apabila memenuhi beberapa tanda berikut:
1. Menekan penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu
2. Menekan gangguan gulma
3. Menekan serangan hama dan penyakit
4. Menekan erosi tanah
5.Mempertahankan keberagaman tanaman (diversifikasi)
Salah satu cara pengelolaan yang terbukti dapat mempertahankan kesuburan tanah-tanah masam adalah dengan menanam tanaman tahunan (pepohonan) bersama-sama dengan tanaman semusim dalam sebidang lahan yang sama (kebun campuran, upaya-upaya pemecahan masalah yang ditujukan untuk mendapat produksi yang tinggi secara berkelanjutan seharusnya dilakukan tanpa mengakibatkan kerusakan (degradasi) pada sumberdaya lahan. Dalam hal ini perlu diperhatikan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan fungsi tanaman dalam meminimalkan kehilangan tanah, air dan hara. Pengembangan pertanian pada umumnya terpusat pada usaha intensifikasi produksi pertanian dan upaya mengatasi masalah lingkungan yang menjadi factor pembatas pertumbuhan tanaman. Upaya-upaya tersebut tanpa disadari telah menciptakan permasalahan lingkungan baru, sehingga masalah yang tadinya berskala lokal atau regional meningkat menjadi masalah nasional atau global yang akan mempengaruhi keberlanjutan produksi tanaman.
Sejak tahun 2008, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan telah menginisiasi program pengembangan ternak sapi yang terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit yang terkenal dengan istilah SISKA (Sistem Integrasi Sapi – Kelapa Sawit). Sasaran program ini selaras dengan program Pemerintah Pusat yaitu Revitalisasi PPK dan Swasembada Daging Sapi 2010 yang bertujuan untuk meningkatkan produksi daging sapi Sumsel dan juga nasional dengan mengoptimalkan berbagai sumber daya yang bisa saling mendukung. Pada dasarnya upaya optimalisasi produksi daging bisa dilakukan dengan beberapa alternatif seperti i) intensifikasi dan ekstensifikasi lahan tidur, ii) optimalisasi pemanfaatan sumber pakan alternatif, dan iii) integrasi ternak dengan tanaman perkebunan / industry kelapa sawit. Integrasi ternak dengan perkebunan dikembangkan berdasarkan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) dengan cara 1:
1.      Limbah perkebunan dalam hal ini kebun sawit seperti solid, pelepah, dan bungkil sawit dimanfaatkan sebagai pakan,
2.      Kotoran ternak dan limbah sawit non pakan didekomposisi menjadi kompos untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah,
3.      Penggembalaan ternak diarahkan untuk memakan tanaman liar/gulma

Gambar 1. Pola Sistem Integrasi Sapi – Kelapa Sawit
 






Sumber pakan berupa hijauan diperoleh dari area perkebunan dan juga dari produk sampingan olahan sawit seperti pelepah, solid, dan bungkil sawit. Produk sampingan tersebut sangat bermanfaat karena tersedia sepanjang tahun tidak seperti hijauan yang menjadi sangat terbatas pada saat musim kemarau. Hasil studi menunjukkan bahwa per ha kebun sawit dapat menyediakan pakan untuk 1-3 ekor sapi dewasa2. Pola integrasi ternak dengan tanaman perkebunan cocok dikembangkan di Prop. Sumatera Selatan yang memiliki areal perkebunan yang luas. Luas area perkebunan kelapa sawit di Prop. Sumsel pada tahun 2008 mencapai sekitar 640 ribu hektar yang terdiri dari lahan inti sekitar 420 ribu hektar dan lahan plasma seluas 240 ribu hektar3. Potensi perkebunan sawit yang besar tersebut merupakan modal yang sangat potensial untuk diintegrasikan dengan usaha peternakan.

1.2.Tujuan
  1. Memberikan pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa tentang teknik budidaya berbagai komoditi pertanian dan diintergasikan dengan peternakan.
  2. Melalui survey langsung dengan petani  dan kelompok petani  serta dengan pihak pengelolo babtis secara langsung  memberikan wawasan ilmu dan praktek pertanian pada mahsiswa serta terjadi interaksi yang baik antara petani, pengusaha dan mahasiswa.
  3. Mengetahui teknik budidaya dan pengolahan peternakan yang dilakukan para petani



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
  1. Alat tulis
  2. camera

3.2 Prosedur Pelaksanaan
Survey dilakukan pada  November  2010 yang berada di daerah tahura (babtis), Dengan prosedur kerja sebagai berikut:                                                   
·         Mahasiswa (praktikan) dari masing-masing kelompok yang akan mempelajari teknik budidaya dari kelompok tani yang ada.
·         Sebagai objek praktikan adalah kelompok usaha tani padi yang dianggap sebagai sampel data populasi kegiatan praktikum.
·         Praktikan terjun langsung ke lapangan, kemudian meminta petani/ kelompok tani untuk menjadi responden dalam pengumpulan data.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem pengintegrasian budidaya tanaman dengan peternakan merupakan salah satu system pengelolaan pertanian yang tepat untuk dikembangkan, sebab disamping mendapatkan hasil dari produksi tanaman yang dibudidayakan, dapat pula peningkatan hasil dari usaha peternakan sebagai usaha sampingan.
Seperti yang dikelola di Babtis, dimana terdapat usaha pembudidayaan tanaman secara multicroping, yaitu pembudidayaan lebih dari satu jenis komoditi pada satu areal pertanaman. Pengusahaan lebih dari satu jenis komoditi dapat memaksimalkan pendapatan dan dapat membantu penyerapan Tenaha kerja yang baik. Seperti system pengelolaan yang diterapkan dibabtis. System pengelolaan yang dilakukan adalah dengan pemberian tanggung jawab satu keluarga terhadap satu jenis kooditi yang diusahakan, informasi ini kami peroleh dari salah seorang karyawan/buruh yang mengaku diberikan tanggung jawab mengelola mulai dari penanaman pemeliharaan pemanenan hingga pertanggung jawaban masa usaha pembudidayaan salah pondoh dan jeruk kalamaci.
Begitu pula dengan pengelola ternak yang ada, seperti kambing yang dikelola oleh satu keluarga ini. Keluarga yang nota bene merupakan karyawan dari perusahaan yang bergerak dibidang petenakan dan pertanian ini harus mengurus dan mengelola dengan baik ternak yang diamanatkan. Mulai dari penyediaan pakan ternak, pembersihan kandang hingga cukup steril sebab kambing yang diambil susunya untuk diolah lebih lanjut ini memerlukan keadaan kandang yang cukup higienis agar susu yang diperoleh dapat terjaga ke sterilannya sampai pada masa kawinya harus di atur oleh petugas/keluarga yang bersangkutan.
Selain usaha budidaya dan peternakan, di babtis juga terdapat bagian pengolahan hasil sendiri. Seperti jeruk kalamaci yang dibudidayakan memiliki rasa yang asam ini ketika masa panen sudah tiba, maka jeruk kalamaci diolah dipabrik sendiri menjadi sirrup khas provinsi Bengkulu dengan rasa yang manis dan menyegarkan. Selain pengolahan jeruk menjadi siruf masih banyak pengolah hasil budidaya yang lain seperti pengolahan kopi, susu kambing dengan berbagai rasa serta pembuatan susu dari susu kambing dengan berbagai rasa.
Pengelolaan system budidaya dan peternakan dapat meminimalkan buangan limbah pertanian dengan memanfaatkannya menjadi pakan ternak, dan kotoran yang dihasilkan dari ternak dapat dimanfaat sebagai pupuk. Dengan kata lain limbah pertanian dapat menjadi input bagi peternakan, dan buangan peternakan dapat menjadi input pertanian sehngga ada kesinergian hubungan antara pertanian dan peternakan. Artinya pertanian dan peternakan dapat menjadi dua bidang usaha yang saling mendukung.
Pembudidayaan dan pengolahan sendiri merupakan salah satu bentuk usaha yang tepat untuk dikemangkan sebab disamping dapat menghasilkan produk utama yaitu hasil usaha budidaya juga didapatkan hasil dari pengolahan terrnak. Selain itu dengan adanya pabrik pengolahan sendiri maka dapat meningkatkan efsiensi keuntungan yang diperoleh peruahaan serta dengan adanya system usaha yang sepeti ini maka dapat menyerap tenaga kerja cukup banyak sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran di daerah sekitar perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA


0 Responses to “LAPORAN PRAKTIKUM PERTANIAN LESTASRI”

Posting Komentar