Rabu, 21 Desember 2011

Laporan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Acara IV Musuh Alami Hama dan Patogen



Laporan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman
Acara IV
Musuh Alami Hama dan Patogen

Disusun Oleh :
Agung Matsetio
E1J010059
Dosen Pembimbing : Ir. Nadrawati, MP
Co-ass : Yanti CH
  Tri Nurhidayah

Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu
2011
BAB I
Pendahuluan

1.1  Dasar Teori
Musuh alami hama dan patogen adalah organisme yang mengganggu patogen, sedangkan musuh alami hama adalah organisme yang mengganggu hama. Bentuk gangguannya dapat berupa hiperparasitik, antagonistik, predatorik, parasitoid, dan patogenik.
Secara alami, patogen merupakan musuh tanaman tetapi patogen juga mempunyai musuh yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan patogen. Mekanisme pertumbuhannya dapat secara antagonistik atau hiperparasitik. Musuh alami yang antagonistik biasanya menghasilkan antibiotik yang berfungsi untuk menghambat atau membunuh patogen (organisme lain). Musuh alami yang hiperparasit hidupnya dengan cara memarasit patogen. Contoh musuh alami patogen yaitu Trichoderma harzianum, Gliocladium virens, Pseudomonas fluorescens.
Predator adalah binatang yang memakan (memengsa) binatang lainnya. Predator biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya dan dapat berasal dari vertebrata maupun avertebrata. Serangga predator ada yang bertindak sebagai predator pada fase dewasa saja atau larva saja, tetapi ada pula yang pada fase larva dan dewasa. Serangga predator yang banyak berasal dari ordo Coleoptera disusul ordo Odonata dan Hemiptera. Sebagai contoh dari ordo Coleoptera adalah : Coccinella arcuata dan C.repanda pemakan wereng coklat dan hijau pada padi juga Aphis.
Parasitoid dapat diartikan sebagai hewan yang hidupnya menumpang pada hewan lain dan mengisap cairan tubuh inang sehingga dapat menyebabkan kematian inangnya. Biasanya parasitoid berukuran lebih kecil dari pada inangnya (hama) dan satu individu parasitoid hanya memerlukan satu individu inang untuk berkembang menjadi dewasa. Bahkan dalam satu inang dapat hidup beberapa larva atau kepompong parasitoid. Parasitoid mematikan inangnya secara perlahan-lahan. Kebanyakan serangga parasitoid adalah anggota ordo Hymenoptera dan Diptera. Parasitoid dapat menyerang dan berkembang dalam berbagai fase hidup hama (inangnya). Misalnya ada parasitoid telur, larva nimfa, kepompong, dan serangga dewasa. Trichogramma (anggota ordo Hymenoptera) adalah salah satu contoh parasitoid telur hama penggerek batang padi.
Hama dapat terinfeksi oleh patogen (kuman) yang disebabkan oleh nematoda, jamur, bakteri, rickettsia, dan virus. Patogen tersebut dapat masuk ke dalam tubuh hama dengan jalan: merusak integumen, melalui spiraculum, anus atau lubang masuk yang lain. Umumnya patogen masuk lewat mulut atau alat pencernaan. Contoh patogen serangga adalah Bacillus thuringiensis sebagai bakteri patogen larva Lepidoptera dan Metarrhizium anisoliae penyebab penyakit muscadine hijau pada kumbang kelapa (Oryctes fhinoceros).
1.2  Tujuan Praktikum
Mengenal musuh alami hama, patogen dan mempelajari mekanisme permusuhannya.















BAB II
Tinjauan Pustaka

1.      Beauvaria bassiana
Beauvaria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 °C, kelembapan tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya. Dilaporkan telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran. Sebagian contoh lain yang menjadi inang jamur B. bassiana adalah jangkrik, ulat sutra, dan semut merah. Karena B.bassiana dapat menyerang hampir semua jenis serangga, cendawan ini digolongkan ke dalam non-selektif pestisida sehingga dianjurkan tidak digunakan pada tanaman yang pembuahannya dibantu oleh serangga.
Penggunaan jamur ini untuk membasmi hama dapat dilakukan dengan beberapa metode. Jamur ini bisa dipakai untuk jebakan hama. Adapun cara penggunaanya yaitu dengan memasukkan Beauveria bassiana beserta alat pemikat berupa aroma yang diminati serangga (feromon) ke dalam botol mineral. Serangga akan masuk ke dalam botol dan terkena spora. Akhirnya menyebabkan serangga tersebut terinfeksi. Cara aplikasi lain yaitu dengan metode penyemprotan. (Wikipedia, 2011)
2.      Belalang sembah
Belalang sentadu atau belalang sembah adalah serangga yang termasuk ke dalam ordo Mantodea. Ada sekitar 2.300 spesies dalam ordo Mantodea di seluruh dunia; kebanyakan berada di daerah tropis atau sub-tropis, tetapi beberapa spesies hidup di iklim sedang, seperti di utara Amerika Serikat, Eropa Tengah, dan Siberia. Belalang sentadu tergolong keluarga Mantidae.
Seekor belalang sentadu betina yang hamil akan menghasilkan massa busa yang besar, yang disebut ootheca (jamak:oothecae). Ootheca ini dapat memuat hingga 300 butir telur, yang semuanya dilindungi dalam kantung busa. Oothecae ini dihasilkan pada musim gugur —dan sesudah itu belalang sentadu dewasa mati— dan menetas dalam waktu hingga lima bulan. Sebagian spesies menetas dalam interval kecil, dan proses penetasan dapat berlangsung hingga lima minggu ketika sebelum larva muncul sepenuhnya. Belalang betina yang bunting tidak hanya memproduksi oothecae, tetapi juga oothecae yang tidak subur oleh belalang betina yang belum dikawini. Kadang-kadang satu atau dua larva menetas, tetapi hal ini jarang sekali terjadi. Beberapa spesies, seperti misalnya Brunneria borealis, menghasilkan oothecae melalui partenogenesis. Dalam keadaan ini, belalang jantan tidak dibutuhkan untuk menghasilkan ootheca yang subur; namun, semua belalang yang dihasilkan dari proses ini adalah betina.
3.      Capung
Capung atau sibar-sibar dan Capung Jarum adalah kelompok serangga yang tergolong ke dalam bangsa Odonata. Kedua macam serangga ini jarang berada jauh-jauh dari air, tempat mereka bertelur dan menghabiskan masa pra-dewasa anak-anaknya. Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga maksimal enam atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya pada tetumbuhan yang berada di air. Ada jenis yang senang dengan air menggenang, namun ada pula jenis yang senang menaruh telurnya di air yang agak deras. Setelah menetas, tempayak (larva) capung hidup dan berkembang di dasar perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa, dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa.
Sebagian besar siklus hidup capung dihabiskan dalam bentuk nimfa, di bawah permukaan air, dengan menggunakan insang internal untuk bernafas. Tempayak dan nimfa capung hidup sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa capung yang berukuran besar bahkan dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Setelah dewasa, capung hanya mampu hidup maksimal selama empat bulan. (Wikipedia, 2011)
4.      Coccinellidae
Kumbang koksi adalah salah satu hewan kecil anggota ordo Coleoptera. Mereka mudah dikenali karena penampilannya yang bundar kecil dan punggungnya yang berwarna-warni serta pada beberapa jenis berbintik-bintik. Di negara-negara Barat, hewan ini dikenal dengan nama ladybird atau ladybug. Awam menyebut kumbang koksi sebagai kepik, karena ukurannya dan perisainya yang juga keras, namun kumbang ini sama sekali bukan dari bangsa kepik (Hemiptera). Serangga ini dikenal sebagai sahabat petani karena beberapa anggotanya memangsa serangga-serangga hama seperti kutu daun. Walaupun demikian, ada beberapa spesies koksi yang juga memakan daun sehingga menjadi hama tanaman. Seperti kebanyakan serangga dan hewan, kepik koksi di wilayah empat musim juga melakukan hibernasi (tidur panjang di musim dingin). Kepik koksi biasanya berkumpul dalam jumlah besar di tempat-tempat seperti di bawah balok kayu, kulit batang, atau timbunan daun saat berhibernasi. Selama periode tidur panjang itu, mereka bertahan dengan memanfaatkan persediaan makanan di tubuhnya. (Wikipedia, 2011)
5.      Kepik
Hemiptera adalah ordo dari serangga yang juga dikenal sebagai kepik. Hemiptera terdiri dari 80.000 spesies serangga seperti tonggeret, kutu daun, anggang-anggang, walang sangit, dan lain-lain. Mereka semua memiliki ciri-ciri khusus seperti mulut berbentuk jarum dan tidak mengalami metamorfosis sempurna.
Serangga kecil yang dikenal sebagai kepik (ladybug) tidak termasuk dalam Hemiptera, melainkan termasuk dalam ordo Coleoptera (kumbang) karena memiliki perbedaan dalam hal anatomi dan siklus hidupnya. Hemiptera berarti "yang bersayap setengah". Nama itu diberikan karena serangga dari ordo ini memiliki sayap depan yang bagian pangkalnya keras seperti kulit, namun bagian belakangnya tipis seperti membran. Sayap depan ini pada sebagian anggota Hemiptera bisa dilipat di atas tubuhnya dan menutupi sayap belakangnya yang seluruhnya tipis dan transparan, sementara pada anggota Hemiptera lain sayapnya tidak dilipat sekalipun sedang tidak terbang.
Hemiptera terdiri dari 4 subordo berbeda: Auchenorrhyncha, Coleorrhyncha, Heteroptera, dan Sternorrhyncha. Subordo penyusun Hemiptera sendiri pada awalnya dipisahkan ke dalam 2 ordo berbeda, ordo Homoptera dan ordo Heteroptera/Hemiptera dengan melihat perbedaan pada kedua sayap serangga anggota penyusun kedua ordo tersebut. Kedua ordo tersebut akhirnya dikombinasikan menjadi satu ordo, yaitu ordo Hemiptera yang terdiri dari 4 subordo seperti yang dikenal sekarang dengan subordo Heteroptera memiliki anggota penyusun terbanyak (mencapai 25.000 spesies) di mana anggotanya umumnya adalah kepik-kepik sejati besar seperti walang sangit dan kepik pembunuh. (Wikipedia. 2011)
6.      Laba-laba
Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae; dan bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan— dimasukkan ke dalam kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi.
Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia
Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan benang sutera yakni helaian serat protein yang tipis namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain. (Wikipedia, 2011)
7.      Cecopet (Ordo Dermaptera)
Cecopet mudah dikenal karena ada penjepit pada ekornya. Penjepit dipakai untuk menangkap dan memegang mangsanya, serta pertahanan diri. Cecopet  biasanya berwarna hitam atau coklat, dewasa bisa bersayap atau tanpa sayap, aktif  pada malam hari, pada siang hari bersembunyi dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Cecopet memangsa telur, larva dan nimfa serangga yang badannya lembut. Seekor cecopet dapat memakan larva 20 - 30 ekor/hari
8.      Parasitoid
Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat hidupnya dengan bergantung pada atas di organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh (dan sering mengambil makanan) dalam proses itu. Kemudian parasitoid mirip dengan parasit khusus kecuali dalam nasib inang tertentu. Dalam hubungan parasit khusus, parasit dan inang hidup berdampingan tanpa kerusakan mematikan pada inang. Khasnya, parasit mengambil cukup bahan makanan untuk tumbuh tanpa mencegah inang berkembang biak. Dalam hubungan parasitoid, inang dibunuh, normalnya sebelum melahirkan keturunan. Bila diperlakukan sebagi bentuk parasitisme, istilah nekrotrof kadang-kadang digunakan, meski jarang. Jenis hubungan ini nampaknya hanya terjadi pada organisme yang memiliki tingkat reproduksi yang cepat, seperti serangga, atau tungau (jarang). Parasitoid juga sering berkembang bersama dengan inangnya. Banyak biolog yang menggunakan istilah parasitoid untuk hanya merujuk pada serangga dengan jenis riwayat hidup seperti ini, namun beberapa orang berpendapat istilah ini mesti digunakan lebih luas untuk mencakup nematoda parasit, kumbang penggerek benih, bakteri dan virus tertentu (mis. bakteriofag) yang semuanya harus menghancurkan inangnya. (Wikipedia, 2010)
9.      Trichoderma sp.
Trichoderma sp. merupakan sejenis cendawan / fungi yang termasuk kelas ascomycetes. Trichoderma sp. memiliki aktivitas antifungal. Di alam, Trichoderma banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Suhu optimum untuk tumbuhnya Trichoderma berbeda-beda setiap spesiesnya. Ada beberapa spesies yang dapat tumbuh pada temperatur rendah ada pula yang tumbuh pada temperatur cukup tinggi,kisarannya sekitar 7 °C – 41 °C. Trichoderma yang dikultur dapat bertumbuh cepat pada suhu 25-30 °C, namun pada suhu 35 °C cendawan ini tidak dapat tumbuh. Perbedaan suhu memengaruhi produksi beberapa enzim seperti karboksimetilselulase dan xilanase.
Kemampuan merespon kondisi pH dan kandungan CO2 juga bervariasi. Namun secara umum apabila kandungan CO2 meningkat maka kondisi pH untuk pertumbuhan akan bergeser menjadi semakin basa. Di udara, pH optimum bagi Trichoderma berkisar antara 3-7. Faktor lain yang memengaruhi pertumbuhan Trichoderma adalah kelembaban, sedangkan kandungan garam tidak terlalu memengaruhi Trichoderma. Penambahan HCO3- dapat menghambat mekanisme kerja Trichoderma. Melalui uji biokimia diketahui bahwa dibandingkan sukrosa, glukosa merupakan sumber karbon utama bagi Trichoderma, sedangkan pada beberapa spesies sumber nitrogennya berasal dari ekstrak khamir dan tripton. (Wikipedia, 2011)
10.  Undur-undur
Undur-undur adalah sebutan untuk kelompok serangga dari famili Myrmeleontidae (kadang-kadang salah dieja sebagai Myrmeleonidae). Di dunia ini diperkirakan ada sekitar 2.000 spesies undur-undur dan mereka tersebar di seluruh dunia, terutama di wilayah bersuhu hangat dan berpasir. Nama "undur-undur" diberikan pada hewan ini karena kebiasaan larvanya berjalan mundur saat menggali sarang jebakan di tanah. Di daerah Barat, hewan ini dikenal dengan nama antlion (semut singa). Nama itu diberikan karena kebiasaan larvanya yang memburu semut secara ganas dengan cara menggali jebakan di dalam tanah sehingga dianggap sebagai "singanya para semut". Undur-undur memiliki penampilan yang sekilas mirip dengan capung karena sama-sama memiliki abdomennya panjang dan memiliki dua pasang sayap transparan berurat pada thoraxnya. Ia bisa dibedakan dengan capung dengan melihat antenanya yang panjang dan ujungnya sedikit melengkung, ukurannya yang rata-rata lebih kecil, dan matanya yang terletak di sisi kepala serta berukuran lebih kecil dibandingkan mata capung. Undur-undur juga tidak bisa terbang secepat dan selincah capung karena ia pada dasarnya merupakan penerbang lemah. Undur-undur memiliki ukuran yang bervariasi. Jenis undur-undur terbesar di dunia diketahui berasal dari genus Palpares yang hidup di Afrika dan rentang sayapnya mencapai 16 cm. (Wikipedia, 2011)
11.  Mettarhizium sp.
Morfologi dari Metarhizium yang telah banyak diketahui yaitu konidiofor tumbuh tegak, spora berbentuk silinder atau lonjong dengan panjang 6-16 mm, warna hialin, bersel satu, massa spora berwarna hijau zaitun.  Metarhizium sp. tumbuh pada pH 3,3-8,5 dan memerlukan kelembaban tinggi.  Radiasi sinar matahari dapat menyebabkan kerusakan pada spora.  Suhu optimum bagi  pertumbuhan dan perkembangan spora berkisar pada 25-30oC.  Metarhizium mempunyai miselia yang bersepta, dengan konidia yang berbentuk lonjong. Metarhizium anisopliae  bersifat saprofit pada media buatan, awal mula pertumbuhannya adalah tumbuhnya konidium yang membengkak dan mengeluarkan tabung-tabung kecambah (Anonymous,1999).

BAB III
Metodelogi

3.1  Alat dan Bahan
1        Antagonis patogen: biakan Trichoderma harzianum, Gliocladium virens, dan Pseudomonas fluorescens.
2        Predator hama tumbuhan: capung (macromiidae), belalang sembah (Mantidae), cecopet (Forficulidae), lalat buah (Rhaginodae), laba-laba (Sphecidae), undur-undur (Myrmeleontidae), kumbang Coccinella, dan kepik Cytorhinus.
3        Parasit dan parasitoid hama tumbuhan: Evanidae, Trichogramma, apanteles, Brachymeris.
4        Patogen hama: Enthomopthorales, Mettarrizium sp., Myzocytium sp., Nematoctonus lelosporus, Bacillus thuringiensis.
5        Alkohol 70%, kloroform, gliserin, dan kapas.
6        Mikroskop stereo, loup, pinset, cawan petri, gelas preparat, gelas penutup preparat dan jarum tombak.
3.2  Cara Kerja
1        Gambar dan beri keterangan biakan, koloni atau spesimen musuh alami yang tersedia.
2        Perhatikan dan catat ciri-ciri penting yang membedakan dari yang lainnya.
3        Sebutkan taksonominya dan beri keterangan tentang hal-hal yang saudara anggap penting untuk diinformasikan.
4        Ceriterakan bagaimana mekanisme permusuhannya dari masing-masing spesimen.







BAB IV
Hasil Pengamatan dan Pembahasan

4.1  Hasil Pengamatan
1.      Laba-laba
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Arachnida
Ordo: Araneae

Ket :
1.      Empat pasang kaki
2.      Cephalothorax
3.      Opisthosoma

2.      Undur-undur
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Upafilum: Hexapoda
Kelas: Insecta
Upakelas: Pterygota
Infrakelas: Neoptera
Ordo: Neuroptera
Famili: Myrmeleontidae

3.      Capung
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Odonata
Upaordo: Epiprocta
Infraordo: Anisoptera
Spesies : Neurothemis sp

4.      Coccinellidae
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta
Ordo: Coleoptera
Subordo: Polyphaga
Superfamily: Cucujoidea
Family: Coccinellidae
Spesies : Coccinella magnifica

5.      Cecopet
Ordo   : Dermaptera
Famili  : *Forficulidae
             *Carcinophoridae

6.      Kepik
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Hemiptera
Spesies : Palomena prasina

7.      Parasitoid
Klasifikasi parasitoid Tumidiclava
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthtropoda
Ordo               : Hymenoptera
Family             : Trichogrammatidae
Genus              : Tumidiclava
Spesies            : Tumidiclava sp.

8.      Belalang sembah
Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Mantodea


9.      Trichoderma sp
Kerajaan: Fungi
Divisi: Ascomycota
Upadivisi: Pezizomycotina
Kelas: Sordariomycetes
Ordo: Hypocreales
Famili: Hypocreaceae
Genus: Trichoderma

10.  Mettarhizium sp
Kingdom          : Fungi
Divisi                : Eumycota
Kelas               : Deuteromycetes
Ordo                : Moniliales
Famili               : Moniliaceae
Genus               : Metarhizium
Spesies            : Metarhizium anisopliae 


11.  Bouveria
Kingdom : Fungi
Phyllum : Ascomycota
Kelas : Hypomycetes
Ordo : Hypocreales
Genus : Sanurus
Spesies : B. Bassiana
4.2  Pembahasan

4.2.1                    Laba-laba
Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau prosoma, yang sebetulnya merupakan gabungan dari kepala dan dada (thorax). Sedangkan segmen bagian belakang disebut abdomen (perut) atau opisthosoma. Antara cephalothorax dan abdomen terdapat penghubung tipis yang dinamai pedicle atau pedicellus. Pada cephalothorax melekat empat pasang kaki, dan satu sampai empat pasang mata. Selain sepasang rahang bertaring besar (disebut chelicera), terdapat pula sepasang atau beberapa alat bantu mulut serupa tangan yang disebut pedipalpus. Pada beberapa jenis laba-laba, pedipalpus pada hewan jantan dewasa membesar dan berubah fungsi sebagai alat bantu dalam perkawinan. Laba-laba tidak memiliki mulut atau gigi untuk mengunyah. Sebagai gantinya, mulut laba-laba berupa alat pengisap untuk menyedot cairan tubuh mangsanya.
4.2.2                    Undur-undur
Undur-undur memiliki penampilan yang sekilas mirip dengan capung karena sama-sama memiliki abdomennya panjang dan memiliki dua pasang sayap transparan berurat pada thoraxnya. Ia bisa dibedakan dengan capung dengan melihat antenanya yang panjang dan ujungnya sedikit melengkung, ukurannya yang rata-rata lebih kecil, dan matanya yang terletak di sisi kepala serta berukuran lebih kecil dibandingkan mata capung. Undur-undur juga tidak bisa terbang secepat dan selincah capung karena ia pada dasarnya merupakan penerbang lemah.
4.2.3                    Capung
Umumnya jenis capung, merupakan penerbang yang kuat dan luas wilayah jelajahnya. Beberapa jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik dan wilayah hidup yang sempit. Capung jarum biasanya terbang dengan lemah, dan jarang menjelajah jauh. Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga maksimal enam atau tujuh tahun. Capung meletakkan telurnya pada tetumbuhan yang berada di air. Ada jenis yang senang dengan air menggenang, namun ada pula jenis yang senang menaruh telurnya di air yang agak deras. Setelah menetas, tempayak (larva) capung hidup dan berkembang di dasar perairan, mengalami metamorfosis menjadi nimfa, dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa. Sebagian besar siklus hidup capung dihabiskan dalam bentuk nimfa, di bawah permukaan air, dengan menggunakan insang internal untuk bernafas. Tempayak dan nimfa capung hidup sebagai hewan karnivora yang ganas. Nimfa capung yang berukuran besar bahkan dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Setelah dewasa, capung hanya mampu hidup maksimal selama empat bulan.
4.2.4                    Coccinellidae
Kepik koksi biasanya berkumpul dalam jumlah besar di tempat-tempat seperti di bawah balok kayu, kulit batang, atau timbunan daun saat berhibernasi. Selama periode tidur panjang itu, mereka bertahan dengan memanfaatkan persediaan makanan di tubuhnya.
4.2.5                    Cecopet
Cecopet  biasanya berwarna hitam atau coklat, dewasa bisa bersayap atau tanpa sayap, aktif  pada malam hari, pada siang hari bersembunyi dalam tanah atau dalam bagian tanaman. Cecopet memangsa telur, larva dan nimfa serangga yang badannya lembut.
4.2.6                    Kepik
Kepik merupakan pemangsa ulat, kutu pengisap (Helopeltis) dan serangga lainnya. Kepik leher adalah pemburu yang sangat efektif, aktif siang hari dan sebagian malam hari. Bila menemukan serangga, kepik membuka mulut pembuluhnya yang tajam, menusukkan mulutnya ke serangga yang ditangkap dan mengisap bagian dalamnya. Kebanyakan jenis kepik leher dewasa berwarna coklat atau hitam, tetapi ada juga yang berwarna terang, serta berbentuk aneh seperti daun kering.
4.2.7                    Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang hidup di dalam atau pada tubuh serangga lain, dan membunuhnya secara pelan-pelan yang umumnya mengeluarkan cairan yang merusak sel / jaringan  tubuh serangga. Parasitoid berguna karena membunuh hama, sedangkan parasit tidak membunuh inangnya, hanya melemahkan. Ada beberapa jenis tawon (tabuhan) kecil sebagai parasitoid hama di kebun kakao.
4.2.8                    Belalang sembah
Belalang sembah mudah dikenal karena kaki depannya yang khas untuk menangkap dan memegang mangsa. Kepalanya bisa bergerak bebas termasuk menoleh ke belakang. Belalang sembah memangsa banyak jenis serangga seperti pengisap buah Helopeltis, biasa menunggu mangsa sampai cukup dekat lalu menangkap dengan cepat menggunakan kedua kaki depannya.Biasanya setelah kawin atau sambil kawin betina langsung makan belalang jantan.
4.2.9                    Trichoderma
Pada Trichoderma yang dikultur, morfologi koloninya bergantung pada media tempat bertumbuh. Pada media yang nutrisinya terbatas, koloni tampak transparan, sedangkan pada media yang nutrisinya lebih banyak, koloni dapat terlihat lebih putih. Konidia dapat terbentuk dalam satu minggu, warnanya dapat kuning, hijau atau putih. Trichoderma merupakan salah satu jamur yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi jamur lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukkan toksin seperti antibiotik. Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen. Kemampuan dan mekanisme Trichoderma dalam menghambat pertumbuhan patogen secara rinci bervariasi pada setiap spesiesnya. Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh faktor ekologi yang membuat produksi bahan metabolit yang bervariasi
4.2.10                Mettarhizium sp.
Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur Metarhizium terutama untuk pertumbuhan dan perkecambahan konidia serta patogenesitasnya.  Batasan suhu untuk pertumbuhan jamur antara 5-35oC, pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 23-25oC.  Konidia akan tumbuh dengan baik dan maksimum pada kelembaban 80-92 persen. Dibawah kondisi alami, Metarhizium sp menghasilkan dua jenis spora. Aerial conidia yang dihasilkan pada phialid-phialid selama fase saprofitik atau pada inang yang telah mati, dan didefinisikan sebagai spora-spora aseksual yang dihasilkan pada sporogenous dan hifa khusus yang dikenal sebagai phialid.  Tipe spora yang kedua adalah spora yang dihasilkan di hemolymph serangga yang biasanya disebut “blastospora”.
4.2.11                Bouveria
Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik, suhu, kelembapan, kebiasaan makan serangga, adanya pestisida sintetis, dan waktu aplikasi. Secara umum, suhu di atas 30 °C, kelembapan tanah yang berkurang dan adanya antifungal atau pestisida dapat menghambat pertumbuhannya. Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru.


















BAB V
Kesimpulan

            Dari hasil pengamatan yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa musuh alami sangat beperan penting dalam pengendalian hama, baik hama maupun patogen. Keduanya memiliki fungsi yang masing-masing berbeda sesuai dengan kondisi yang ada. Bentuk gangguannya dapat berupa hiperparasitik, antagonistik, predatorik, parasitoid, dan patogenik. Contohnya antara lain :
·         Laba-laba adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah, serta pemangsa serangga.
·         Undur-undur adalah hewan yang kebiasaan larvanya yang memburu semut secara ganas dengan cara menggali jebakan di dalam tanah sehingga dianggap sebagai "singanya para semut".
·          Capung atau sibar-sibar adalah kelompok serangga yang tergolong ke dalam bangsa Odonata.
·         Kumbang koksi adalah salah satu hewan kecil anggota ordo Coleoptera yang mudah dikenali karena penampilannya yang bundar kecil dan punggungnya yang berwarna-warni serta pada beberapa jenis berbintik-bintik dan pemangsa hama seperti kutu daun.
·         Kepik memiliki ciri-ciri khusus seperti mulut berbentuk jarum dan tidak mengalami metamorfosis sempurna.
·         Parasitoid adalah serangga yang hidup di dalam atau pada tubuh serangga lain
·         Belalang sembah adalah serangga yang termasuk ke dalam ordo Mantodea.
·         Trichoderma merupakan salah satu jamur yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis bagi jamur lainnya, terutama yang bersifat patogen.
·         Metarhizium sp.adalah jamur yang tumbuh pada pH 3,3-8,5 dan memerlukan kelembaban tinggi. 
·         Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah sebagai jamur saprofit dan pengaruh pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah.
Daftar Pustaka

http://Coccinellidae - Wikipedia, the free encyclopedia (diakses tanggal 13 November 2011)
http:// Beauveria bassiana - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (diakses tanggal 13 November 2011)
http:// Trichoderma - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. (diakses tanggal 13 November 2011)
Purnomo, Bambang. 2009. Penuntun Praktikum DASLINTAN. Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian UNIB : Bengkulu.

1 Responses to “Laporan Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman Acara IV Musuh Alami Hama dan Patogen”

Mewahh mengatakan...
19 Oktober 2019 pukul 22.13

bang izin untuk jadi bahan referensi dan terima kasih hehe


Posting Komentar