Kamis, 22 Desember 2011
TEKNIK KULTUR JARINGAN
LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN
“STERILISASI
DAN PENANAMAN EKSPLAN KENTANG”
DISUSUN OLEH :
Muhammad Ali Alfi
E1J010089
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perbanyakan tanaman
mengunakan organ generatif maupun vegetatif konvensional biasanya tidak
ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan bibit yang banyak juga
menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang sangat tinggi. Selain itu
perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah tersendiri (Sihachakr et al.,
1996). Umumnya tanaman mudah diserang penyakit baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur yang menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas
produksi.
Untuk itu, diperlukan suatu teknologi alternatif yang
dapat mempercepat penyediaan bibit bagi masyarakat luas. Dalam hal ini teknik
kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat
ditempuh karena teknik ini dapat memperbanyak bibit dalam jumlah banyak,
relatif cepat, dan seragam (Supriati, dkk., 2006).
Dalam upaya
perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro, diperlukan adanya
kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), balk jenis
maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut diperlukan untuk mencapai keberhasilan
baik dalam upaya pembentukan tunas maupun pembentukan akar pada eksplan yang ditanam.
Keragaman
genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk merakit varietas
unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan memanfaatkan
plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan melakukan
persilangan. Sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber gen yang
ada sehingga teknologi lainnya perlu diterapkan (Hutami, dkk., 2006). Bioteknologi tanaman pada dasarnya dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu kultur in vitro dan rekombinasi DNA. Perbaikan genetik
tanaman melalui kultur in vitro dapat dilakukan melalui beberapa cara,
antara lain peningkatan keragaman somaklonal, penyelamatan embrio, fertilisasi in
vitro, kultur haploid, dan fusi protoplas (hibridisasi somatik) (Mariska, dkk.,
2006)
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada
dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu
stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku
tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah
satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang
lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
Hussey dan Stacey (1981) mendapatkan laju perpanjangan dan
penebalan batang, jumlah buku, dan morfologi tunas mikro dipengaruhi oleh
panjang hari, intensitas cahaya dan suhu. Batang tunas mikro kentang yang
terbentuk semakin tebal dan pendek apabila semakin lama penyinaran. Batang yang
tebal dan pendek lebih muda disubkultur daripada batang yang panjang dan kurus.
Selain itu, menurut Roca, Espinoza, Roca, dan Bryan (1978), serta Thorton dan
Knutson (1986) lama penyinaran yang dipergunakan untuk perbanyakan tunas mikro
kentang adalah 16 jam per hari.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
J Mengetahui cara pembuatan media tanam
kultur jaringan.
J Mengetahui cara perbanyakan stek mikro
kentang guna mendapatkan propagul kentang unggul bermutu bebas penyakit.
J Mengetahui cara sub kultur tunas mikro kentang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum,
dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia .
Sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan
vitamin yang cukup tinggi, kentang dapat menggantikan bahan panganm karbohidrat
yang berasal dari beras, gandum, atau jagung tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Di Indonesia kentang dikelompokkan dalam komoditas sayuran,
dan merupakan salah satu komoditas yang mendapat prioritas dalam program
penelitian dan pengembangan sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program
diversifikasi pangan, komoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan (Asandhi, 1996;
Sahat, 1996).
Kultur
jaringan merupakan tehnik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel,
jaringan, atau organ dalam kondisi aseptic secara in-vitro. Teknik ini
dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan
dengan kandungan nutrisi lengkap dengan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta
kondisi ruang kultur yang suhu pencahayaannya terkontrol. Perkembangan teknik
kultur jaringan tanaman berpijak pada satu konsep dasar yang disebut
totipotensi, yaitu suatu sifat dari sel-sel tanaman yang pada kondisi sesuai
mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman utuh.
Aplikasi teknologi kultur
jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama
pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak
setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar Internasional baik segi
kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera
dikembangkan melalui kultur jaringan (Mariska, dkk., 2004).
“Faktor yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro telah dilaporkan antara lain: spesies
tanaman, tekanan osmotik pada medium (konsentrasi sukrosa), intensitas cahaya,
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada medium (Lai et al. 2000,
Prahardini dan Sudaryono 1992, Sunyoto et al. 2002). Menurut Ritchie dan
Hodges (1993) komposisi media merupakan kondisi yang penting dalam kultur
tanaman secara in vitro. Komponen media meliputi unsur hara makro,
mikro, sumber karbon, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Setiap genotipe tanaman
memiliki respon pertumbuhan yang berbeda meskipun ditumbuhkan pada media kultur
yang sama, demikian juga dengan sumber eksplan tanaman sehingga diperlukan
optimasi kondisi yang sesuai untuk masing-masing genotype dan sumber eksplan.
hampir semua tanaman yang berasal dari kultur jaringan karena lapisan kutikula
pada daun masih tipis, stomata belum berfungsi secara normal, serta hubungan
jaringan pembuluh batang dan akar yang belum sempurna” (Damayanti et.
al., 2007).
Menurut Wattimena (2000), dalam perbanyakan mikro ada
dua teknik yang telah dikembangkan untuk memproduksi propagul kentang, yaitu
stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro berasal dari perbanyakan stek buku
tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang digunakan untuk pengumbian adalah
satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang
lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah
bahan kimia penyusun media MS-0, stek mikro kentang yang sudah steril, alcohol,
aquades steril dan spritus.
Alat yang dipakai antara lain : peralatan gelas
(gelas piala, Erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, labu takar, petridish, timbangan analitik, pH meter, hot
plate, autoclave, botol kultur, aluminium foil, (Laminar Airflow Cabinet) LAC,
handsprayer, peralatan tanam (pinset, gunting, scapel + mata scapel), kertas
saring dan ruang kultur (rak kultur, thermometer, dan AC).
3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang kami lakukan pada acara ini
adalah sebagai berikut :
1.
Pembuatan Media MS:
J Meyiapkan bahan kimia penyusun media MS.
J Membuat larutan stok bahan kimia tersebut
sesuai dengan petunjuk cara pembuatan larutan stok.
J Memipet larutan stok sesuai dengan kebutuhan media siap pakai
(misalnya per 1 liter media siap pakai).
J Mengukur pH sekitar 5,8-6, setelah itu
tambahkan agar sebanyak 7-8 gr/L.
J Memasak media tersbut sampai mendidih,
lalu dibagikan kedalam botol kultur yang sudah steril sebanyak 20 ml per botol.
J Mengautoclavekan media tersebut selama 20-30 menit agar media tanam
tersebut steril.
J Menginkubasikan media tersebut minimal 3 hari sebelum tanam.
2.
Penanaman / sub kultur:
J Penanaman dilakukan didalam LAC.
J Menyeterilkan peralatan tanam, petridish dan kertas saring dalam
oven suhu 100 0C selama minimal 1 jam.
J Setiap botol ditanam ditanam 10 stek mikro 1 ruas.
J Menutup kembali botol dengan rapat supaya botol tetap steril.
J Menyimpan botol yang sudah ditanam pada rak-rak dalam ruang kultur.
3.
Pengamatan.
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali selama 4 minggu mulai
dari saat penanaman (MST) terhadap peubah-peubah sebagai berikut:
J Saat tumbuh tunas.
J Jumlah tunas per botol.
J Jumlah ruas per botol.
J Jumlah daun per botol.
J Tinggi tunas tertinggi.
J Saat tumbuh akar.
J Jumlah akar per botol.
J Panjang akar terpanjang.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pegamatan
Data Tabel Hasil Pengamatan Tanaman Kentang di Sub Kulturkan
Peubah
|
Minggu Setelah Tanam (MST)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|
Saat tumbuh tunas
Jumlah tunas perbotol
Jumlah daun perbotol
Saat tumbuh akar
Jumlah akar perbotol
Panjang akar terpanjang
Tinggi tunas tertinggi
|
√*
2*
8*
√*
6*
± 4 *cm
± 6 *cm
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi.
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanggal penanaman :
12 Desember 2009
Pengamatan pertama tanggal 19 Des 2009.
Pengamatan ke dua tanggal 28 Januari 2010
Keterangan :
* : Media terkontaminasi ditumbuhi jamur, mulai
dari media pada dinding kultur. Warna jamur putih
keabuan berbentuk gumpalan-gumpalan putih keabuan.
4.2
Pembahasan
Aplikasi
teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan
keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman
dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang
cukup tinggi.
Tanaman kentang adalah tanaman yang
sangat mudah untuk dikulturkan karena dari setiap ruas batang kentang akan
tumbuh akar-akar seingga tanaman ini mudah tumbuh pada media tanam yang
digunakan. Dari hasil pengamatan yang kami lakukan dari percobaan dapat
diketahui bahwa pada awalnya pertumbuhan tanaman kentang sangat begus, semua
variable yang diamati semuanya tumbuh dan berkembang dengan baik. Tapi media terkontaminasi oleh jamur mulai
dari media pada dinding kultur. Warna jamur putih keabuan berbentuk
gumpalan-gumpalan putih keabuan. Sedangkan planlet kentang tidak kontam. Pada
botol ke dua pertumbuhan kentang pada minggu pertama sangat baik dan tidak
terjadinya kontaminasi.
Pada pengamatan selanjutnya,
semua planlet kentang mati dan terkontaminasi oleh jamur. Semua permukaan media
telah ditumbuhi jamur. Tanaman kentang yang berada dalam botol kultur akhirnya
mati semua diperkirakan sejak minggu kedua.
Penyebab kematian dan
terkontaminasinya planlet kentang oleh jamur, kemungkian tersebesar adalah saat
penutupan dengan plastic penutup tidak semuanya rapat sehingga mungkin ada
pengkontaminan yang masuk dan menyerang eksplan sehingga tanaman juga mati. Dan juga karena media yang kurang steril karena hamper semua praktikan
medianya mterkontaminasi. Selain itu juga tidak adanya cahaya di ruang tanam
karena listrik di Laboratorium Agronomi mengalami kerusakan selama hampir 1
minggu. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung.
BAB
V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
J Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu
sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
J Pada awalnya pertumbuhan tanaman kentang sangat bagus hal ini bisa
dilihat dari pertumbuhan semua variable yang baik. Tetapi sayangnya media pada
pengamatan minggu pertama sudah terserang oleh jamur.
J Media harus benar-benar steril. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung dan eksplan kita akan terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Maharijaya,
Awang. 2008. Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/.
22 Desember 2008.
Marlin, Usman. K.J.S, dan Atra
Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bengkulu,
UNIB.
Rahmadhaniar, Yetti.
2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu
Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com 22 Desember 2008
DAFTAR PUSTAKA
Maharijaya, Awang. 2008.
Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/.
22 Desember 2008.
Marlin, Usman. K.J.S, dan Atra
Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bengkulu,
UNIB.
Rahmadhaniar, Yetti.
2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu
Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com 22 Desember 2008
LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN
“AKLIMATISASI
KENTANG”
DISUSUN OLEH :
OUKE PURNAMASARI
E1A006026
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2009
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbanyakan tanaman
mengunakan organ generatif maupun vegetatif konvensional biasanya tidak
ekonomis, sebab selain tidak dapat menyediakan bibit yang banyak juga
menghasilkan variabilitas karekater tanaman yang sangat tinggi. Selain itu
perbedaan jumlah kromosom, merupakan masalah tersendiri (Sihachakr et al.,
1996). Umumnya tanaman mudah diserang penyakit baik yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur yang menyebabkan menurunnya jumlah maupun kualitas
produksi.
Untuk itu, diperlukan suatu teknologi alternatif yang
dapat mempercepat penyediaan bibit bagi masyarakat luas. Dalam hal ini teknik
kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang dapat
ditempuh karena teknik ini dapat memperbanyak bibit dalam jumlah banyak,
relatif cepat, dan seragam (Supriati, dkk., 2006).
Dalam upaya
perbanyakan tanaman melalui teknik kultur in vitro, diperlukan adanya
kecocokan medium tanam dan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT), balk jenis
maupun konsentrasi ZPT. Kecocokan tersebut diperlukan untuk mencapai
keberhasilan baik dalam upaya pembentukan tunas maupun pembentukan akar
pada eksplan yang ditanam.
Untuk mendapatkan umbi mikro
kentang yang bermutu dalam waktu yang relatif pendek perlu pemberian zat
pengatur tumbuh pada media, karena pembentukan umbi mikro secara in vitro tergantung
dari nisbah zat tumbuh pendorong dan penghambat pengumbian. Nisbah ini dapat
dilakukan dengan pemberian pendorong, mengurangi penghambat, atau kombinasi
keduanya. Zat penghambat tumbuh yang berperan dalam pengumbian
diantaranya adalah coumarin dan aspirin, sedangkan zat pendorongnya adalah
sitokinin (Sakya,
dkk., 2002).
1.2 Tujuan
Membandingkan pengaruh bahan kimia
dalam menekan pertumbuhan eksplan tanaman kentang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan tanaman pangan utama dunia setelah padi, gandum,
dan jagung yang mendapatkan prioritas dalam pengembangannya di Indonesia .
Sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan
vitamin yang cukup tinggi, kentang dapat menggantikan bahan panganm karbohidrat
yang berasal dari beras, gandum, atau jagung tersebut untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Di Indonesia kentang dikelompokkan dalam komoditas sayuran,
dan merupakan salah satu komoditas yang mendapat prioritas dalam program
penelitian dan pengembangan sayuran. Selain itu, kentang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam menunjang program
diversifikasi pangan, komoditas ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan (Asandhi, 1996;
Sahat, 1996).
Kultur
jaringan merupakan tehnik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel,
jaringan, atau organ dalam kondisi aseptic secara in-vitro. Teknik ini
dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan
kandungan nutrisi lengkap dengan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang
kultur yang suhu pencahayaannya terkontrol. Perkembangan teknik kultur jaringan
tanaman berpijak pada satu konsep dasar yang disebut totipotensi, yaitu suatu
sifat dari sel-sel tanaman yang pada kondisi sesuai mempunyai kemampuan untuk
beregenerasi menjadi tanaman utuh.
Aplikasi teknologi kultur
jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama
pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak
setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi.
Bibit varietas unggul yang mampu bersaing di pasar Internasional baik segi
kualitas maupun kuantitas dan jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan
melalui kultur jaringan (Mariska, dkk., 2004).
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang
bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan
merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah
zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena
mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ.
Menurut Wattimena (1992) auksin sintetik perlu ditambahkan
karena auksin yang terbentuk secara alami sering tidak mencukupi untuk
pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin mempunyai peranan terhadap pertumbuhan sel,
dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran konsentrasi auksin yang biasa
digunakan adalah 0,01 – 10 ppm
Aplikasi teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan
bibit telah banyak memberikan keuntungan terutama pada tanaman hortikultura.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan
dengan faktor multiplikasi yang cukup tinggi. Bibit varietas unggul yang mampu
bersaing di pasar internasional baik segi kualitas maupun kuantitas dan
jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan.
Pada umumnya produksi bibit melalui teknik kultur jaringan memerlukan beberapa
tahapan, yaitu tahap pertunasan, tahap elongasi, tahap pengakaran, dan tahap
aklimatisasi. Pada setiap tahap diperlukan nisbah antara zat pengatur tumbuh
sitokinin terhadap auksin yang berbeda. (George dan Sherington 1984; Hobir et
al. 1993). Pada tahap multiplikasi tunas, zat pengatur tumbuh sitokinin
lebih banyak berperan dibandingkan dengan auksin. Sebaliknya untuk memicu
terjadinya inisiasi dan proliferasi akar, maka akan lebih banyak ditekankan
pada penggunaan zat pengatur tumbuh auksin (Mariska,
dkk., 2004).
Dalam kultur in vitro laju regenerasi
jaringan dapat ditingkatkan melalui pengaturan formulasi media. Daya regenerasi
yang tinggi pada tahap pertunasan sangat diperlukan dalam teknik perbanyakan in
vitro. Berdasarkan jumlah kelipatan tunas (multiplikasi) yang dapat
dihasilkan dari setiap periode subkultur, jumlah planlet yang dapat dihasilkan
pada satuan waktu tertentu dapat diperkirakan (Pennell 1987). Selanjutnya
dikatakan bahwa semakin banyak dan semakin cepat tunas dihasilkan maka semakin
tinggi tingkat efisiensi yang dapat dicapai
Naphthalene
Acetic Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media
tanam karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA).
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang
disebabkan adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil
IAA jarang digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan
tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh
enzim yang dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi (Mariska,
dkk., 2004).
Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam
mengatur pembelahan sel serta mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan
kalus salah satunya adalah kinetin yang dapat merangsang pembentukan akar dan
pembentukan tunas. Berdasarkan kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan
kalus, maka dalam media tanam perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi
kedua zat ini mempengaruhi pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur
jaringan dan organ. Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering
mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan
kalus atau organogenesis (Wulandari, dkk., 2004)
Produksi bibit
atau benih merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pengembangan
suatu jenis tanaman. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan pemulia
tanaman jumlahnya terbatas, sedangkan bibit tanaman yang dibutuhkan petani
jumlahnya sangat banyak. Dengan demikian, sejak suatu varietas dilepas sampai
varietas tersebut dapat ditanam petani waktunya cukup lama. Untuk pengadaan
bibit secara besar-besaran dalam waktu yang singkat akan sulit dicapai dengan
pemakaian teknik konvensional biasa. Untuk itu, diperlukan cara dan metode baru yang dapat mengatasi masalah yang ada dalam peningkatan
efisiensi produksi tanaman. Salah satu teknologi alternatif yang banyak
digunakan saat ini adalah teknologi kultur jaringan.
Dalam memproduksi tanaman kultur jaringan tahapan yang
paling akhir dilakukan aklimatisasi tanamn kentang. Aklimatisasi adalah
kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan
hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah: stek mikro tanaman kentang
yang telah berakar sepanjang 1-2 cm. Bahan kimia yang diperlikan adalah pasir,
tanah, pupuk NPK, larutan hara Murashige and Skoog (MS), dan pestisida (Agrept,
Benlate). Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi pinset panjang,
polibag, ember, aqua cup, pisau kecil, dan timbangan.
3.2 Cara Kerja
- Mengeluarkan stek mikro yang telah berakar dari botol dengan menggunakan pinset panjang.
- Membersihkan sisa agar dengan hati-hati agar tidak ada akar yang terputus dengan cara mencuci akar tersebut di air.
- menyiapkan aqua cup berisi media steril campuran tanah dan pupuk kandang dengan prbandingan 1:1 (w\w). dilubangi dasar aqua cup dengan paku kecil.
- menyiapkan larutan media MS dengan menimbang unsure hara makro dan unsure hara mikro MS. Diencerkan larutan MS dimaksud 10 x.
- siram media di aqua bcup dengan unsure hara MS hingga mencapai kapasitas lapang.
- menutup aqua cup yang berisi stek mikro dengan aqua cup yang lain. Merapatkan dua mulut aqua cup dengan stepler dan selotip.
- menempatkan
tanamn di bawah rumah kaca dengan tingkat naungan 50%.
- pada
hari ke-7, dibuat satu lubang di aqua cup penutup. Pada hari ke-10, dibuat
satu lubang di aqua cup penutup.
- siapkan larutan garam media MS dengan factor pengeceran 20x
- menyiram
tanaman tiap 2 hari dengan larutan garam MS berkekuatan 1/20x hingga
tanaman berumur 21 hari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pegamatan
Data Tabel Hasil Pengamatan Aklimatisasi Kentang (Solanum tuberosum)
Peubah
|
Minggu Setelah Tanam (MST)
|
|||
I
|
II
|
III
|
IV
|
|
Jumlah daun
Terbentuk akar
Tinggi tanaman
Jumlah umbi
Diameter umbi
Bobot basah umbi
|
–
√
–
0
0
0
|
–
√
–
0
0
0
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanaman mati dan media terkontaminasi
|
Tanggal penanaman :
12 Desember 2008
Pengamatan pertama tanggal 19 des 2008.
Pengamatan ke dua tanggal 7 Januari 2009
4.2
Pembahasan
Aplikasi
teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan bibit telah banyak memberikan
keuntungan terutama pada tanaman hortikultura. Melalui kultur jaringan tanaman
dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan dengan faktor multiplikasi yang
cukup tinggi. Dalam memproduksi tanaman kultur jaringan tahapan
yang paling akhir dilakukan aklimatisasi tanamn kentang. Aklimatisasi adalah
kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan
dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama
penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan
hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Pada kegiatan ini banyak hal
yang sangat menentukan keberhasilan dari aklimatisasi suatu tanaman yang paling
utama adalah perawatan. Aspek ini sangat penting karena dengan perawatan yang
intesif maka kita akan mengetahui kondisi yang sesuai untuk tanaman yang kita
aklimatisasikan, selain itu dengan perawatan yang baik maka tanaman
aklimatisasi akan terjaga dan tidak kuatir serangan hama dan penyakit atau
kekurangan hara.
Selain itu kita juga harus
mengetahui media apa yang sesuai untuk tanaman yang kita aklimatisasikan,
karena media juga sangat berperan dalam mensuplai hara atau udara. Media tumbuh
yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak
menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat
hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah
harganya. Untuk pertumbuhan tanaman kentang, kemasaman media (pH) yang baik
berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi
bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang
sesuai. Karena begitu pentingnya media ini maka kita harus memperhatikan bahan
ini.
Dari pengamatan yang telah
dilakuakan didapat hasil yaitu bahwa pada planlet yang dipotong-potong dan
sebelum di tanaman di media pasir direndam terlebih dahulu dengan larutan B.
Pada pengamatan minggu pertama tanaman masih hijau tidak tumbuh tunas maupun
akar. Tanaman yang hidup hanya 4 dan yang satunya mati. Pada pengamatan
selanjutnya yaitu pada minggu ke-3 setelah tanam potongan planlet tersebut mati
dan terkontaminasi oleh jamur, dan cuma satu yang hidup. Tanaman yang hidup
akarnya tumbuh dan banyak, sedangkan tunas tidak terbentuk. Kematian tanaman
disebabkan oleh tanaman tersebut sudah dari awal sebelum diaklimatisasi sudah
terkontaminasi dengam jamur, sehingga tumbuhnya tidak optimal, dan akhirnya
terkontaminasi. Tanaman yang hidup tersebut menggambarkan bahwa sebelum ditama
di media pasir direndam dengan larutan NAA dari golongan auksi. Seperti yang
kita ketahui bahwa auksin bekerja memacu pembentukan akar/kalus. Berbeda halnya
dengan kinetin yang merupakan golongan dari sitokinin, yang fungsinya
berkebalikan dengan kerja auksi, yaitu memacu pertumbuhan tunas.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
J Larutan yang digunakan sebelum penanaman
adalah NAA golonga auksin. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan kalus/akar
dan tunas tidak terbentuk.
J Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini yaitu auksi dan sitokinin
sering mengendalikan bentuk dan jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik
pertumbuhan kalus atau organogenesis
J Media harus benar-benar steril. Cahaya merupakan faktror yang mempengaruhi
regenerasi tanaman secara in vitro. Apabila cahaya tidak ada maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak bisa berlangsung dan eksplan kita akan terkontaminasi.
09.24 by Muhammad Ali Alfi · 1
PENERAPAN PERTANIAN BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
PENERAPAN PERTANIAN BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN
PANGAN
PENERAPAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN
UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN
Latar Belakang Masalah
Pendekatan dan praktek pertanian konvensional yang dilaksanakan di
sebagian besar negara maju dan negara sedang berkembang termasuk Indonesia
merupakan praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial
dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi
teknologi, penanaman benih/varietas tanaman unggul secara seragam spasial dan
temporal, serta ketergantungan pada masukan produksi dari luar yang boros
energi tak terbarukan, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia (pupuk dan
pestisida), dan alat mesin pertanian. Secara teoritis dan perhitungan ekonomi
penerapan pertanian konvensional dianggap sebagai alternatif teknologi yang
tepat untuk menyelesaikan masalah kekurangan pangan dan gizi serta ketahanan pangan
yang dihadapi penduduk dunia.
Setelah sekitar setengah abad kita menerapkan dan mengembangkan
pertanian konvensional, sederetan daftar panjang dampak negatif telah
dilaporkan dan dikemukakan oleh berbagai lembaga, peneliti dan perseorangan
pada aras internasional, nasional dan lokal. Berbagai dampak ekologi, ekonomi,
sosial, budaya dan kesehatan masyarakat semakin meragukan masyarakat dunia akan
keberlanjutan ekosistem pertanian dalam menopang kehidupan manusia pada masa
mendatang. Pendekatan pragmatis peningkatan produksi pangan jangka pendek
cenderung mendorong dan meningkatkan praktek pengurasan dan eksploitasi
sumberdaya alam secara besar-besaran dan terus menerus sehingga mengakibatkan
semakin menurunnya daya dukung lingkungan pertanian dalam menyangga
kegiatan-kegiatan pertanian.
Bila kebijakan dan praktek pertanian yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan petani yang masih bertumpu pada kebijakan dan praktek
konvensional, akan membahayakan masa depan petani, lingkungan pertanian,
masyarakat, bangsa negara serta dunia. Kebijakan dan praktek pertanian
konvensional harus diubah menjadi kebijakan dan praktek pertanian berkelanjutan
yang bertujuan memenuhi kebutuhan produk pertanian dan pangan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan produk pertanian dan pangan generasi masa
mendatang.
Dampak Pertanian Konvensional
Beberapa dampak samping pendekatan dan penerapan pertanian
konvensional antara lain:
·
Peningkatan
erosi permukaan, banjir dan tanah longsor.
·
Penurunan
kesuburan tanah.
·
Kehilangan
bahan organik tanah.
·
Salinasi
air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah.
·
Peningkatan
pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida,
limbah domestic.
·
Eutrifikasi
badan air.
·
Residu
pestisida dan bahan-bahan berbahaya lain di lingkungan dan makanan yang
mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan pasar.
·
Pemerosotan
keanekaragaman hayati pertanian, hilangnya kearifan tradisional dan budaya
tanaman local.
·
Kontribusi
dalam proses pemanasan global.
·
Peningkatan
pengangguran.
·
Penurunan
lapangan kerja, peningkatan kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di
pedesaan.
·
Peningkatan
kemiskinan dan malnutrisi di pedesaan.
·
Ketergantungan
petani pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia.
Penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap permulaan mampu
meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian
efisiensi produksi semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak
samping yang merugikan. Bila kita terapkan prinsip ekonomi lingkungan dengan
menginternalisasikan biaya lingkungan dalam perhitungan neraca ekonomi suatu
usaha dan program pembangunan pertanian maka yang diperoleh pengusaha dan
negara adalah kerugian besar. Perhitungan GNP dan GDP yang dilakukan Pemerintah
saat ini sebenarnya tidak realistis. Sayangnya biaya lingkungan jarang
dimasukkan sepenuhnya dalam perhitungan neraca usaha dan pertumbuhn ekonomi
nasional.
Agenda 21 Komitmen Pertanian Berkelanjutan
Dadar akan dampak samping Pertanian Konvensional masyarakat
lingkungan global sudah lama menyepakati penerapan dan pengembangan konsep
Pertanian Berkelanjutan atau Sustainable Development sebagai realisasi
Pembangunan Berkelanjutan pada sektor Pertanian dan Pangan. Agenda 21 merupakan
agenda berbagai program aksi pembangunan berkelanjutan yang disepakati oleh
para pemimpin dunia di KTT Bumi Rio de Janeiro tahun 1992. Chapter 14 Agenda 21
berjudul Promoting Sustainable Agriculture and Rural Development (SARD) merinci
berbagai konsep dan program aksi Pertanian Berkelanjutan yang perlu dilaksanakan
oleh semua negara .
Menurut Agenda 21 konsep keberlanjutan merupakan konsep yang
multidimensional termasuk didalamnya pencapaian tujuan ekologi, sosial dan
ekonomi. Antara 3 dimensi ini terdapat kaitan dan ketergantungan yang sangat
erat. Penguatan kelayakan dan kehidupan ekonomi di pedesaan merupakan dasar
untuk penyediaan cara-cara untuk mempertahankan fungsi sosial dan lingkungan
mereka. Menjaga kualitas lingkungan juga merupakan prasyarat atau prakondisi
yang diperlukan bagi pengembangan potensi ekonomi jangka panjang di pedesaan.
Integritas ekologi dan nilai lansekap pedesaan dapat merupakan daerah pedesaan
sebagai kawasan wisata dan tempat hidup yang tenang dan menyenangkan sehingg
dapat menarik investor untuk menanamkan modal.
Keberlanjutan pembangunan merupakan keberlanjutan peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat/penduduk tempat mereka berada dan hidup termasuk dalamnya ketersediaan berbagai jenis pangan yang cukup dan bermutu. Ketahanan pangan harus dilihat dari konteks peningkatan kualitas hidup penduduk dan lingkungan hidup di pedesaan. Pearce et al. (1994) menyatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) mempunyai makna dan tujuan yang lebih luas daripada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainable economic growth.
Tujuan-tujuan ekonomi, sosial dan ekonomi pada tingkat tertentu dapat bersinergi. Namun pada kondisi-kondisi tertentu di lapangan, ketiga-tiganya dapat saling bersaing dan kurang saling mendukung. Apabila hal ini terjadi, konsep keberlanjutan mengarah pada diperlukannya keseimbangan yang benar antara 3 dimensi tersebut. Pilihan-pilihan kebijakan perlu ditetapkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan masing-masing dimensi yang saling berkaitan.
Keberlanjutan pembangunan merupakan keberlanjutan peningkatan kualitas dan kesejahteraan hidup masyarakat/penduduk tempat mereka berada dan hidup termasuk dalamnya ketersediaan berbagai jenis pangan yang cukup dan bermutu. Ketahanan pangan harus dilihat dari konteks peningkatan kualitas hidup penduduk dan lingkungan hidup di pedesaan. Pearce et al. (1994) menyatakan bahwa Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) mempunyai makna dan tujuan yang lebih luas daripada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainable economic growth.
Tujuan-tujuan ekonomi, sosial dan ekonomi pada tingkat tertentu dapat bersinergi. Namun pada kondisi-kondisi tertentu di lapangan, ketiga-tiganya dapat saling bersaing dan kurang saling mendukung. Apabila hal ini terjadi, konsep keberlanjutan mengarah pada diperlukannya keseimbangan yang benar antara 3 dimensi tersebut. Pilihan-pilihan kebijakan perlu ditetapkan secara hati-hati dengan mempertimbangkan masing-masing dimensi yang saling berkaitan.
Pada tahun 2002, sepuluh tahun setelah KTT Bumi Rio kembali
pemimpin-pemimpin dunia menghadiri KTT Bumi-10 di Johannesburg untuk
mengevaluasi pelaksanaan Agenda 21. Hasil evaluasi FAO terhadap pelaksanaan
Agenda 21 tentang SARD, memperlihatkan banyak negara (termasuk Indonesia) yang
belum melaksanakan berbagai kebijakan dan program SARD yang telah disepakati
dan ditandatangani di Rio tahun 1992.
Sebagai kesimpulan KTT Bumi-10 tetap sepakat bahwa Agenda 21 tetap valid dan relevan dilaksanakan sebagai agenda dunia pembangunan berkelanjutan pada era milenium ini. KTT Johannesburg menghasilkan Deklarasi dan Rencana Implementasi Johannesburg yang memberi penguatan pada program-program strategis (Agenda 21) dari deklarasi-deklarasi sebelumnya. KTT mengakui keterkaitan Pembangunan Berkelanjutan dengan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perdagangan global, teknologi informasi dan yang lain melalui Millenium Development Goals (MDGs). Lembaga-lembaga dunia telah menetapkan bahwa pada tahun 2015 dunia harus sudah bebas dari kelaparan dan kekurangan pangan.
Sebagai kesimpulan KTT Bumi-10 tetap sepakat bahwa Agenda 21 tetap valid dan relevan dilaksanakan sebagai agenda dunia pembangunan berkelanjutan pada era milenium ini. KTT Johannesburg menghasilkan Deklarasi dan Rencana Implementasi Johannesburg yang memberi penguatan pada program-program strategis (Agenda 21) dari deklarasi-deklarasi sebelumnya. KTT mengakui keterkaitan Pembangunan Berkelanjutan dengan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, perdagangan global, teknologi informasi dan yang lain melalui Millenium Development Goals (MDGs). Lembaga-lembaga dunia telah menetapkan bahwa pada tahun 2015 dunia harus sudah bebas dari kelaparan dan kekurangan pangan.
Pengertian Pertanian Berkelanjutan
Banyak definisi mengenai Pertanian Berkelanjutan dikemukakan oleh
lembaga, pakar atau persorangan. Menurut FAO yang disebut Pertanian
Berkelanjutan adalah setiap prinsip, metode, praktek, dan falsafah yang
bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara lingkungan dapat
dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan secara
sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan dengan
pendekatan holistik. Menurut Thrupp (1996) Pertanian Berkelanjutan sebagai
praktek-praktek pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi
menguntungkan, dan secara sosial dapat dipertanggung-jawabkan yang secara
skematis digambarkan oleh Gambar 1. Pertanian Berkelanjutan merupakan sistem
usaha tani yang mampu mempertahankan produktivitas, dan kemanfaatannya bagi
masyarakat dalam waktu yang tidak terbatas. Sistem demikian harus dapat mengkonservasikan
sumberdaya, secara sosial didukung, secara ekonomi bersaing, dan secara
lingkungan dapat dipertanggungjawabkan.
Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO Agricultural Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian, struktur dan prosesnya untuk memperkuat/ dan memberikan sokongan pada produksi pangan dan keamanan pangan. (Ukabc, 2007) Ekosistem dengan kenekaragaman tinggi lebih stabil dan tahan gocangan, risiko terjadinya kerugian finansial lebih kecil, dapat mengurangi dampak bencana kekeringan dan banjir, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan kendala alam lainnya. Diversifikasi juga dapat mengurangi cekaman ekonomi akibat peningkatan harga pupuk, pestisida dan input-input produksi lainnya. Ketahanan Pangan merupakan salah satu tujuan utama Pertanian Berkelanjutan.
Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi. Menurut FAO Agricultural Biodiversity meliputi variasi dan variabilitas tanaman, binatang dan jasad renik yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kunci ekosistem pertanian, struktur dan prosesnya untuk memperkuat/ dan memberikan sokongan pada produksi pangan dan keamanan pangan. (Ukabc, 2007) Ekosistem dengan kenekaragaman tinggi lebih stabil dan tahan gocangan, risiko terjadinya kerugian finansial lebih kecil, dapat mengurangi dampak bencana kekeringan dan banjir, melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit dan kendala alam lainnya. Diversifikasi juga dapat mengurangi cekaman ekonomi akibat peningkatan harga pupuk, pestisida dan input-input produksi lainnya. Ketahanan Pangan merupakan salah satu tujuan utama Pertanian Berkelanjutan.
Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan
Secara konseptual maupun historikal konsep Ketahanan Pangan
merupakan bagian utama konsep Pertanian Berkelanjutan. Agenda 21 menyatakan
bahwa Tujuan utama program Pertanian Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan
(SARD) adalah meningkatkan produksi pangan dengan cara yang berkelanjutan serta
memperkuat ketahanan pangan. Dalam Pertanian Berkelanjutan peningkatan produksi
pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dilaksanakan secara berkelanjutan
dengan dampak yang seminimal mungkin bagi lingkungan hidup, kesehatan
masyarakat serta kualitas hidup penduduk di pedesaan. Program ini meliputi
berbagai kegiatan mulai dari prakarsa pendidikan, pemanfaatan insentif ekonomi,
pengembangan teknologi yang tepat guna hingga dapat menjamin persediaan pangan
yang cukup dan bergizi, akses kelompok-kelompok rawan terhadap persediaan
pangan tersebut, produksi untuk dilempar ke pasar, peningkatan pekerjaan dan
penciptaan penghasilan untuk mengentaskan kemiskinan, serta pengelolaan
sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan.
Peningkatan produksi pangan harus dilakukan dengan cara-cara yang
berkelanjutan tidak mengurangi dan merusak kesuburan tanah, tidak meningkatkan
erosi, dan meminimalkan penggunaan dan ketergantungan pada sumberdaya alam yang
tidak terbarukan, mendukung kehidupan masyarakat pedesaan yang berkeadilan,
meningkatkan kesempatan kerja serta menyediakan kehidupan masyarakat yang layak
dan sejahtera, mengurangi kemiskinan dan kekurangan gizi, tidak membahayakan
kesehatan masyarakat yang bekerja atau hidup di lahan pertanian, dan juga
kesehatan konsumen produk-produk pertanian yang dihasilkan, melestarikan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lahan pertanian dan pedesaan serta
selalu melestarikan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, memberdayakan
dan memandirikan petani dalam mengambil keputusan pengelolaan lahan dan usaha
taninya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya sendiri, memanfaatkan dan
melestarikan sumber daya lokal dan kearifan masyarakat tradisional dalam mengelola
sumber daya alam.
Pendekatan Lintas Sektor
Secara eksplisit dan legal, kebijakan dan keputusan politik
Pemerintah c.q. Departemen Pertanian mengenai Pertanian Berkelanjutan belum
jelas dan tegas. Berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang telah diputuskan
dan dijadwalkan oleh Agenda 21 tidak banyak yang kita laksanakan di lapangan.
Penyebab utama adalah penerapan pendekatan sektoral yang sampai saat ini masih
diikuti dan diterapkan secara ketat oleh jajaran birokrasi Pemerintah dan
lembaga-lembaga non pemerintah. Pendekatan parsial atau fraksional yang
menyederhanakan masalah selalu kita lakukan dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang timbul, termasuk masalah lingkungan hidup yang sangat
kompleks dan multidimensi.
Agenda 21 dianggap sebagai agenda pembangunan lingkungan hidup
maka yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan Agenda 21 adalah Kementerian
Lingkungan Hidup bukan Departemen Pertanian dan departemen-departemen lainnya.
Pendekatan yang egosektoral tersebut yang mengakibatkan banyak komitmen
Indonesia pada banyak konvensi dan kesepakatan internasional tidak dapat
dilaksanakan secara penuh di lapangan. Pendekatan egosektoral tersebut juga
yang menyebabkan dalam era persaingan global saat ini, Indonesia selalu
ketinggalan dan belum memperlihatkan komitmen tinggi terhadap berbagai
kesepakatan global. Konsep Pembangunan Berkelanjutan termasuk Pertanian
Berkelanjutan mengharuskan kita meninggalkan pendekatan egosektoral serta
menerapkan dan mengembangkan pendekatan terpadu, lintas sektoral dan lintas
disiplin ilmu.
Seandainya Indonesia sesuai dengan komitmennya melaksanakan semua rekomendasi, kegiatan dan agenda yang ditetapkan oleh Agenda 21 tahun 1992, kemungkinan besar berbagai carut marut produksi pangan dan ketahanan pangan yang kita alami saat ini tidak terjadi. Disarankan agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan pertanian lainnya (industri, swasta, petani, NGO, akademisi, peneliti, dll) mempelajari kembali Agenda 21 khususnya Chapter 14 tentang SARD serta menyepakati untuk segera memperbarui komitmen kita melaksanakan semua kebijakan dan program SARD pada semua aras keputusan, mulai dari tataran kebijakan sampai tataran pelaksanaan lapangan.
Seandainya Indonesia sesuai dengan komitmennya melaksanakan semua rekomendasi, kegiatan dan agenda yang ditetapkan oleh Agenda 21 tahun 1992, kemungkinan besar berbagai carut marut produksi pangan dan ketahanan pangan yang kita alami saat ini tidak terjadi. Disarankan agar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan pertanian lainnya (industri, swasta, petani, NGO, akademisi, peneliti, dll) mempelajari kembali Agenda 21 khususnya Chapter 14 tentang SARD serta menyepakati untuk segera memperbarui komitmen kita melaksanakan semua kebijakan dan program SARD pada semua aras keputusan, mulai dari tataran kebijakan sampai tataran pelaksanaan lapangan.
Departemen Pertanian dan
Pangan
Tebalnya dinding-dinding sektor pertanian dan ketahanan pangan
khususnya diurusi oleh banyak sektor dan subsektor atau oleh beberapa
departemen dan lembaga non departemen, semakin menyulitkan koordinasi dan
keterpaduan. Sistem pengelolaan ketahanan pangan menjadi tidak efektif dan efisien,
banyak pemborosan, tumpang tindih dan ketidak-paduan. Departemen Pertanian saat
ini tugas utamanya terutama dalam peningkatan produksi tanaman pangan on farm
namun urusan penyediaan dan distribusi pangan dilaksanakan oleh lembaga lain
(Bulog). Urusan perdagangan domestik dan internasional dilaksanakan oleh
Departemen Perdagangan. Masalah pencemaran lingkungan pertanian merupakan
urusan Kementerian LH, masalah mutu dan keamanan pangan sebagian diurui oleh
Badan POM dan masih banyak kasus ketidakpaduan lainnya.
Pertanian dan pangan sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga diusulkan untuk waktu mendatang kedua bidang atau urusan tersebut dikelola oleh satu lembaga Pemerintah, baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Di tingkat pusat lembaga tersebut adalah Departemen Pertanian dan Pangan atau Departemen Pangan dan Pertanian . Di tingkat daerah adalah Dinas Pertanian dan Pangan atau Dinas Pangan dan Pertanian .. Lembaga ini yang mengurusi pertanian dan pangan sejak dari hulu sampai hilir, dari penyiapan lahan sampai pengolahan dan pemasaran dan perdagangn hasil pertanian.
Pertanian dan pangan sebenarnya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga diusulkan untuk waktu mendatang kedua bidang atau urusan tersebut dikelola oleh satu lembaga Pemerintah, baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Di tingkat pusat lembaga tersebut adalah Departemen Pertanian dan Pangan atau Departemen Pangan dan Pertanian . Di tingkat daerah adalah Dinas Pertanian dan Pangan atau Dinas Pangan dan Pertanian .. Lembaga ini yang mengurusi pertanian dan pangan sejak dari hulu sampai hilir, dari penyiapan lahan sampai pengolahan dan pemasaran dan perdagangn hasil pertanian.
Ketahanan Pangan Lokal
Indonesia dikaruniai Tuhan dengan keanekaragaman hayati,
ekosistem, budaya yang sangat tinggi, satu lokasi berbeda dari lokasi-lokasi
lainnya. Kemampuan dan keberadaan biodiversitas pertanian lokal harus
dimanfaatkan dan dikembangkan guna meningkatkan dan mempertahankan ketahanan
pangan dari aras lokal, daerah dan nasional. Penyeragaman kebijakan,
rekomendasi dan praktek pertanian konvensional yang diberlakukan untuk semua
kondisi lokal tidak tepat untuk mendukung peningkatan kualitas hidup
masyarakat, termasuk peningkatan ketahanan pangan. Teknologi pertanian yang
diterapkan harus disesuaikan dengan kemampuan kondisi lokal dalam menopang
penerapan suatu teknologi. Berbagai teknologi dan kearifan lokal yang
dikembangkan dan diterapkan masyarakat lokal termasuk dalam meningkatkan
produksi dan kualitas pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki kualitasnya.
Bila setiap masyarakat lokal dapat meningkatkan ketahanan pangannya sesuai
dengan kondisinya masing-masing, secara agregatif ketahanan pangan nasional
yang lebih mantap dan berjangka panjang akan tercapai.
Untuk itu diperlukan kemauan politik dan komitmen pemerintah yang kuat terhadap penerapan konsep pertanian berkelanjutan. Sektor pertanian seharusnya menjadi sektor andalan pembangunan di Indonesia mengingat lebih dari 60% penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan bergantung dari sektor pertanian. Seharusnya dunia Industri yang mendukung konsep pembangunan pertanian secara berkelanjutan sesuai dengan karakternya yang beranekaragam, bukan sebaliknya pembangunan pertanian yang mengikuti pendekatan industrial yang cenderung pada keseragaman dan efisiensi produksi.
Untuk itu diperlukan kemauan politik dan komitmen pemerintah yang kuat terhadap penerapan konsep pertanian berkelanjutan. Sektor pertanian seharusnya menjadi sektor andalan pembangunan di Indonesia mengingat lebih dari 60% penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan bergantung dari sektor pertanian. Seharusnya dunia Industri yang mendukung konsep pembangunan pertanian secara berkelanjutan sesuai dengan karakternya yang beranekaragam, bukan sebaliknya pembangunan pertanian yang mengikuti pendekatan industrial yang cenderung pada keseragaman dan efisiensi produksi.
Pemberdayaan Petani
Petani yang seharusnya menjadi pelaksana dan subyek utama
pembangunan pertanian di Indonesia saat ini sedang dalam keadaan yang tidak
berdaya, tidak mandiri dan sangat tergantung pada pihak-pihak lain.
Ketergantungan mereka terutama dengan program dan bantuan Pemerintah, dengan
dunia swasta dalam memperoleh input produksi seperti benih, pupuk dan
pestisida, dengan para tengkulak dalam penyediaan uang tunai. Mereka tidak
mampu menentukan apa yang harus mereka lakukan. Program-program pemerintah
pusat dan pemerintah daerah cenderung semakin meningkatkan ketergantungan
mereka pada pemerintah. Karena ketergantungan dan ketidakberdayaan tersebut
berbagai potensi manusiawi petani seperti inisiatif, kreativitas, inovasi,
kearifan lokal menjadi semakin menghilang dan tidak berkembang. Berbagai
kendala dan keterbatasan yang ada pada petani kita seperti, kualitas SDM,
kepemilikan lahan dan modal, akses terhadap pasar dan informasi mengakibatkan
petani tetap dalam posisi menjadi obyek pembangunan bukan sebagai subyek dan penentu
pembangunan pertanian.
Semua pihak terutama Pemerintah dan dunia swasta agar menerima,
mengakui, menghargai dan memfasilitasi hak petani untuk mandiri dan berdaya
dalam mengambil keputusannya sendiri. Merekalah yang paling tahu apa yang
diperlukan dan paling baik dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup mereka dalam kondisi sosial budayanya masing-masing.. Tentang
program pemberdayaan petani di pedesaan Agenda 21 membuat Bab khusus yaitu
Chapter 32 dengan judul " Strengthening the role of farmers"
atau Memperkuat Peran Petani.
Petani melalui berbagai organisasi swadaya petani menuntut agar
mereka ikut serta dalam setiap pengambilan keputusan tentang bagaimana tanaman
pangan dibudidayakan, diolah, diperdagangkan dan bagaimana manfaat yang
diperoleh dari sistem pangan dunia/nasional/lokal dapat di bagikan secara adil.
Kecenderungan dan keinginan kelompok-kelompok petani mandiri seluruh dunia
(termasuk Indonesia) tersebut bertujuan untuk mengubah konsep Ketahanan Pangan
(Food Security) yang dianggap berorientasi pada kepentingan pemerintah
menjadi konsep Kedaulatan Pangan (Food Sovereignity) perlu ditanggapi
Pemerintah secara arif bijaksana.
Permasalahan yang kita hadapi sekarang masih sangat sedikit petani
Indonesia yang telah sadar dan mampu menuntut hak kedaulatan pangan yang mereka
inginkan. Sebagian besar petani pangan masih terkukung dan tercekam dlam
ketidakberdayaannya sehingga mereka hanya menunggu uluran dan inisiatif
pihak-pihak lain terutama pemerintah. Merka tidak mampu keluar dari cekaman
ketidakberdayaan tersebut atas usahanya sendiri.
Pemerintah dan pihak-pihak lain termasuk pihak swasta dan Perguruan Tinggi perlu membantu dan memfasilitasi usaha-usaha untuk mendorong kemandirian petani dan kelompok tani dengan metode pendidikan dan pelatihan petani yang sesuai dan efektif. Dari pengalaman Indonesia dan negara-negara berkembang lain dalam melaksanakan pelatihan petani secara partisipatori melalui sistem Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang benar, maka kemandirian, profesionalisme dan kepercayaan diri petani dapat dihidupkan dan dikembangkan kembali. Dengan petani yang mandiri dan profesional serta berani mengambil keputusan dalam menerapkan konsep Pertanian Berkelanjutan, ketahanan pangan lokal dan nasional yang mapan dan berlanjut dapat dicapai.
Pemerintah dan pihak-pihak lain termasuk pihak swasta dan Perguruan Tinggi perlu membantu dan memfasilitasi usaha-usaha untuk mendorong kemandirian petani dan kelompok tani dengan metode pendidikan dan pelatihan petani yang sesuai dan efektif. Dari pengalaman Indonesia dan negara-negara berkembang lain dalam melaksanakan pelatihan petani secara partisipatori melalui sistem Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) yang benar, maka kemandirian, profesionalisme dan kepercayaan diri petani dapat dihidupkan dan dikembangkan kembali. Dengan petani yang mandiri dan profesional serta berani mengambil keputusan dalam menerapkan konsep Pertanian Berkelanjutan, ketahanan pangan lokal dan nasional yang mapan dan berlanjut dapat dicapai.
Kesimpulan dan Saran
- Praktek
pertanian konvensional yang boros energi tak terbarukan di samping
membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat juga tidak mencapai
sasaran ketahanan pangan secara mantap dan berlanjut.
- Pertanian
Berkelanjutan adalah pertanian yang layak ekonomi, secara lingkungan dapat
dipertanggungjawabkan, secara sosial diterima, berkeadilan, dan secara
sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan secara
holistik.
- Ketahanan Pangan
yang berkelanjutan merupakan tujuan utama Pembangunan Berkelanjutan.
Ketahanan pangan dengan memanfaatkan keanekaragaman pertanian lokal akan
membentuk ketahanan pangan nasional yang mantap dan berjangka panjang.
- Indonesia
seharusnya konsisten dengan komitmennya dalam melasanakan semua program
yang terinci dalam dokumen Agenda 21, termasuk tentang Pertanian
Berkelanjutan dan Pembangunan Pedesaan.
- Untuk mengurangi
ketidakpaduan antar sektor yang menangani pertanian dan pangan diusulkan
pembentukan Departemen Pertanian dan Pangan.
- Semua pihak
terkait agar memberikan perhatian, dukungan dan dorongan dalam usaha
pemberdayaan petani serta menempatkan posisi mereka sama dan sejajar
dengan pihak-pihak lain, sebagai pelaksana dan penentu keputusan program
peningkatan produksi pertanian termasuk ketahanan pangan.
Daftar Acuan
United Nations, 1997. Earth Summit Agenda 21. The United Nations
Programme of Action from Rio. 297 pp.
Pierce,D.A., Markandya and E.B. Barbier, 1994. Blueprint for a
Green Economy/ Earthscan Publ.Ltd. London, 192 pp.
Thrupp, L.A. (ed),1996. New Partnerships for Sustainable
Agriculture. World Resource Institute New York. 136 pp.
UKabc, 2007. Agricultural Biodeiversity for Food and Livelihood
Security and Food Sovereignity, Didownload dari http://www.ukabc.org/ pada
4/10/2007.
09.09 by Muhammad Ali Alfi · 0
Langganan:
Postingan (Atom)